DUKUNGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAI WAKIL RAKYAT DALAM IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI

Artikel () 02 Oktober 2013 04:27:53 WIB


DUKUNGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

SEBAGAI WAKIL RAKYAT DALAM IMPLEMENTASI

REFORMASI BIROKRASI

 

OLEH   : H. YULMAN HADI, SE, S.IP, MM

(Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat Periode 2009 – 2014)

 

 

Pendahuluan

Prinsip dasar dari Reformasi adalah perubahan, dan pertanyaannya adalah apanya yang harus dirubah ?. Hal inilah yang harus dijawab oleh kita semua selaku actor dalam perwujudan reformasi yang sudah digaungkan sejak tahun 1998, yang ditandai dengan bergantinya Era Orde Baru menjadi Era Reformasi. Reformasi dilaksanakan diseluruh lini kehidupan berbangsa, yang salah satunya adalah Reformasi Birokrasi.Reformasi Birokrasi di lingkungan Provinsi Sumatera Barat telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 24 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, yang stressingnya adalah Penataan Kelembagaan, Penataan Ketatalaksanaan, Penataan Sumber Daya Manusia Aparatur, Akuntabilitas dan Pelayanan dan kualitas Pelayanan. Untuk mewujudkan semua ini tentunya tidak terlepas dari peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga perwakilan rakyat dan sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah.

Dalam mensinergikan antara kegiatan Pemerintah Daerah dengan DPRD Provinsi Sumatera Barat, hal yang paling mendasar adalah menyamakan pemahaman tentang Reformasi Birokrasi, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terdapat perbedaan pendapat ataupun asumsi yang bermacam-macam. Pemerintah Daerah harus dapat menjelaskan bagaimana mekanisme pelaksanaan serta indicator-indikatornya yang berkaitan dengan perencanaannya sehingga DPRD dapat memahami denganbaikapa itu Reformasi Birokrasi.

 

ArtiPentingReformasiBirokrasi

Seperti yang telahdikemukandiawaltulisan, bahwaReformasiidentikdenganperubahan, tetapiapanya yang harusdirubah, makadisinipenulismencobamemberikanilustrasiataupendalamanberkaitandenganreformasibirokrasi yang terdiriatas 2 (dua) kata, yakniReformasidanBirokrasi.

Reformasimerupakanupayasistematis, terpadudankomprehensif, yang ditujukanuntukmerealisasikantatakepemerintahan yang baikatau yang dikenaldengan Good Governance, yang mensinergikanantaraPemerintah, SektorSwastadanmasyarakatdidalampenyelenggaraanpemerintahan. Merujukkepadapengertianini, sesungguhnyaupayamereformasi, khususnyadalampenyelenggaraanpemerintahan, sudahdilakukansejakzamanpemerintahankolonialbelanda, zamankerajaan, yang ujung-ujungnyaadalahmerubah system atauaturan yang menjadilebihbaik.

Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda Pelayanan Publik yang dilaksanakantidak terlepas dari sistem administrasi pemerintahan yang berlangsung pada saat itu. Kedatangan penguasa kolonial tidak banyak mengubah sistem birokrasi dan administrasi pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Sistem birokrasi pemerintahan yang dikembangkan pemerintahan kolonial justru sepenuhnyan ditujukan untuk mendukung pola paternalistik yang telah menjiwai sistim birokrasi pada era kerajaan.

Struktur pemerintahan di negara jajahan menempatkan gubernur jenderal pada posisi yang sangat berkuasa atas segala sesuatu urusan diwilayah jajahan. Gubernur Jenderal dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh para Gubernur dan Residen. Gubernur merupakan wakil Pemerintah Pusat yang berkedudukan di Batavia untuk Wilayah Provinsi, sedangkan ditingkat kabupaten terdapat asisten residen dan pengawas (Controler). Keberadaan asisten residen dan pengawas diangkat oleh Gubernur Jenderal untuk membantu mengawasi Bupati dan Wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Sistem tersebut yang telah membedakan perilaku birokrasi daerah sebelum pemerintah kolonial Belanda Berkuasa.

