Obligasi Daerah

Obligasi Daerah

Artikel () 08 November 2017 20:52:32 WIB


Harian Bisnis Indonesia edisi 14 September 2017 dalam halaman pertamanya memuat berita dengan judul “Alternatif Instrumen Pendanaan: Babak Baru Obligasi Daerah”. Obligasi daerah atau sukuk daerah memang saat ini sangat layak dipertimbangkan untuk menjadi sumber pendanaan pembangunan daerah. Jika di tingkat pusat pemerintah sudah berhasil mengeluarkan Obligasi Ritel atau Sukuk Ritel, bukan tidak mungkin di daerah diterbitkan hal sejenis.

Di satu sisi memang perlu aturan yang mendukung diterbitkannya obligasi daerah dengan mudah dan aman. Karena tidak dipungkiri ada aturan yang menghalangi terbitnya obligasi daerah. Aturan tersebut sebenarnya positif untuk maksud yang dituju. Tapi menjadi bertabrakan terhadap kemunculan obligasi daerah. Aturan seperti ini memang harus dikaji ulang lagi agar nanti ketika obligasi daerah dilempar ke publik sudah tidak ada lagi masalah hukum yang akan terjadi di kemudian hari.

Peluang obligasi daerah untuk diserap oleh masyarakat memang potensial. Terlebih sudah ada aturan tentang pembangunan apa saja yang bisa diterbitkan obligasi daerahnya. Misalnya saja, obligasi daerah mensyaratkan pembangunan infrastruktur publik seperti jalan. Dan jalan yang dibangun kemungkinan dipastikan akan memperlancar arus barang dan jasa serta manusia. Sehingga hal ini akan memperlancar roda ekonomi masyarakat. Maka hal ini diramalkan akan meningkatkan produk domestik bruto (PDRB) dan kemudian akan meningkatkan pendapatan daerah. Sehingga obligasi yang diterbitkan bisa dibayar imbal hasilnya.

Jika obligasi daerah bisa diterbitkan, di sisi lain akan memberikan peluang masyarakat membelinya dalam obligasi ritel. Dan juga mengajak masyarakat untuk berinvestasi dengan benar. Karena selama ini sangat banyak investasi bodong yang beredar di masyarakat dengan menjanjikan imbal hasil yang menggiurkan namun tidak realistis dan jika didalami lagi membohongi calon investor.

Kembali kepada obligasi ritel daerah, maka ini akan menggerakkan masyarakat menaruh dananya di obligasi daerah. Karena dengan 5 juta rupiah dan kelipatannya sudah bisa memiliki obligasi ritel daerah. Di mana imbal hasilnya pun bisa dibilang lumayan dan bersaing dengan deposito. Bahkan tarif pajaknya pun lebih kecil dari pajak bunga deposito, sehingga imbal hasil riilnya setelah dipotong pajak lebih besar dari deposito.

Bahkan, jika masyarakat tahu alokasi dana obligasi ritel terhadap pembangunan infrastruktur tertentu, bukan tidak mungkin mereka akan lebih semangat menaruh dananya. Meskipun demikian, karena sudah ada syarat terhadap obligasi daerah, maka jika masyarakat tidak diberitahu akan tetap menjadi incaran para investor.

Namun demikian, apa yang saya sampaikan ini memang baru wacana. Karena belum diketahui dengan pasti apakah obligasi daerah akan mengakomodir keluarnya obligasi ritel atau sukuk ritel. Karena perlu kajian teknis yang matang.  Dan tentu juga perangkat aturan yang jelas, realistis dan tidak memunculkan pelanggaran hukum di kemudian hari.

Sebagai bahan diskursus, membicarakan obligasi daerah memang sangat menarik. Karena ini merupakan sumber pembiayaan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Tapi bagi para pelaku pasar modal maupun investor lokal, obligasi daerah yang berbentuk ritel kemungkinan akan menjadi incaran mereka jika dilihat prospeknya menjanjikan.

Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, dan bertambahnya jumlah penduduk yang masuk kategori berpendapatan menengah ke atas, sudah barang tentu akan menjadikan obligasi daerah (jika bisa dimiliki oleh individu atau publik) dilirik oleh pemerintah daerah.

Jika kendala yang ada selama ini adalah adanya aturan dari pusat, maka perlu perbaikan agar daerah bisa melaksanakannya. Dan jika aturan yang ada masih membatasi sumber atau kepemilikan obligasi daerah, mungkin perlu kajian lagi agar bagaimana caranya publik bisa memilikinya sebagai sebuah bentuk partisipasi aktif warga negara yang ingin memajukan bangsanya.

Dengan kondisi ekonomi yang tidak bisa dikatakan menurun, namun pertumbuhan masih di kisaran 5 persenan, memang butuh terobosan untuk pendanaan pembangunan. Apalagi jika pengumpulan dana pajak sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan tidak mencapai jumlah yang ditargetkan.

Pasar modal yang identik dengan obligasi masih menunjukkan prospek yang bagus, di tengah cerita ditutupnya berbagai gerai ritel modern. Maka obligasi daerah memiliki prospek yang baik pula di tengah informasi yang menyatakan melemahnya daya beli. (efs)

 

Referensi: Bisnis Indonesia 14 September 2017

Ilustrasi: freefoto.com