Bank Nagari Konversi ke Syariah, Kenapa Tidak?

Artikel EKO KURNIAWAN, S.Kom(Diskominfo) 23 Januari 2017 10:47:32 WIB


Bank Nagari Konversi ke Syariah, Kenapa Tidak?

Oleh: Noa Rang Kuranji

Sebagai pemilik saham terbesar, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar ingin Bank Nagari (dulu disebut BPD Sumbar) segera melakukan konversi (hijrah) dari bank umum (sistem bunga) menjadi bank syariah (sistem bagi hasil). Alasannya, sebagai mayoritas berpenduduk muslim, sistem bisnis syariah dinilai sangat cocok diterapkan di bumi Ranah Minang.

Apalagi, program destinasi wisata halal yang dicanangkan Pemprov Sumbar sejak 2016 silam, mendapat respon positif dari pemerintah pusat dan pelaku bisnis wisata. Buktinya, dua penghargaan berhasil diterima Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno dalam ajang “World Halal Tourism Award 2016”. Saat itu, Sumbar mendapatkan penghargaan sebagai daerah wisata halal terbaik dan wisata kuliner halal terbaik di tanah air.

Jadi, bukan tidak mungkin Bank Nagari yang selama ini menerapkan sistem bisnis bank umum (seperti bank konvensional lainnya) berubah menjadi Bank Syariah sekaligus mendukung pariwisata halal di Sumbar. Apalagi, sejumlah bank daerah telah sukses melakukan konversi ke syariah seperti Bank Aceh dan BPD Nusa Tenggara Barat (NTB).

Menurut sebagian ulama, membungakan uang di bank termasuk perbuatan riba. Hukum riba dalam ajaran Islam adalah haram. Dalam Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَعَنَ اللهُ آكِلَ الرِّبَا، وَمُوْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ إِذَا عَلِمُوا بِهِ

“Allah melaknat yang memakan (hasil) riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya.” (Hadits ini diriwayatlan dari berbagai jalan, di antaranya riwayat Muslim dari Jabir, Ath-Thabarani dari Abdullah bin Mas’ud; Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari hadits Abdullah bin Mas’ud).

Dalam Al-Qur’an ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat surat, tiga diantarannya turun setelah Nabi Hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau masih di Makkah. Yang  di Makkah walaupun menggunakan kata riba (QS. Al-Rum (30) : 39) ulama sepakat bahwa riba yang dimaksud di sana bukan riba yang haram karena ia diartikan sebagai pemberian hadiah, yang bermotif memperoleh imbalan banyak dalam kesempatan yang lain.[1] Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus melainkan diturunkan dalam empat tahap. Adapun ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan masalah riba diantaranya :

1. Surat Ar-Ruum ayat 39

 وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (الروم : 39)

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.

2. Surat An-Nisaa’ Ayat 160 dan 161.

فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا  

(النساء : 160 ،161 )

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

3. Surat Ali Imron Ayat 130

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”

4. Surat Al-Baqarah Ayat 275-276.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275) يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276)

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah  disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa yang datang kepadanya peringatan dari Allah. Lalu ia berhenti  maka  baginya  adalah  apa  yang telah berlalu  dan urusannya  adalah  kepada Allah dan barang siapa yang kembali lagi, maka  mereka  adalah penghuni  neraka yang kekal di dalamnya. Allah akan menghapus riba dan melipat gandakan sedekah dan Allah tidak suka kepada orang-orang kafir lagi pendosa”.(QS. Al-Baqarah : 275- 276).

Berdasarkan asbabun nuzul (sebab turunnya sebuah ayat Al-Qur’an), perbuatan riba itu adalah kebiasaan yang telah membudaya di kalangan masyarakat Arab jauh sebelum larangan tentang ini berlaku. Budaya ini jelas tidak akan bisa langsung bisa hilang di kalangan masyarakat Arab saat itu. Allah SWT dalam pengharaman riba di dalam Al-Quran dilakukan dengan bertahap. Tahap demi tahap dalam pengharaman ini menuju  kepada  keadaan  masyarakat  saat  itu  yang  memang  telah terbiasa melakukan  muamalah ribawiyah atau transaksi dengan dasar riba untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda.

Dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan hadist nabi serta mempertimbangkan kultur atau budaya Minangkabau yang identik dengan Islam, maka sudah seharusnya Bank Nagari berubah sistem bisnisnya ke sistem syariah. Tujuannya, supaya masyarakat yang paham dengan nilai-nilai agama Islam tidak takut lagi untuk menabung di bank karena tidak mau memakan harta hasil riba. Semoga menjadi renungkan kita bersama. Amiiin. (*)