PENDIDIKAN SEX UNTUK REMAJA

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 03 Februari 2018 23:45:45 WIB


                            Pendidikan Sex yang Tepat Untuk Remaja


 Kaum remaja Indonesia saat ini mengalami lingkungan sosial yang sangat berbeda daripada orangtuanya. Mereka,lebih bebas mengekspresikan dirinya, dan telah mengembangkan bahasa khusus antar sesamanya. Sikap-sikap kaum remaja atas seksualitas dan soal seks ternyata lebih liberal daripada orangtuanya, dengan jauh lebih banyak kesempatan mengembangkan hubungan lawan jenis, berpacaran, sampai melakukan hubungan seks.

Menurut PKBI, akibat derasnya informasi yang diterima remaja dari berbagai media massa, memperbesarkemungkinan remaja melakukan praktek seksual yang tak sehat, perilaku seks pra-nikah, dengan satu atau berganti pasangan. Saat ini, kekurangan informasi yang benar tentang masalah seks akan memperkuatkan kemungkinan remaja percaya salah paham yang diambil dari media massa dan teman sebaya. Akibatnya, kaum remaja masuk ke kaum beresiko melakukan perilaku berbahaya untuk kesehatannya.

Masalah kesehatan remaja mencakup aspek fisik biologis dan mental, sosial. Perubahan fisik yang pesat dan perubahan endokrin/ hormonal yangsangat dramatik merupakan pemicu masalah kesehatan. Tingkat pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah, khususnya  dalam hal cara-cara melindungi diri terhadap risiko kesehatan   reproduksi, seperti pencegahan KTD, IMS, dan HIV dan AIDS.

Permasalahan penyimpangan sex pada remaja seringkali berakar dari kurangnya informasi dan pemahaman serta kesadaran untuk mencapai sehat secara reproduksi. Di sisi lain, remaja sendiri mengalami perubahan fisik yang  cepat. Harus ada keyakinan bersama bahwa membangun generasi penerus yang  berkualitas perlu dimulai sejak anak, bahkan sejak dalam kandungan. Selain itu, kebijakan dan solusi agar masalah – masalah yang ada terkait kesehatan reproduksi remaja juga telah dibuat dan ditawarkan.

Peran pemerintah, orangtua, LembagaSosial Masyarakat (LSM), institusi pendidikan serta masyarakat sangat diperlukan dalam memahami,mencegah serta cara mengatasi masalah seksualitasd an seputar kasus reproduksi remaja. Karena kompleksnya permasalahan kesehatan reproduksi remaja itu sendiri, sangatlah urgen bagi pemerintah untuk segera bertindak.

Ada empat faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu :
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil). 2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rezeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu sama lain, dsb). 3. Faktor psikologis (dampak keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb). 4. Faktor biologis (cacat sejak lahir,cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).

Perubahan fisik yang pesat dan perubahan hormonal yang sangat dramatik merupakan pemicu masalah sex pada remaja cukup serius karena tumbuhnya dorongan motivasi seksual yang menjadikan remaja rawan terhadap penyakit dan masalah kesehatan reproduksi, kehamilan remaja dengan segala konsekuensinya yaitu: hubungan seks pranikah, aborsi, PMS & RIV-AIDS serta narkotika.

Menurut Parawansa (2000), jumlah aborsi di Indonesia dilakukan oleh 2 juta orang tiap tahun, dari jumlah itu, 70.000 dilakukan oleh remaja putri yang belum menikah .Laporan yang disinyalir melalui Kapanlagi.com(25/08/2005), tingkat aborsi (pengguguran kandungan) di kalangan remaja di tanah air  masih cukup tinggi hingga mencapai 30%. Atau mencapai dua juta orang/tahun, dan 30% diantaranya atau 600 ribu orang dari kalangan remaja. Tingginya tingkat aborsi dikalangan remaja terjadi akibat perilaku hubungan seksual sebelum menikah, bahkan banyak juga remaja yang terjangkit berbagai jenis penyakit menular seksual (PSM). Apabila disimpulkan dengan kenaikan 100,000 kasus aborsi pertahun saja, maka di tahun 2010 kasus aborsi dapat diperkirakan telah mencapai 3,1 Juta kasus. Ini angka fantastis. Dan apabila 30% dari pelaku aborsi adalah terjadi dikalangan remaja maka kasusnya dapat mencapai 930.000 kasus pertahun. Dan mungkin saja akan berkembang terus apabila tidak segera dicegah. Apalagi dampak kematian dari aborsi tidak aman tersebut akan turut meningkat.

