Hari Menabung Nasional

Hari Menabung Nasional

Artikel () 02 November 2016 19:47:04 WIB


Tanggal 31 Oktober dicanangkan oleh pemerintah sebagai hari menabung. Tak kurang Presiden Joko Widodo pun mengajak masyarakat untuk menabung, sekaligus meminta pihak perbankan untuk menurunkan biaya administrasi tabungan. Permintaan Presiden ini sebenarnya sangat realistis dan dirasakan oleh masyarakat yang penghasilannya pas-pasan. Jika uang mereka ditabung justru akan berkurang karena akan dipotong biaya administrasi. Di samping itu suku bunga tabungan ataupun bagi hasil dari menabung saat ini sangat rendah sehingga tidak memberikan keuntungan riil.

Potensi tabungan masyarakat sebenarnya sangat besar. Namun jumlah penabung belumlah begitu banyak. Potensi tabungan pelajar berjumlah sekitar 44 juta orang. Sedangkan pemuda dan mahasiswa sekitar 55 juta orang. Rasio tabungan terhadap produk domestik bruto masih di bawah 20% (Bisnis Indonesia, 1/11/2016).

Beberapa produk tabungan sebenarnya sudah menerapkan biaya administrasi yang rendah, bahkan ada yang nol. Namun untuk mengetahui hal seperti itu masyarakat atau calon nasabah harus rajin menggali informasi. Informasi yang mudah didapat adalah melalui internet. Masyarakat tinggal mengetik alamat situs bank yang dituju atau melakukan pencarian di mesin pencari dengan menulis kata kunci yang ingin didapatkan informasinya.

Kendala

Kendati sosialisasi ajakan menabung sudah gencar dilakukan, yang namanya kendala memang akan terus ada. Misalnya tawaran kepada nasabah tabungan untuk berinvestasi. Padahal nasabah tabungan belum tentu mau dan punya keinginan untuk berinvestasi. Kadang nasabah tabungan inginnya sederhana saja, mereka lancar dalam menabung maupun menarik dananya tanpa diajak atau ditawarkan untuk berinvestasi.

Ajakan untuk berinvestasi dari pegawai bank justru bisa menjadi blunder karena nasabah yang sudah ada akan merasa tidak ada kenyamanan ketika mereka datang ke bank. Baru sedikit saja dana mereka bertambah maka langsung diajak bahkan setengah dipaksa untuk berinvestasi. Di sini bank harus tegas memposisikan dirinya. Apakah memang ingin memberikan kenyamanan kepada nasabah dalam menyetor dan menarik dananya atau memang berkomitmen memberikan sedikit gangguan kepada nasabah berupa tawaran berinvestasi.

Sebagian nasabah bank kadang tidak mempersoalkan kecilnya bunga atau bagi hasil sehingga tidak relevan untuk diajak berinvestasi agar mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibanding bunga atau bagi hasil.

Kendala lainnya dalam mendapatkan nasabah tabungan adalah beredarnya berbagai berita yang menyudutkan bank. Misalnya saja, baru-baru ini rekening nasabah sebuah bank pemerintah mengalami kehilangan dana. Setelah diselidiki, dana diambil oleh pihak lain melalui ATM. Belum lagi penipuan, baik melalui sms yang dikirim ke ponsel maupun ketika bertransaksi di ATM dengan menempelkan nomor pengaduan pelanggan palsu. Banyaknya berita seperti ini menyebabkan sebagian orang menjadi enggan memiliki tabungan di bank.

Inovasi

Agar tetap selalu menarik, tentunya bank mesti melakukan inovasi produknya. Semakin kompleks kehidupan maka semakin banyak ragam kebutuhan masyarakat yang mesti dijadikan perhatian oleh bank. Bank harus melakukan inovasi agar bisa menjadi bagian dari kehidupan nasabah. Sehingga bank menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengaturan keuangan nasabah.

Inovasi juga harus menjadikan nasabah mendapatkan pelayanan yang baik dari pegawai front office. Karena awal ketertarikan nasabah untuk membuka rekening maupun bertransaksi lainnya adalah keramahan pegawai front office. Saya sering mendapati pegawai front office bank memiliki karakter yang kurang cocok dengan karakter pekerjaan sebagai pegawai front office.

Untuk mendekati calon nasabah, bank sebenarnya juga sudah melakukan inovasi, dan sudah banyak dana yang dikumpulkan dari nasabah baru. Namun secara keseluruhan masih banyak masyarakat yang belum bisa dijangkau oleh bank. Maka inovasi akan tetap menjadi kebutuhan bank untuk merangkul potensi pasar yang masih besar ini.

Inklusi Keuangan

Rasio tabungan nasional terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia baru sebesar 30,87%. Sebenarnya sudah bagus jika dibandingkan dengan Malaysia sebesar 29,8%. Namun perlu mengejar ketertinggalan jika melihat Korea Selatan (35,81%) dan Singapura (46,73%). (Bisnis Indonesia, 31/10/2016). Memang sebenarnya tidak bisa dibandingkan begitu saja antara Indonesia yang berpenduduk besar dan negara kepulauan dengan negara-negara tersebut. namun setidaknya informasi itu bisa menjadi pembanding dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.

Kecenderungan orang Indonesia untuk menabung memang semakin rendah. Hal ini dilontarkan oleh Ketua Dewan Komisioner otoritas jasa keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad yang menerangkan bahwa marginal propensity to save pada tahun 2011 sebesar 0,92, menurun menjadi 0,44 pada tahun 2014. (Bisnis Indonesia, 31/10/2016).

Semoga dengan penetapan Hari Menabung Nasional tanggal 31 Oktober, bisa memacu insan perbankan untuk berinovasi dan mengatasi berbagai kendala guna tercapainya inklusi keuangan di Indonesia. Dalam Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016 tentang strategi keuangan inklusif dinyatakan bahwa pemerintah menargetkan mampu mengejar perkembangan inklusi keuangan pada tahun 2019 menjadi 75%. Sedangkan pada tahun 2014 masih berada pada posisi 36% (Bisnis Indonesia, 31/10/2016). (efs)