UMP Bisakah Menjamin Buruh?

Artikel () 23 November 2016 13:50:31 WIB


UMP Bisakah Menjamin Buruh?

Oleh : Arzil

Buruh merupakan profesi yang dari dulu selalu memunculkan pembicaraan yang menarik untuk diikuti, dan arah dari semua pembicaraan tersebut adalah mengenai ketidakadilan dan ekploitasi, serta perjuangan untuk mendobrak itu semua.

 

Di sisi lain, buruh merupakan salah satu pilar perekonomian negara. Jumlah buruh di tanahair ini sangat banyak, ini merupakan potensi besar sebagai agen perubahan sosial. Analisis yang berkembang, pemerintah tampaknya tidak menempatkan apresiasi yang tinggi terhadap kondisiburuh

                                             

Dari kajian Grendi Hendrastomo pada jurnalnya berjudul “Menakar Kesejahteraan Buruh: Memperjuangkan Kesejahteraan Buruh diantara Kepentingan Negara dan Korporasi”, kondisi buruh akan membaik (sejahtera) jika keadaan fisik buruh baik, maka kinerjanya akan baik, maka upah akan meningkat,kebutuhan terpenuhi, dan buruh menjadi sejahtera. Hal kedua, disamping gaji pokok, tunjangan buruh juga perlu diperhatikan.

 

Faktor ketiga yakni menyangkut kenyamanan dan ketentraman beberapa fasilitas yang ditujukan untuk buruh. Kemudian, adanya jaminan sosial bagi buruh yang berjalan baik. Sementara, faktor lainnya yang juga perlu dipertimbangkan

 

Upah minimun regional (UMR) terbaru yang kerap kali ditetapkan jelang tiap akhir tahun oleh pemerintah, harus punya peran besar untuk menentukan besaran UMR untuk tahun mendatang. Sebab ini menyangkut adanya jaminan sosial serta jaminan kesejahteraan bagi para buruh.

 

Serta faktor lainnya yang menjadikan para buruh kita ini bisa meningkatkan posisi tawar buruh di hadapan majikan para buruh. Terpenting lagi, para buruh mengharapkan Pemerintah menjadi penengah yang netral antara kepentingan pemilik modal dengan buruh.

Permintaan para buruh itu berangkat dari penjelasan yang pernah disampaikan Wakil Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Seluruh Indonesia, Rakhmat Saleh bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan menguntungkan pengusaha dan investor. Sebab menawarkan kestabilan buat mereka menentukan upah.

Sedangkan bagi buruh, aturan itu jadi musibah di tengah musibah. Sebab aturan itu mengatur kenaikan upah hanya berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Aturan sebelumnya, memasukkan komponen hidup layak dalam hitungan upah.

Sedangkan bagi Ketua Apindo bidang Hubungan Internasional & Investasi, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan justru mengkhawatirkan jika terjadi penolakan dari kalangan buruh tentang penerapan PP Nomor 78 tahun 2015 itu.

Sesuai peraturan tersebut, UMP ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing Gubernur secara serentak pada tanggal 1 November 2016 untuk diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2017. Sedangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) akan ditetapkan dan diumumkan oleh Gubernur selambat-lambatnya 21 November 2016.

Terlepas dari perdebatan diatas, Pemprov Sumatera Barat nyatanya telah menetapkan besaran upah minimum provinsi (UMP) beberapa waktu lalu.Diketahui, sesuai PP Nomor 78/2015 formula penghitungan UMP yaitu UMP tahun depan = UMP tahun berjalan + (UMP tahun berjalan x (inflasi + PDRB)). Saat ini UMP tahun berjalan di Sumbar senilai Rp1.800.725.

 

Sementara dari komponen inflasi yang terjadi, Pemprov Sumbar mengambil patokan pada angka Inflasi nasional sebagai acuan kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) hanya berada pada angka 3,07 persen, sedangkan PDRB mencapai angka 5,17 persen. Artinya, kenaikan UMP Sumbar untuk tahun 2017 hanya mencapai 8,25 persen.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar,Nasrizal pernah mengatakan, berdasarkan angka inflasi nasional berada pada angka 3,07 dan  Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 5,17 persen yang artinya jumlah UMP 2017 mencapai Rp1.949.284.

Sebenarnya, ketika UMR dinaikkan maka yang terjadi adalah naiknya juga harga barang-barang, sehingga seolah akan terjadi efek yang sama terhadap buruh. Intinya, ketika pendapatan buruh naik, harga barang juga akan naik, sehingga untuk menutup belanja rumah tangga juga akan tetap sama. Bukankah kenaikan UMR akan berdampak pada kenaikan biaya pokok produksi, dan berdampak pada harga pokok penjualan?

 

Nah, pada akhirnya juga akan berdampak pada peningkatan harga jual kan? Kecuali jika perusahaan harus melakukan efisiensi di sektor pengeluaran lainnya. Di sini tentunya pihak manajemen harus secara terus menerus melakukan upaya untuk menentukan strategi perusahaan yang setepat mungkin agar bisa melakukan efisiensi biaya, tenaga, bahan baku, dan input lainnya yang diperlukan dalam aktivitas operasional perusahaan, karena jika tidak, maka perusahaan tidak akan bisa mencapai efektivitas dan produktivitas, serta pofitabilitas. (***)