Perubahan birokrasi pemerintahan tersebut mendorong pemerintah kolonial belanda untuk mengadakan pula perubahan hak pemakaian tanah rakyat.Pada tahun 1918 diadakan perubahan hak pemakaian tanah secara komunal, diubah menjadi hak pakai perseorangan dan dapat diwariskan atau dijual.keberadaan tanah lungguh dan kebekelan (tanah yang merupakan tanah pemberian kepada pejabat disuatu wilayah sebagai pengganti gaji. pejabat yang mendapat tanah ini berhak menggunakan tanah untuk kepentingan hidupnya sehari-hari, tetapi tidak dapat menjualnya.

           Dan perubahan yang paling prinsip dan tidak dapat ditawar-tawar adalah adanya daftar sipil, anggaran yang membedakan kekayaan sultan dan kolonial belanda, yang sekarang dikenal dengan Daftar Kekayaan. Kesultanan yogyakarta, pada masa pemerintahan kolonial belanda mendapat perlakuan khusus, yakni merupakan daerah yang mempunyai kedudukan politik lebih tinggi daripada daerah otonom biasa (Dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948), kesultanan termasuk negara yang kecil yang mempunyai kedudukan khusus. Kesultanan yogyakarta telah memiliki kekuasaan politik yang riil, seperti adanya hak bagi kesultanan yogyakarta untuk mengatur rumah tangganya sendiri. kedudukan politik tersebut tidak terlepas dari upaya penawaran politik yang dilakukan oleh penguasa kerajaan dengan pemerintah lewat kontrak politik, tahun 1877, 1921, 1940. Pihak pemerintah kolonial belanda memberikan toleransi kepada sultan yogyakarta untuk menjalankan pemerintahan sendiri sesuai dengan hukum adat dengan ketentuan-ketentuan yang dicantumkan dalam kontrak politik.

           Kebijakan pembaharuan birokrasi, yang tak lain tak bukan adalah upaya melakukan Reformasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial tersebut merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan belanda untuk tetap dapat mengontrol dan mengurangi peran birokrasi tradisional, meskipun terjadi pembaharuan sistem birokrasi pada masa pemerintahan kolonial, secara substansial sebenarnya tidak mengubah corak birokrasi pemerintah dalam berhubungan dengan publik. Sentralisasi kekuasaan dalam birokrasi masih tetap sangat dominan dalam praktik penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.Pembuatan berbagai keputusan dan kebijakan publik oleh birokrasi pemerintah tidak pernah bergeser dari penggunaan top-down.Inisiatif dan peran birokrasi pemerintah lokal tidak banyak berfungsi, semua inisiatif kebijakan, dan otoritas formal berasal dari pemerintah pusat, semuanya bertanggung jawab kepada gubernur jenderal. Secara politik, birokrasi di indonesia tidak pernah dikenalkan pada konsep dan komitmen politik untuk bertanggung jawab kepada publik, sebagai cerminan akuntabilitas publik dari birokrasi pemerintah.

Secarasederhana, birokrasimerupakan system penyelenggaraanpemerintahan yang dijalankanpegawainegeriberdasarkanperaturanperundang-undangan.Birokrasiadalahstrukturorganisasidigambarkandenganhirarki yang pejabatnyadiangkatatauditunjuk, garistanggungjawabdankewenangannyadiaturolehperaturan yang diketahui, termasukaturan yang diketahuisebelumnya.

Menurut Mas’ud Said, birokrasi adalah sistem otoritas organisasi publik yang ditetapkan secara rasional oleh berbagai aturan yang bertujuan untuk mengorganisasikan secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang, kemudian Miftah Thoha (Guru Besar Universitas Gajah Mada), mengemukakan bahwa birokrasi merupakan sistem untuk mengatur organisasi yang besar agar diperoleh pengelolaan yang efisien, rasional, dan efektif.

             Dengan mencermati pendapat diatas, pada hakekatnya birokrasi merupakan suatu tatanan yang didasarkan pada ide hirarky dengan jalinan komando yang tegas dari atas kebawah, adanya pembagian kerja yang jelas, speasialisasi, aturan dan prosedur, yang sumber kekuasaannya berpijak pada rational legal power, dan birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan berdasarkan aturan, bagian, unsur yang terdiri dari pakar yang terlatih. Birokrasi sangat erat kaitannya dengan Organisasi Pemerintah.

