Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Tenaga Kerja () 02 Mei 2017 08:31:53 WIB
Dalam pergaulan internasional, pasar kerja Indonesia dapat diisi oleh pekerja dari negara lain yang biasa disebut dengan istilah Tenaga Kerja Asing (TKA). Meski demikian, pengisian jabatan pekerjaan oleh pekerja asing ini sifatnya terbatas dan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang ketat sebagai bentuk pengendalian agar tidak merugikan kepentingan nasional. Akhir-akhir ini keberadaan TKA mendapatkan sorotan nasional. Ini terjadi karena ditemukan pekerja asing dari Tiongkok yang illegal di beberapa daerah. Kondisi ini memunculkan pertanyaan, sejauhmana upaya pemerintah dalam melakukan pengendalian penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia. Tulisan ini akan membahas secara sekilas mengenai peraturan dan kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan; sejauhmana wewenang yang dimiliki oleh instansi yang membidangi teknis ketenagakerjaan di daerah dan apa saja sanksi yang diberikan kepada pengguna TKA yang tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan.
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, beberapa pasal dikhususkan mengatur mengenai penggunaan TKA di Indonesia, diantaranya Pasal 42 ayat (1) Setiap Pemberi Kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki Izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk ; Pasal 42 Ayat (2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing ; Pasal 42 Ayat (4) Tenaga kerja asing dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu; Pasal 43 ayat (1) Setiap pemberi kerja yang menggunakan TKA wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Menteri (dikecualikan instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing); Pasal 44 ayat (1) Pemberi kerja wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku ; Pasal 45 ayat (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib : Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keterampilan dari tenaga kerja asing; dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing; Pasal 46 ayat (1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu; Pasal 47 ayat (1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya (100 USD /orang /bulan berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2012 merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak - PNBP); Pasal 48 Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.
Berdasarkan pasal-pasal dari UU No. 13 Tahun 2003 tersebut dapat disimpulkan beberapa prinsip dalam pengendalian penggunaan TKA. Pertama adalah Legal dimana setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA harus memiliki ijin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk. Ijin yang dimaksud adalah Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Untuk mendapatkan IMTA, sponsor/ pemberi kerja terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemohon harus mengisi formulir secara lengkap berupa isian identitas pemberi kerja, jabatan yang akan diduduki TKA, jumlah TKA yang akan dipekerjakan, besaran upah yang dibayarkan kepada TKA, uraian jabatan dan syarat jabatan yang diduki TKA, jangka waktu penggunaan TKA, lokasi kerja TKA, penunjukan TKI pendamping, dan rencana pendidikan dan latihan yang akan diberikan kepada TKI pendamping.
Prinsip Kedua adalah Sponshorship dimana pemberi kerja orang perorangan dilarang mempekerjakan TKA. Pemberi kerja kepada TKA harus berbadan hukum. Dalam pengajuan RPTKA, selain mengisi formulir, pemberi kerja juga wajib menunjukkan surat ijin usaha dari instansi yang berwenang, akta dan keputusan pengesahan pendirian/ perubahan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, bagan struktur organisasi, keterangan domisili kegiatan perusahaan dari pemerintah setempat, NPWP pemberi kerja TKA.
Ketiga, Selektif dimana TKA dipekerjakan dalam hubungan kerja dalam jabatan tertentu dan waktu tertentu. Sebelum permohonan RPTKA disahkan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian Ketenagakerjaan wajib melakukan penilaian kelayakan permohonan RPTKA. Ini dilakukan dalam rangka untuk melindungi kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Jabatan-jabatan dalam perkerjaan yang dapat dan tidak dapat diduduki oleh TKA juga sudah diatur dalam beberapa Keputusan Menteri. Jika ada jabatan baru yang merupakan konsekuensi dari adanya perkembangan teknologi dan jabatan ini belum diatur dalam peraturan menteri dapat atau tidaknya untuk diduduki oleh TKA maka diperlukan pertimbangan teknis dari instansi terkait.
Keempat, Security, Penggunaan TKA harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan menyangkut berbagai asas agar keberadaan TKA tidak akan menganggu ketertiban dan keamanan serta tidak membahayakan kepentingan negara dan masyarakat. Penilaian ini dilakukan oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham berkoordinasi dengan instansi terkait (POLRI, BIN).
Pengawasan Penggunaan TKA dan Sanksi
Kewenangan pengawasan penggunaan TKA di perusahaan ada pada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 60 Permenakertrans No.16/2015 yang berbunyi: "Pengawasan terhadap pemberi kerja TKA dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." Ada kalanya kontrol/inspeksi/pengawasan ini dalam praktiknya dilakukan secara teamwork antara lain yang terdiri dari unsur pengawas ketenagakerjaan, imigrasi, kementerian luar negeri, dan kepolisian.
