Presiden Apresiasi Tanah Ombak
perpustakaan ROMI ZULFI YANDRA, S.Kom(Dinas Kearsipan dan Perpustakaan) 08 Mei 2017 13:01:15 WIB
Presiden Joko Widodo, Selasa 2/5/2017, bertemu dengan para pegiat literasi di Itana Negara, Jakarta. Pertemuan tersebut digelar bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Di antara tamu Kepala Negara setidaknya ada dua dari Padang, Yusrizal KW dan Suhendri dari komunitas Tanah Ombak dan Pustaka Vespa Puruih Padang.“Iya kami diundang Pak Presiden,” kata Yusrizal KW, kemarin.
Menurut dia, negara mengapresiasi Tanah Ombak sebagai sebuah bentuk pegiat literasi.Sebagai seorang Kepala Negara yang memberikan perhatian besar pada budaya membaca masyarakatnya, pertemuan dengan para pegiat literasi tersebut disambut dengan suka cita. Apabila ketika mendengar upaya upaya yang mereka lakukan untuk menumbuhkan minat baca anak-anak Indonesia.
“Senang sekali, berbahagia sekali, pada siang hari ini saya bisa bertemu dengan bapak/ibu , dengan saudara-saudara sekalian yang saya sudah mendengar beberapa kisah perjuangan semuanya terutama dalam mendorong membuat masyarakat kita menjadi lebih pintar, lebih cerdas, dan lebih terbuka wawasannya dengan cara-cara memberikan bacaan, membaca buku. Saya kira ini sebuah kegiatan yang memang di tempat mana pun sangat diperlukan oleh anak-anak kita,” ujar Presiden.
Dalam acara pertemuan itu, turut dihadirkan di halaman Istana Negara kendaraan-kendaraan yang telah di modifikasi sedemikian rupa sehingga mampu menjadi sebuah perpustakaan keliling yang menjajakan buku-buku untuk dapat dibaca anak-anak. Presiden Jokowi sendiri terkesan dengan kreativitas yang ditunjukkan para pegiat itu.
Saya senang sekali bahwa cara-cara penyampaian buku-buku itu ada yang lewat perahu, ada yang naik bemo, ada yang kuda, adayang jualan jamu, ada yang apa lagi? Macam-macam saya dengar. Sangat bagus sekali karena ini memang diperlukan sekali karena tidak hanya masalah akses pendidikan pada anak-anak kita tetapi bahwa akses terhadap buku-buku bacaan ini sangat penting,”ucapnya.
Presiden pun ingin mendengar langsung dari para pegiat mengenai upaya upaya yang telah mereka lakukan selama ini. Baginya kisah mereka itu dapat menjadi senuah inspirasi bagi pegiat-pegiat lainnya.
“Ini saya kira menjadi sebuah perjuangan yang harus diangkat sehingga tidak hanya seribu, tetapi bisa nanti berlipat-lipat sehingga anak-anak nanti betul-betul memiliki sebuah kesempatan membaca,”kata Presiden.
Ia juga menjanjikan kepada para pegiat untuk tambahan buku-buku untuk memperkaya koleksi bacaan yang mereka miliki.”Sepulang ini nanti saya juga minta Pak Mnteri untuk nanti ditambahi oleh-oleh buku yang sebanyak-banyaknya,”ujarnya.
Misbach Surbakti, seorang guru SMP Asal Monokwari menceritakan pengalamannya mengapa ia menjadi pegiat literasi. Bermula dari kemampuan membaca yang sangat rendah dari siswa baru SMP, Misbach mengajak guru-guru untuk keluar masuk kampung dengan membawa buku di dalam noken (kantung).
Harapannya membawa dampak pada anak-anak. Tanpa maksud mengajari dan menyalahkan siapapun. Sebab kalau hanya meencari siapa yang salah seperti mengurai benang kusut yang sudah puluhan tahun,”ucap Misbach.
Upaya yang dilakukan adalah mendekati anak-anak di tempat bermainnya agar mereka mau masuk ke perpustakaan. Kini perpustakaan keliling Misbach telah memiliki 3.000 buku.