Banyak orang mengasumsikan adanya cacat birokrasi, artinya adanya gangguan terhadap pelayanan publik oleh pemerintah dan adanya kegagalan-kegagalan yang dilakukan oleh pemerintah.Dalam tingkat mikro kegagalan itu muncul dari tidak adanya kewenangan yang dimiliki oleh para pejabat birokrasi pada tingkat bawah (street level-bureaucrats) untuk merespon secara kreatif problem yang dihadapi oleh masyarakat.Dalam birokrasi yang paternalistik, kekuasaan seringkali terkosentrasi pada pejabat atasan (pimpinan puncak), sedangkan pada praktek penyelenggaraan pemerintah (pelayanan informasi) mengenai masalah terkonsentrasi pada bawahan.

Berangkat dari semua inilah Reformasi Birokrasi harus dilakukan, dan banyak penulis lainnya mengatakan bahwa Reformasi Birokrasi merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, yang artinya harus dilaksanakan, karena Reformasi Birokrasi akan berdampak terhadap perubahan kearah yang lebih baik dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang semua ini adalah dalam kerangka mewujudkan Good Governance (Kepemerintahan yang baik).

Pentingnya reformasi birokrasi adalah guna terwujudnya birokrasi professional, netral dan sejahtera, mampu menempatkan diri sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat guna mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih baik, terwujudnya kelembagaan pemerintahan yang profosional, fleksibel, efektif, efisien dilingkungan pemerintah pusat dan daerah, serta terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan public) yang lebih cepat, tidak berbelit, mudah dan sesuai dengan aturan yang berlaku dan menurut Eko Prasojo (Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) bahwa tujuan akhir reformasi birokrasi adalah bebas KKN, akuntabel dan berkinerja serta terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas.

PerananLembagaDPRD

DewanPerwakilan Rakyat Daerah, yang disingkatdengan DPRD, merupakanlembagaperwakilanrakyatdaerahdanmerupakansalahsatuunsurpenyelenggarapemerintahandaerahdisampingpemerintahandaerah, dansecarateoritis, menurutRiswandaImawan (PakarIlmuPolitik) memilikiempatfungsiyaitu :

  1. 1.Fungsilegislasi (perundangan) ;meliputipembuatanaturansendiri, menentukanpucukpimpinaneksekutifsecaramandirisertamenjadi mediator kepentinganrakyatdenganpemerintah.
  2. 2.Fungsi budget (penganggaran) ;meliputimerancangdanmenentukanarahsertatujuanaktifitaspemerintahan.
  3. 3.Fungsipengawasan ;meliputiaktifitasmemfasilitasiperkembangankepentingandalammasyarakatvis-a-vis agenda yang telahditentukanolehpemerintah. Lembagaperwakilanmenilaiapakahaktifitaspemerintahanmasihselarasdenganaspirasimasyarakatsertamemastikanbahwaperkembanganaspirasimasihbisadiakomodirdalamrencanakerjapemerintah.
  4. 4.Fungsi regulator konflik ;meliputiaktifitasmenampungdanmenyerapkonflikkepentingan yang berkembangdalammasyarakat, sehinggakonflikpadatataranmasyarakatdapatdiubahmenjadikonflik internal lembagaperwakilansebagaibagiandarisebuahsistempolitik.

ApabilakitalihatUndang-UndangNomor 32 Tahun 2004, makafungsi-fungsilembagaperwakilan (DPRD) yaitu :

  1. a.MemintapertanggungjawabanGubernur, BupatidanWalikota.
  2. b.MemintaketerangankepadaPemerintah Daerah.
  3. c.Mengadakanpenyelidikan.
  4. d.MengadakanperubahanatasRancanganPeraturan Daerah.
  5. e.MengajukanRancanganPeraturan Daerah.
  6. f.MenentukanAnggaranBelanja DPRD.
  7. g.Menetapkan Tata Tertib DPRD.