Di daerah, Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan ada di Dinas yang membidangi ketenagakerjaan tingkat Provinsi. Dalam pengawasan penggunaan TKA, pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan beberapa tahapan yaitu Preventif Edukatif, Represive Non Justicia, Represive Pro Justicia.
Sosialisasi norma penggunaan TKA kepada perusahaan pemberi kerja / sponsor merupakan upaya preventif edukatif. Pegawai Pengawas juga melakukan pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan secara rutin terhadap perusahaan yang mempekerjakan TKA dan tempat-tempat lain yang diduga terdapat TKA yang melakukan pekerjaan di Indonesia. Dalam melaksanakan Pengawasan terhadap Penggunaan TKA, pegawai Pengawas fokus pada : Aspek Administratif dan Aspek Teknis. Aspek Administratif yaitu kelengkapan administrasi antara lain: RPTKA, IMTA, SK Penunjukan TKI Pendamping, DKP-TKA, Passport & Ijin Tinggal Terbatas (ITAS), Silabus Diklat Pendampingan, Laporan Realisasi Pelaksanaan Diklat, ijazah & sertifikat kompetensi/pengalaman kerja TKA. Kedua, Aspek Teknis, yaitu kesesuaian antara dokumen dan pelaksanaan di lapangan: jabatan IMTA sesuai pekerjaan, lokasi kerja TKA, masa berlaku IMTA, pelaksanaan alih teknologi, pengambilan keterangan dari TKA yang dituangkan dalam BAP Non Justicia, pengambilan keterangan dari pimpinan perusahaan yang dituangkan dalam BAP Non Justitia, pengambilan keterangan dari TKI pendamping yang dituangkan dalam BAP Non Justicia. Tindak lanjut dari hasil Pemeriksaan Norma Penggunaan TKA meliputi : Pertama, Nota Pemeriksaan tentang Temuan di lapangan berupa pelanggaran, ketentuan yang dilanggar, langkah perbaikan, batas waktu perbaikan, dan kewajiban melapor secara tertulis. Kedua, jika Nota Pemeriksaan Pertama tidak dipatuhi, Pengawas mengeluarkan Penegasan Nota Pemeriksaan dengan diberikan batas waktu. Ketiga, selama proses pemeriksaan belum tuntas, Pengawas dapat meminta kepada Unit yang mengeluarkan perizinan untuk menghentikan sementara proses pelayanan perizinan. Keempat, jika perusahaan melanggar persyaratan dalam IMTA, Pengawas dapat merekomendasikan kepada Unit yang mengeluarkan perijinan agar IMTA dicabut. Kelima, jika Nota Pemeriksaan tidak dilaksanakan maka Dinas dapat merekomendasikan kepada Ditjen Imigrasi/Kantor Imigrasi (Kanim) setempat agar dilakukan tindakan keimigrasian terhadap TKA. Keenam, jika perusahaan telah diberikan pembinaan sebagaimana dimaksud tetapi perusahaan tetap tidak patuh dan pelanggaran yang dilakukan ada sanksi pidananya maka Pengawas Ketenagakerjaan selaku PPNS melakukan tindakan Represif Justicia/Penyidikan sesuai peraturan. Kemudian melaporkan hasil Pemeriksaan Norma Penggunaan TKA kepada Menteri Ketenagakerjaan serta langkah-langkah yang telah dilakukan sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Sanksi kepada pemberi kerja TKA yang melanggar aturan dan ketentuan dalam pengendalian penggunaan TKA diatur dalam Pasal 185, Pasal 187 dan Pasal 190 UU No. 13 Tahun 2003. Mulai sanksi berupa teguran oleh pejabat yang berwenang, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan ijin, sampai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) tergantung tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh pemberi kerja/ sponsor TKA.
Diharapkan, pembahasan terbatas ini dapat memberikan gambaran secara sekilas tentang seluk beluk kebijakan pengendalian penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia. Semoga dengan penguatan kebijakan dalam penggunaan TKA ini semakin mempersempit celah pengguna TKA untuk berbuat curang sehingga tidak merugikan kepentingan nasional kita.
Berita Terkait Lainnya :
- Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
- Program Peningkatan dan Pembangunan Jalan dan Jembatan
- Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Menurut Jabatan di Sumatera Barat
- Wagub Nasrul Abit : Pembangunan Mentawai Untuk Anak Cucu
- Permendagri Dicabut, Gangguan Kekurangan Yodium Urung Diperdakan