Inflasi dan Pembangunan Daerah

Inflasi dan Pembangunan Daerah

Berita Utama Drs. AKRAL, MM(Diskominfo) 09 Agustus 2017 19:09:22 WIB


Oleh: Irwan Prayitno


Salah satu tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Republik Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD NRI tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka tujuan tersebut maka dalam aturan hidup bernegara dibentuklah undang-undang yang merupakan turunan dari undang undang dasar. Satu di antaranya adalah UU tentang Pemerintahan Daerah yang di dalamnya berisi kewenangan yang diurus pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.

Ketika momentum reformasi dirasa perlu memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, di mana sebelumnya jalannya roda pemerintahan berjalan terpusat. Dengan adanya kewenangan daerah mengatur dirinya diharapkan pembangunan di daerah akan bisa lebih cepat mensejahterakan masyarakat dan mampu menyerap aspirasi masyarakat yang berkembang.

Namun demikian meskipun sudah ada otonomi daerah, beberapa kewenangan tetap masih dipegang oleh pemerintah pusat atau instansi pusat. Di bidang ekonomi, hal yang sama terjadi pula. Misalnya saja pengaturan harga komoditi strategis yang bisa memicu inflasi atau kenaikan harga secara umum.

Sebagai contoh jika terjadi kenaikan harga BBM, maka otomatis harga barang dan jasa di seluruh provinsi akan naik. Karena kebijakan kenaikan harga BBM ini adalah otoritas pemerintah pusat maka bagi pemerintah daerah harus bisa melakukan antisipasi sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.

Demikian pula dengan pencabutan subsidi listrik karena dianggap tidak tepat sasaran. Meskipun ini adalah kewenangan pemerintah atau instansi pusat, masyarakat akan menuntut penurunan tarif kepada pemerintah daerah. Dan yang juga masih hangat untuk konteks Sumatera Barat (Sumbar) adalah harga tiket pesawat yang mahal di momen Idulfitri. Kenaikan harga tiket pesawat ini menyumbang angka inflasi cukup tinggi yaitu 0,66 persen pada bulan Juli 2017.

Bagi pemerintah daerah, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, inflasi perlu dikendalikan. Hal ini dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat agar pendapatan mereka tidak tergerus oleh inflasi.  

Pendorong naiknya inflasi di Sumbar adalah tingginya permintaan komoditi yang khas, yang mungkin berbeda dengan daerah lain. Di antaranya jengkol, beras, bawang merah dan cabai merah. Karena komoditi tersebut memang yang disukai kebanyakan masyarakat. Alhamdulillah harga-harga komoditi ini pada tahun 2017 bisa dikendalikan sehingga harganya yang tinggi bisa diturunkan. Sehingga kontribusinya terhadap inflasi juga kecil.  

Inflasi pada bulan Juni 2017 (Ramadhan dan Idulfitri) di Sumbar angkanya 0,32 persen, turun cukup jauh dibanding momen yang sama pada 2016 yaitu 1,52 persen. Inflasi bulan Juni 2017 ini berada di urutan ketiga terendah provinsi se Indonesia setelah Sumatera Utara dan Riau. Inflasi di Sumbar untuk bulan Juni 2017 angkanya juga lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 0,69 persen.  

Untuk mengendalikan inflasi, pemerintah daerah  telah membentuk Tim Pengendali dan Pemantau Inflasi Daerah (TPID). Dengan adanya TPID ini, pengendalian inflasi semakin baik. Bahkan dibentuknya satgas pangan dari kepolisian juga membantu pengendalian harga, karena efektif mampu mencegah terjadinya penimbunan barang, monopoli, dan menaikkan harga sesukanya yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga.

TPID juga melakukan berbagai usaha untuk mengendalikan inflasi. Di antaranya melakukan operasi pasar jika teridentifikasi harga naik. Di samping itu juga dilakukan pembagian bibit cabai kepada masyarakat melalui pelajar dan ibu rumah tangga. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) juga digencarkan pembentukannya. Pembangunan gedung pengendalian inflasi juga direncanakan untuk mengatur harga komoditi.

Dari sisi produksi atau di hulu, untuk meningkatkan pasokan beras banyak program yang dibuat oleh pemerintah daerah seperti cetak sawah, perbaikan irigasi, pemberian benih, penyuluhan dan pemberian alat pertanian. Sementara di hilir, pemerintah daerah membuat program Toko Tani Indonesia, Lembaga Distribusi Pangan dan BUMD di bidang perdagangan untuk memperlancar distribusi barang kebutuhan pokok.

Untuk mengurangi permintaan yang tinggi terhadap beras, pemerintah daerah melakukan sosialisasi diversikasi pangan dengan mengajak masyarakat mengganti atau mengurangi makan dengan jenis makan lain. Pengganti beras di antaranya ubi dan pisang. Hal ini turut berperan mengurangi permintaan akan beras.

Dengan seringnya terjadi cuaca ekstrim, maka penanaman cabai diatur dengan pola tanam yang mengikuti cuaca sehingga cabai bisa dipanen. Bulog juga berperan dalam penyediaan cabai ini dengan menyediakan stok cabai. Sementara untuk jengkol, dilakukan pemberian benih kepada masyarakat untuk ditanam di hutan agar bisa tetap terpelihara ketersediaannya.

Selain itu, kami telah menyurati Garuda dan Kementerian Perhubungan terkait mahalnya tiket pesawat Garuda. Alhamdulillah, Menteri Perhubungan menyatakan akan menurunkan batas atas harga tiket pesawat.