Selanjutnya menurut Agus Dwiyanto (Kepala LAN RI) dalam Acara Sosialisasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 19 Agustus 2013 di Grand Inna Muara Padang, bahwa peran DPRD dalam menyukseskan Reformasi Birokrasi adalah :

  1. 1.Dilihat dari Fungsi Pengawasan
    1. a.Memastikan bahwa program Reformasi Birokrasi benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat baik ditinjau dari perencanaan programnya, pengangaran dan pengawasannya.
    2. b.Memastikan apakah akses terhadap pelayanan publik yang berkualitas menjadi semakin mudah.
    3. c.Memastikan apakah kegiatan pemerintah menjadi semakin efisien. efektif, transparan dan akuntabel.
    4. d.Memastikan apakah birokrat menjadi semakin peduli kepada kepentingan warganya dan apakah sikap dan prilaku birokrat menjadi lebih ramah, peduli dan helpful.
  1. 2.Dilihat dari Fungsi Legislasi
    1. a.Memberikan basis legal yang memadai dan mampu memberi dukungan kepada pembaharuan yang tercipta sebagai akibat dari pelaksanaan reformasi birokrasi. Misalnya dalam pembuatan perda tentang pelayanan publik.
    2. b.Menciptakan basis legal yang mampu mendorong perubahan terjadi bersifat sistemik dan berkelanjutan. Program Reformasi Birokrasi harus sistemik, holistik, dan berkelanjutan, misalnya perda tentang tata kelola pemerintahan, mengatur tentang transparansi, partisipasi publik, imparsialitas dan komitmen mutu.
  1. 3.Dan Dilihat dari Fungsi Penganggaran
    1. a.Memberikan dukungan kepada program-program yang bersifat inovatif.
    2. b.Memperkuat keterkaitan antara anggaran dengan kinerja birokrasi.
    3. c.Memberikan insentif kepada birokrasi untuk menunjukkan kinerja.

Berdasarkanfungsi-fungsiini, baik yang dikemukakanolehbeberapa pakar di atasmaupun yang termaktubdalamUndang-UndangNomor 32 Tahun 2004, DPRD mempunyaitugasdanwewenang, yaitumembentukperda, membahasdanmenyetujuiranperdatentang APBD bersamadenganKepala Daerah, melaksanakanpengawasanpenyelenggaraanpemerintahan, mengusulkanpengangkatandanpemberhentianKepala Daerah danWakilKepala Daerah kepadaPresiden, memilihWakilKepala Daerah apabilaterjadikekosongan, memberikanpendapatdanpertimbangankepadaPemda, memberikanpersetujuanterhadapkerjasamadaerah, memintalaporanpertanggungjawaban Kepala Daerah, membentukpanitiapengawaspemilihan Kepala Daerah, melakukanpengawasandanmemintalaporan KPUD danmemberikanpersetujuanterhadaprencanakerjasamadaerahantardaerahdanpihakketiga.

MelihatkepadafungsiDewanPerwakilan Rakyat Daerah (DPRD), makaterhadappelaksanaankegiatanPemerintah Daerah, DPRD mempunyaikewenanganuntukmelakukanpengawasan, yang padaakhirnyaberujungkepada proses penganggarandanmemintaketerangankepadaPemerintah Daerah, termasukkegiatanpelaksanaanReformasiBirokrasi yang merupakan agenda nasional, karenakalaukitacermati agenda ReformasiBirokrasimenataseluruh yang berkaitandengantugas-tugaspenyelenggaraanpemerintahan. Disampingitu yang paling terpentingsekaliadalahmendukungkegiatanpemerintahdaerah yang disesuaikanjugadenganRencanaKerjaPemerintah.

DPRD dalammendukungkegiatanReformasiBirokrasi, jugadapatmenggunakanhaksebagaimana yang diaturdalamUndang-UndangNomor 32 Tahun 2004, yakni : pertama, hakinterplasi, hakuntukmemintamemintaketerangankepadaGubernurdalamhalpelaksanaankegiatanReformasiBirokrasi yang merupakankebijakansalahsatukebijakanpemerintahdaerah yang pentingdanstrategiskarenaberdampakluaspadakehidupaanmasyarakat, daerahdanpemerintah. Kedua, hakangket, merupakanpelaksanaanfungsipengawasandari DPRD untukmelakukanpenyelidikanterhadapsuatukebijakantertentuKepala Daerah, termasukKebijakanPelaksanaanReformasiBirokrasi.