“Melayani lima distrik dengan berbagai moda angkutan dengan noken dan motor, perahu, kuda,” ujarnya Misbach. Lain lagi cerita Ridwan Sururi, seorang pegiat literasi menggunakan kuda di gunung slamet karena menanjak rute yang dilalui. Semula Ridwan hanya memiliki 30 buku, kini 150-200 buku.
Saat ini tedapat lima kuda, namun kuda-kuda itu hanya titipan dan yang dapat digunakan untuk operasional hanya tiga kuda.
“Kalau pagi saya mengurus kuda dan ngarit (rumput). Siangnya baru mgiter kampung dan ke tempat-tempat pengajian anak-anak,” ucapnya Ridwan.
Selain itu, Presiden yang didampingi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Staf khusus Presiden Sukardi Rinakit, juga menyetujui masukan yang diberikan oleh para pegiat. Sebab, kendala terbesar yang ada selama ini ialah mengenai biaya kirim buku yang dirasa sangat mahal. Untuk itu, pemerintah akan menyediakan satu hari khusus dimana biaya pengriman buku pada hari khusus tersebut akan dibebaskan.
TANAH OMBAK
Tanah Ombak merupakan komunitas ruang baca asuahan Yusrizal KW dan Suhendri sejak tahun lalu. Belakangan muncul pustaka vespa yang tampil meriah. Yusril KW dan Suhendri, telah berusaha ”mendidik“ anak-anak pantai. Tanah Ombak terletak di Puruih Padang Sumatera Barat, di kawasan kumuh.
Saat terjadi gempa besar di padang tahun 2009 banyak rumah rusak dan hancur. Pemerintah Daerah membangun rumah susun di balik kampung nelayan itu. Namun tidak semua bersedia pindah, karena kegiatan fisik mereka membutuhkan kedekatan dengan arena mata pencarian. Mereka harus dekat dengan perahu, peranti mencari ikan, dan laut. Meskipun jarak rumah susun itu hanya ratusan meter dari pantai, nnamun mereka menolak naik-turun tangga bagi yang mendapat tempat dilantai dua, tiga, dan seterusnya. Mereka memerlukan tempat terbuka dan kemudahan bergiat, sementara petak-petak dalam rumah susun itu kurang cocok. Dikawasan yang kumuh itulah mereka merasa lebih nyaman.
Kedua orang ini ingin anak-anak nelayan itu cinta membaca dan seni. Maka diajarilah teater, foklore dan kemudian membaca. Maka datanglah najwa shihab maka makin hebohlah Tanah Ombak. Lalu diundang presiden pula.
Asalnya Oktober 2015, Suhendri meminta izin kepada mertuanya yang tinggal di situ, agar rumahnya dijadikan sanggar. Demi tujuan baik itu, permintaan Suhendri dipenuhi. Sejak itu ada ruangan seluas 5 X 7 meter dijadikan tempat serbaguna. Merapat ke dinding terdapat rak-rak buku.
Lalu sanggar itu makin elok. Makin makin banyak anak-anak yang belajar disana dan kian terkenal ada sehari, maka akan berpengaruh besar untuk seratus tahun kedepan. Untuk itu, sangat penting kesejahteraan guru honorer ini ditingkatkan. PGRI menginginkan pemerintah daerah hingga pemerintah membantu menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru honorer ini.
“Coba pikirkan, kalau pendidikan tersendat satu hari, karena satu hari semua guru serentak tidak mengajar dampaknya sangat bersar terhadap para pelajar yang merupakan generasi bangsa. Tak ada guru maka proses belajar akan terganggu,” jelasnya.
Sementara itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutan tertulis dibacakan Wakil Gubernur Nasrul Abit menegatakan tema Hardiknas 2017 adalah “ percepatan pendidikan yang merata dan berkualitas”
Percepatan pendidikan itu tidak dilepaskan dari konsep “ Laku Telu” yang diapungkan Ki Hajar Dewantara yaitu “Ing Ngarso sung tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.”
Frasa bahasa jawa itu berarti apabila didepan memberi teladan, ditengah memberi ilham dan dibelakang memberi dorongan. Ia juga mengingatkan pentingnya pendidikan karakter untuk membangun pondasi pendidikan dalam Kerangka Reformasi Pendidikan Nasional.
sumber : Harian Singgalang, 3 Mei 2017