Di samping mengendalikan inflasi agar ekonomi masyarakat secara umum juga stabil, pemerintah daerah juga memperhatikan masalah pertumbuhan ekonomi. Jika inflasi sudah bisa dikendalikan, maka harapannya pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat.

Beberapa komponen yang cukup mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sumbar di antaranya adalah konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah dan investasi serta ekspor. Dari sisi pemerintah daerah, kami selalu berusaha agar anggaran bisa terserap maksimal. Dan untuk yang harus segera disalurkan maka diusahakan segera dipercepat. Misalnya seperti dana BOS, dan dana untuk fakir miskin, anak yatim dan yang sejenis. Berdasarkan data BPS Sumbar, konsumsi pengeluaran pemerintah adalah salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Sumbar.

Sementara itu dari sisi konsumsi rumah tangga, naik turunnya dipengaruhi dari pekerjaan utama kebanyakan masyarakat. Di Sumbar mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani. Sebagian bekerja sebagai petani sawit dan karet. Jika harga komoditas tersebut di pasar dunia tinggi maka pendapatan dan konsumsi rumah tangga mereka akan naik. Sawit dan karet adalah komoditi ekspor Sumbar. Membaiknya harga di pasar internasional akan berdampak kepada meningkatnya ekspor komiditi tersebut.  

Sementara petani di sektor lain selama ini senantiasa mendapat perhatian dari pemerintah karena merupakan komoditi strategis dalam negeri. Seperti petani padi dan juga hortikultura, di mana Sumbar mendapat target tertentu dari pemerintah pusat untuk penyediaan beras dalam rangka menjaga ketahanan pangan.

Dalam hal ini pemerintah daerah juga melakukan koordinasi (sosialisasi, perencanaan, dan lain-lain), monitoring luas tanam, luas panen, dan produksi. Dan juga mengamankan produksi pangan dari hama dan penyakit.  Di samping itu juga turut memperlancar distribusi antar wilayah dan juga mengamankan jalur distribusi. Terganggunya hal ini akan berakibat kepada penghasilan petani dan juga menaikkan inflasi. Dengan seringnya terjadi cuaca ekstrim di Sumbar memang menyebabkan beberapa komoditi menjadi sulit ditanam.

Bank Indonesia perwakilan Sumbar juga sudah turut berpartisipasi langsung di bidang pertanian ini karena melihat perlunya mendukung sektor riil dengan memberdayakan SDM petani. Demikian pula dengan otoritas jasa keuangan (OJK) yang melihat pentingnya membantu petani untuk meningkatkan produksinya serta pendapatannya.

Jika melihat struktur perekonomian Sumbar menurut lapangan usaha, yang terbesar di antaranya adalah pertanian, kehutanan, perikanan, perdagangan besar-eceran, reparasi mobil-sepeda motor, transportasi dan pergudangan besar, industri pengolahan, dan administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib.

Sementara dari sisi investasi pemerintah daerah telah mempermudah investor untuk masuk ke Sumbar. Namun demikian investasi yang bisa masuk ke Sumbar juga sesuai dengan kondisi yang ada. Seperti investasi di bidang energi, khususnya energi terbarukan seperti panas bumi yang memiliki 16 titik setara 1.600 megawatt. Dan juga energi air (PLTM dan PLTMH, ratusan titik). Dan yang saat ini juga semakin gencar adalah investasi di bidang pariwisata. Bidang perikanan (perikanan tangkap dan budidaya ikan) pun memiliki peluang investasi yang bagus saat ini.  

Investasi yang cenderung padat karya sulit berkembang di Sumbar karena secara umum masyarakat di Sumbar tidak menyukai pekerjaan sebagai buruh pabrik dengan gaji setara upah minimum regional (UMR).

Pertumbuhan ekonomi Sumbar yang relatif baik juga didukung dengan indeks pembangunan manusia (IPM) di mana selama ini Sumbar berada di jajaran sembilan besar provinsi se Indonesia. Porsi anggaran untuk bidang kependudukan ini yang di antaranya meliputi pendidikan dan kesehatan juga menjadi perhatian kami di pemprov.

Penutup

Sumbar berada wilayah pantai barat Sumatera. Lokasi yang kurang strategis secara ekonomi dibanding pantai timur Sumatera. Topografi wilayah terdiri dari pegunungan, bukit, lembah dan hutan serta rentan bencana. Dari sisi pendapatan asli daerah pun tidaklah besar. Namun demikian ini tidak menghalangi kami untuk bersungguh-sungguh mensejahterakan masyarakat dengan menyesuaikan kebijakan dan program pembangunan berdasarkan situasi dan kondisi yang ada.

Secara umum, keberhasilan dan kerja keras dalam mengendalikan inflasi secara bersama diiringi kesungguhan dan kekompakan semua elemen dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berdampak positif bagi masyarakat, adalah solusi riil yang bisa mensejahterakan masyarakat.   

Dengan falsafah hidup masyarakat “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”, pembangunan di Sumbar untuk menuju masyarakat Sumbar yang madani dan sejahtera senantiasa mengacu kepada pesan yang tertuang dalam ajaran Islam dan memfokuskan kepada masyarakat selaku subjek sekaligus objek pembangunan. Sehingga kemajuan yang diperoleh tidak selalu berupa kemodernan semata, akan tetapi berupa kenyamanan masyarakat dalam menjalani hidupnya.
(Tulisan yang sama Republika 090817) (by. Akral)