Beberapa alternatif  solusi tentang masalah penyimpangan sex pada remaja, yaitu :

  • Perlu adanya sosialisasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan yang telah dikeluarkan baik berdasarkan kesepakatan Internasional maupun oleh Pemerintah Nasional terkait Kesehatan Reproduksi Remaja.
  • Peningkatan kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan  reproduksi harus dapat dirasakan seluruh masyarakat.
  • Perlunya para orang tua dan orang dewasa lainnya untuk, melakukan bimbingan pendidikan sex yang bijak kepada remaja agar mengetahui tentang kesehatan reproduksi.
  • Informasi tentang Kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Setiap orang (termasukremaja) berhak memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana.
  •  Setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali yang memenuhi syarat tertentu. Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

         Adapun  strategi yang ditawarkan bisa diterapkan sebagai pendidikan sex yang bijak untuk remaja adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan kebijakan yang melibatkan remaja baik sebagai partisipan aktif maupun pasif. Tahap awal penentuan kebijakan dalam penanggulangan kesehatan reproduksi remaja adalah mengerti dunia remaja itu sendiri. Pemerintah seharusnya mengadakan survei dan penelitian tentang kondisi kesehatan reproduksi remaja di Indonesia. Penelitian sebaiknya dilakukan menyeluruh di semua wilayah Indonesia dan tidak boleh hanya memilih beberapa daerah sebagai cluster sampling. Setiap daerah memiliki pola hidup dan kebudayaan yang berbeda serta tingkat perkembangan yang berbeda sehingga secara tidak langsung pengaruh globalisasi dan arus informasi terhadap kesehatan reproduksi berbeda pula. Sebagai contoh kota Jakarta mungkin masih lebih baik dibandingkan kota Malang karena informasi yang diterima berbeda. 2. Menyusun suatu Undang- undang dan peraturan pemerintah yang didalamnya membahaskesehatan reproduksi. Isi kebijakan sebaiknya tidak hanya hukuman atau denda bagi pelanggar kesehatan reproduksi tetapi akan lebih baikbiladidalamnya ditekankanpada strategi promotif dan preventif terhadap masalah kesehatan reproduksi yang ada. 3. Pelayanan-pelayanan kesehatan bagi remaja sebaiknya tidak hanya mengenai aspek medis kesehatan reproduksi, tetapi hendaknya juga menyangkut hubungan personal dan menyangkut nilai-nilai moral melalui Pendidik sebaya (Peer Educator). 4. Menggalang kerjasama dengan semua stakeholder baik pemerintah, swasta, LSM, organisasi profesi serta organisasi kemasyarakatan berdasarkan prinsip kemitraan dalam penyelenggaraan program dan pembinaan remaja. 5. Sebaiknya pemerintah tidak fokus pada pemberian pendidikan seks saja namun lebih kepada pemberian pendidikan kesehatan reproduksi. 6. Memperbaiki komunikasi antar orang tua dan anak. Empowering keluarga untuk meningkatkan ketahanan non fisik menghadapi arus globalisasi dengan cara memperkuat sistem agama, nilai dan norma di dalam keluarga merupakan alternatif utama. Keluarga bertugas mempertebal iman remaja dan pemuda dengan meningkatkan pemahaman nilai-nilai agama, norma, budi pekerti dan sopan santun 7. Dari pihak pemerintah juga diharapkan adanya kegiatan berwawasan nasional misalnya memperketat sensor arus informasi dan budaya asing, menunjang pembentukan sarana bagi pengembangan remaja dan lain-lain.
Kesimpulannya, peran pemerintah, orangtua, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), institusi pendidikan serta masyarakat sangat diperlukan dalam memahami,mencegah serta cara mengatasi masalah seksualitas dan seputar kasus reproduksi remaja. Karena kompleksnya permasalahan kesehatan reproduksi remaja itu sendiri,sangatlah urgen bagi pemerintah untuk segera bertindak. Sehingga harapannya, permasalahan penyimpangan sex remaja tidak berlarut-larut sehingga tercipta generasi penerus bangsa yang unggul baik dari segi fisik maupun mental. (SZ)