Pemprov Sumbar Perlu Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
Artikel EKO KURNIAWAN, S.Kom(Diskominfo) 27 Januari 2017 11:08:57 WIB
Pemprov Sumbar Perlu Perhatikan Kesejahteraan Guru Ngaji
Oleh: Noa Rang Kuranji
Pemerintah Republik Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di daerah selalu berkoar-koar bahwa antara pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dengan pendidikan iman dan takwa (Imtak) haruslah sejalan demi mewujudkan generasi bangsa yang berkualitas di masa mendatang.Kenyataannya? Masih jauh panggang dari api. Begitulah pribahasa mengumpamakan sebagai sebuah sindiran terhadap ucapan seseorang yang tidak konsisten dalam perbuatannya. Maksudnya, kalau memang pendidikan Iptek dan Imtak itu penting, kenapa dalam pelaksanaannya sering dibedakan perlakuannya oleh pemerintah?
Contohnya, dalam masalah pemberian honor atau gaji guru. Untuk guru pendidikan umum non PNS, pemerintah memberlakukan sistem UMR (upah minimum regional). Sementara bagi guru agama yang juga non PNS, pemerintah seperti tutup mata. Seperti masalah honor guru ngaji yang terbilang masih minim di negeri ini. Padahal, tanpa jasa guru tidak akan mungkin lahir generasi bangsa berkualitas begitu saja. Bayangkan, di zaman sekarang masih ada guru ngaji di Indonesia mendapatkan honor atau gaji sebesar Rp200 ribu perbulan. Termasuk di Sumbar yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Seharusnya, guru-guru mengaji tersebut mendapatkan perlakuan yang sama dengan guru-guru pendidikan umum.
Memang, ada beberapa daerah yang memberikan dana insentif pada guru-guru ngaji melalui APBD masing-masing. Misalnya, di Kota Padang. Sekitar 3000 lebih guru-guru mengaji di Kota Padang mendapatkan dana insentif setelah dilakukan sertifikasi terlebih dahulu. Sistem pembayarannya dibagi dalam tiga ketegori. Untuk guru ngaji kategori A mendapatkan dana insentif sebesar Rp500 ribu perbulan. Kategori B Rp350 ribu dan kategori C mendapatkan Rp250 ribu. Jujur saja, nilai uang sebesar itu tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup di zaman sekarang karena harga-harga barang termasuk kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan setiap tahun. Akibatnya, guru-guru mengaji tentu tidak akan maksimal mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada anak-anak muridnya. Sebab, mereka masih berpikir kemana lagi harus mencari kekurangan biaya guna menutupi kebutuhan hidup dan keluarganya. Dengan kondisi yang kurang mendukung tersebut, wajar kebanyakan guru-guru mengaji terpaksa mencari pekerjaan sampingan.
Kementerian Agama (Kemenag) sendiri sejak April 2017 lalu juga sudah berupaya mencarikan solusi guna meningkatkan kesejahteraan guru-guru mengaji tradisional tersebut. Kemenag pun memberikan insentif kepada guru mengaji sebesar Rp5 juta setiap guru mengaji tradisional. Program dana insentif untuk guru mengaji tradisional merupakan program pemerintah Jokowi-JK yang dilaksanakan oleh Kemenag pusat dan diteruskan ke pemerintah provinsi hingga kabupaten/kota. "Kami memberikan insentif kepada guru mengaji di daerah sebagai bentuk kepedulian kami terhadap kehidupan keagaamaan di daerah-daerah," kata Sekjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin seperti dikutip dari Republika.co.id, Selasa 4 April 2017.
Jumlah guru mengaji yang mendapatkan uang insentif pun ditentukan oleh pemerintah pusat. Nantinya pemerintah daerah yang menentukan kriteria guru mengaji berhak mendapatkan dana insentif. Pembagian dana insentif di setiap daerah tidak merata jumlahnya. "Kami melihat kebutuhan di masing-masing daerah, biasanya dilihat dari jumlah umat muslim, Jawa Timur yang terbanyak, kemudian Jawa Tengah dan Jawa Barat. Berbeda dengan Sumatera dan Kalimantan yang mendapatkan insentif lebih sedikit,” paparnya. Menurut Amin, keberadaan guru mengaji di daerah sangat penting. Kata dia, generasi muda bukan hanya butuh ilmu pengetahuan saja, tetapi juga ilmu agama yang dimulai dengan mengaji di lingkungan rumah. Amin menargetkan, dana insentif ini dapat meningkat setiap tahun. Kemenag berharap, DPR ke depannya dapat menyetujui penambahan anggaran untuk insentif guru ngaji. Sehingga Kemenag pusat dapat memenuhi permintaan sesuai kebutuhan setiap daerah. Tak hanya guru mengaji, Kemenag juga mengalokasikan dana insentif untuk majlis taklim dan penyuluh non PNS. Selain dana insentif, melalui penyuluh, guru mengaji juga mendapatkan pelatihan, dan pengembangan ilmu agama Islam.
Untuk menambah jumlah guru mengaji di setiap daerah, biasanya penyuluh di KUA memberikan pelatihan bagi siapapun yang ingin menjadi guru mengaji. Kriteria pertama, guru mengaji harus bisa mengajarkan mengaji Alquran, setelah itu pengembangan keilmuannya menjadi tugas penyuluh. Nah, bagaimana dengan Pemprov Sumbar? Apakah tidak ingin mensejahterakan guru-guru mengaji seperti yang dilakukan pihak Kemenag tersebut? Menurut penulis, sudah saatnya Pemprov Sumbar memberikan perhatian maksimal kepada guru-guru mengaji di Ranah Minang tercinta ini. Pemprov Sumbar bisa saja mengajukan anggaran puluhan atau ratusan miliar di APBD. Karena untuk mendidik seseorang bisa hafal Al-Qur’an dan mengerti ilmu agama Islam lainnya tidaklah mudah. Butuh orang-orang yang ahli di bidangnya. Guna menghargai keahlian khusus itu wajar para guru ngaji itu dibayar mahal. Penulis yakin, bila guru-guru mengaji sudah mendapatkan kesejahteraan yang maksimal dari pemerintah daerah tentu mereka akan lebih fokus dan mengajarkan ilmunya dengan maksimal pula. Sehingga, generasi harapan bangsa yang berkualitas dan memiliki iman yang kuat dapat kita raih di masa mendatang. Semoga terwujud. (*)