Resah Kewajiban Mengajar 36 Jam, Ratusan Guru Mengadu ke DPRD Sumbar

Resah Kewajiban Mengajar 36 Jam,  Ratusan Guru Mengadu ke DPRD Sumbar

Berita Utama DENY SURYANI, S.IP(Sekretariat DPRD Prov. Sumbar) 24 Januari 2018 08:18:27 WIB


PADANG - Resah dengan ketentuan kewajiban 36 jam mengajar tatap muka, ratusan guru dari berbagai daerah di Sumatera Barat mendatang gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Selasa (23/1). Guru-guru terutama guru honor melihat ketidak adilan dalam kebijakan tersebut. 

Yurnalis, perwakilan dari Forum Guru Honorer Sumatera Barat mengungkapkan, kewajiban mengajar tatap muka 36 jam tersebut akan sangat berdampak kepada guru honorer. karena, guru honor hanya akan mendapat kesempatan mengajar ketika jam guru PNS sudah terpenuhi. 

"Ini sangat tidak adil dan berdampak kepada guru honorer karena hanya akan mendapat kesempatan mengajar apabila jam mengajar guru PNS sudah terpenuhi," ungkapnya di hadapan Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat yang menerima kedatangan para guru tersebut. 

Guru honorer dari salah satu SMA di Kabupaten Pesisir Selatan ini menambahkan, ketentuan pembayaran intensif hanya akan ditrima oleh guru honorer apabila mendapatkan jam mengajar. Kondisi itu diperparah lagi dengan aturan bahwa ada sekolah yang menerapkan guru honorer yang hanya mengajar enam jam akan diberhentikan. 

"Jelas terjadi ketimpangan dan ketidakadilan dengan kebijakan tersebut," tambahnya. 

Disamping meminta peninjauan ulang terhadap ketentuan jam mengajar tersebut, dia juga meminta pemerintah provinsi memberikan tunjangan daerah (tunjada) kepada guru honorer. Menurutnya, ketika kewenangan SMA dan SMK masih dibawah pemerintah kabupaten, guru honorer mendapatkan tunjangan Rp25 ribu per jam mengajar dari Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). 

Sementara itu, kewajiban mengajar 36 jam juga mendapat protes dari guru PNS sendiri. Salah seorang guru PNS yang hadir dalam pertemuan tersebut menyatakan, kebijakan itu seolah membuat guru PNS menjadi pekerja paksa. 

"Kami ini bukan manusia super, Pak. Tugas guru itu bukan mengajar saja, tetapi juga mendidik dan itu membutuhkan konsentrasi. Kalau beban jam mengajar sudah seperti itu, bagaimana kami bisa berkonsentrasi," ungkap salah seorang guru PNS. 

Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumatera Barat Syamsul Bahri Hosen dalam kesempatan itu menyentil kebijakan jam mengajar 36 jam tersebut. Dia menyebut, kebijakan itu sebagai produk "belakang meja" karena UU tentang Dosen dan Guru hingga sekarang belum berubah mengenai ketentuan jam mengajar 24 jam. 

"Kebijakan itu (jam mengajar 36 jam, red) adalah produk "belakang meja" karena UU tentang Dosen dan Guru sampai sekarang belum berubah," tegasnya. 

Dia melanjutkan, pemerintah harus memberikan perhatian kepada guru honorer. Keberadaan guru honor masih sangat penting saat kondisi pengangkatan PNS saat ini. Moratorium pengangkatan PNS sebagai kebijakan pemerintah pusat telah membuat kekurangan PNS terutama tenaga pendidik. 

"Jadi ini perlu dipertimbangkan oleh pemerintah karena ketika banyak guru memasuki masa pensiun, yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar di sekolah adalah guru honor,"tegasnya. 

Kedatangan ratusan guru honorer se Sumatera Barat di gedung DPRD tersebut diterima oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Bano bersama Ketua Komisi V DPRD Sumatera Barat Hidayat dan Ketua Komisi I Achiar. Selain itu, beberapa orang dari Komisi V yang ikut menyambut adalah Wakil Ketua Komisi V Marlina Suswati dan anggota komisi antara lain Saidal Masfiuddin, Syaiful Ardi, Darmon, Rizanto Algamar dan Endarmy. 

Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat Burhasman menegaskan, ketentuan jam mengajar 36 jam bagi guru PNS bukan harga mati. Kebijakan yang dibuat adalah jam mengajar guru PNS dalam rentang antara 24 sampai 36 jam, tidak mewajibkan harus 36 jam. 

"Kebijakan tersebut tidak mutlak 36 jam. Ini yang harus dipahami oleh semua pihak terutama kepala sekolah," tegasnya. 

Menurutnya, kebijakan tersebut dibuat untuk mengantisipasi daerah-daerah yang kekurangan guru di tengah kondisi moratorium yang belum dicabut pemerintah saat ini. Bagi daerah atau sekolah yang masih mencukupi tenaga guru termasuk adanya guru honorer, tetap berlaku aturan jam mengajar 24 jam. 

Mengenai ketentuan pembayaran intensif kepada guru honorer, dia juga menegaskan tidak boleh dibatasi dengen jumlah mengajar 6 jam atau 8 jam. Sepanjang ada intensif yang harus diberikan harus dibayarkan sesuai dengan jam mengajar. 

Ketua Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat Hidayat menyambut ratusan guru yang menyampaikan aspirasi ke gedung DPRD itu menyatakan, pihaknya akan menyikapi lebih lanjut keresahan para guru terkait kebijakan jam mengajar tersebut. Komisi V akan memanggil Dinas Pendidikan dan pihak terkait untuk membicarakan persoalan itu.

"Keresahan yang disampaikan ini akan menjadi catatan bagi kami dan keluhan yang disampaikan akan ditindaklanjuti dengan Dinas Pendidikan dan pihak-pihak terkait," tegasnya. 

Hidayat menambahkan, setiap ketentuan yang dilahirkan akan berimplikasi kepada penganggaran. Ini menjadi kewajiban bagi DPRD untuk menyikapinya. 

Lebih jauh menurutnya, seiring pengalihan kewenangan pengelolaan jenjang pendidikan SMA dan SMK ke pemerintah provinsi, dia mengakui ada pengaruh besar terhadap kondisi anggaran daerah. Namun demikian, nasib guru honorer akan tetap menjadi perhatian karena perannya masih sangat dibutuhkan dalam menunjang kelancaran proses belajar mengajar. 

Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat sebelumnya telah menerima kedatangan ratusan guru dari berbagai daerah di Sumatera Barat untuk menyampaikan keresahan mereka terkait kebijakan jam mengajar 36 jam bagi guru PNS. Kebijakan ini dinilai tidak adil karena apabila jam mengajar guru PNS belum terpenuhi maka guru honorer belum mendapatkan jatah mengajar.

"Kami akan menindaklanjutnya dengan mengundang Dinas Pendidikan serta pihak terkait lainnya untuk mencari titik temu permasalahan ini," tegasnya. *Publikasi.(dprd.sumbarprov.go.id)