PadahakikatnyaReformasiBirokrasiberdampakterhadappelayananpublik, makaitujugaPemerintah Daerah harusbersinergidengan DPRD, danPemerintah Daerah harusdapatmemberikanuraian yang jelastentangpelaksanaanreformasibirokrasi yang tujuanadalahuntukmendapatkandukungandarianggota DPRD apakahituberupadukungananggaranataupundukunganterhadappenetapankepadaaturan yang lebihtinggi, misalnya yang padasaatsekaranginipelaksanaanreformasibirokrasi di Provinsi Sumatera Barat barudiaturdenganPeraturanGubernurNomor 24 tahun 2011, untukmeningkatkaneksistensinyaapakahperludidukungdenganPeraturan Daerah, makadisinilahsalahsatuperan DPRDdalammemberikanmasukanataupundukunganterhadappeningkatanpelaksanaanReformasiBirokrasi.

DalampelaksanaanperwujudanReformasiBirokrasiadabeberapahalyang paling dimaknaiadalahadanya factor yang terpentingdalamReformasiBirokrasi, antaralain :

  1. 1.KomitmenPimpinandalamperwujudanpelaksanaanreformasibirokrasi, bukankomitmenKepala Daerah saja, termasukpimpinandaerahlainnya, sepertiKetua DPRD, Kejaksaandanlainnya.
  2. 2.Kemauandirisendiri, halini yang paling mendasarsekali, yakniadanyakemauandankeikhlasanpenyelenggaraanpemerintahan (birokrasi) untukmereformasidirisendiri, apakahituPegawaiNegeri, masyarakat, pelakuswastatermasukanggota DPRD sebagaiwakilrakyat.
  3. 3.Kesepahaman, yakniadanya persamaan persepsi terhadappelaksanaanreformasibirokrasiterutamadaribirokratsendiri, barudiikutiataudidukungoleh DPRD, sehinggatidakterjadiperbedaanpendapat yang menghambatreformasibirokrasi.
  4. 4.Konsistensi, yakniharusdilaksanakansecaraberkelanjutandankonsistenterhadapapa yang sudahdigariskansecarabersama-sama, sehinggaperluketaatanperencanaandanpelaksanaan.

Penutup

ReformasiBirokrasi yang sudahmerupakan agenda nasionaldanharusditindaklanjutiolehsemuaPemerintah Daerah, merupakanuntuktercapainyakepemerintahan yang baik (Good Governance)dalamkerangkaPenataanKelembagaan, PenataanKetatalaksanaan, PenataanSumberDayaManusiaAparatur, AkuntabilitasdanPelayanandankualitasPelayanan. Pemerintah Daerah denganDewanPerwakilan Rakyat Daerah sebagaiwakilrakyatharusdapatbersinergidalampelaksanaanreformasibirokrasi, sehinggahaliniakanmemudahkan DPRD menjalankanfungsi-fungsinya, apakahitumelakukanpengawasan, penganggarantermasukdalamlegalisasiperaturandaerah, makaituPemerintah Daerah jugaharustransparandanterbuka (salahsatuazasdalam Good Governace) terhadappelaksanaanReformasiBirokrasi, atauKatakanSejujurnya, Jangan Ada DustaDiantara Kita (IstilahPenyanyi Dian Pisesha), sehinggaantaraPemerintah Daerah dengan DPRD mempunyaipersamaanpersepsiterhadaphalini.

           Dan terakhir yang paling terpentingsekalidalampelaksanaanReformasiBirokrasi, semua actor harusmengetahuidanfahamakanfungsimasing-masingdanmenjalankannyadengankomitmen yang sudahdigariskandankonsistenterhadap yang sudahdigariskan, misalnyakomitmendan konsistensi pelaksanaan tugas dan fungsi antara Gubernur danWakilGubernur, Ketua DPRD dan pimpinan lainnya, termasukanggota DPRD, yang semuainitidakterlepasdarikomitmenpimpinan, kemauan diri sendiri, kesepahaman dan konsisten terhadap apa yang sudahmenjadikomitmendalampenyelenggaraanpemerintahan, khususnyadalampelaksaaan REFORMASI BIROKRASI***. (BULETIN O& A BIRO ORGANISASI)