Menggugah Pendidikan yang Prorakyat

Artikel () 23 November 2016 14:31:27 WIB


Menggugah Pendidikan yang Prorakyat

Oleh : Arzil                           

Kepedulian terhadap dunia pendidikan secara penuh melalui kebijakan pemerintah secara menyeluruh dan merata di seluruh Indonesia, masih didengungkan berbagai pihak serta pemerhati pendidikan di Negara ini. Terutama sekali bagi psengembangan dan pembangunan infrastruktur pendidikan, di daerah tertinggal dan jauh dari Ibu Kota.

Sejalan dengan itu, pemerintan pun juga harus memerhatikan kesejahteraan guru yang bekarya di daerah terdepan, terpencil dan terluar tersebut. Karena hingga saat ini kita masih mendengar pendidikan pada daerah yang disebutkan tadi, jauh dari kondisi ideal.

Selain itu, memeratakan pendidikan hingga ke seluruh anak bangsa. Minimal hingga ke jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Sebisa mungkin anak-anak tak mampu dibebaskan secara total dari biaya pendidikan.

Diakui bersama, bila peningkatan kualitas pendidikan hanya ditafsirkan dengan meningkatkan kesejahteraan guru, tentu sia-sia belaka. Jika itu terjadi, niscaya kualitas pendidikan sulit meningkat. Tak pelak, keadaan pun terus seperti saat ini, maju tidak-mundur tidak.

Coba bayangkan, bila infrastruktur pendidikan, misalnya gedung sekolah di suatu daerah rusak dan tak layak huni, tentu guru tak bisa mengajar secara optimal. Begitu pula para siswa tak bisa belajar dengan tenang dan maksimal. Mungkin mereka takut tiba-tiba gedung itu roboh dan menimpa mereka. Itu tentu memengaruhi kualitas siswa yang dihasilkan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, harus disusun kebijakan yang terintegrasi dan terarah. Selam ini, pemimpin negara acap menyusun kebijakan di dunia pendidikan secara instan dan tak saling terkait. 

Akibatnya, guru dan siswa bingung. Yang paling fatal, saat pemerintah mengganti-ganti kurikulum pendidikan nasional dalam waktu singkat. Yang terakhir, belum genap dua tahun kurikulum berbasis kompetensi (KBK) berjalan sudah diganti kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dan permasalahan lainnya yang perlu diurai satu-satu. 

Coba bayangkan, bila infrastruktur pendidikan, misalnya gedung sekolah di suatu daerah rusak dan tak layak huni, tentu guru tak bisa mengajar secara optimal. Begitu pula para siswa tak bisa belajar dengan tenang dan maksimal. Mungkin mereka takut tiba-tiba gedung itu roboh dan menimpa mereka. Itu tentu memengaruhi kualitas siswa yang dihasilkan.

Berangkat dari sejumlah permasalahan yang disebutkan di atas, pendidikan di daerah 3T perlu dikelola secara khusus dan sungguh-sungguh supaya bisa maju sejajar dengan daerah lain. Hal ini bisa terwujud bila ada perhatian dan keterlibatan dari semua komponen bangsa ini, baik yang ada di daerah maupun di pusat.

Selain itu, kebijakan pembangunan pemerintah daerah dan pusat memperioritaskan daerah 3T itu.  Menteri Pendidikan Nasional menegaskan daerah 3T memiliki peran strategis dalam memperkokoh ketahanan nasional dan keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia, (Juknis SM-3T).

Sekolah-sekolah di daerah terpencil tidak memberikan kontribusi bagi investasi politis dan ekonomi, tetapi pendidikan di daerah-daerah terpencil berkontribusi bagi pembentukan karakter manusia Indonesia yang berkualitas kedepan. (***)