SATPOL PP SUMBAR HARUS HUMANIS DAN BERWIBAWA

SATPOL PP SUMBAR HARUS HUMANIS DAN BERWIBAWA

Artikel Admin Satpol PP(Satuan Polisi Pamong Praja) 14 September 2016 21:05:47 WIB


SATPOL PP SUMBAR HARUS HUMANIS DAN BERWIBAWA

Oleh : Novear Amin Ario

1. Latar Belakang

Untuk mewujudkan tata kehidupan masyarakat yang harmonis, beradat dan berbudaya yang berdasarkan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, perlu dijaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dengan adanya Perubahan paradigma dalam penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan dari dilayani menjadi melayani, mengharuskan setiap institusi pemerintah dapat mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi.

Peran Satuan Polisi Pamong Praja semakin strategis dengan dimasukkannya urusan ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat dalam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Hal tersebut membawa konsekuensi tersendiri bagi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja.

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan masyarakat seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi ketenteraman dan ketertiban umum daerah yang kondusif merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya.

Apalagi tantangan tugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kedepan akan semakin berat. Konflik horizontal, konflik vertikal, terorisme, serta berbagai bentuk kejahatan lainnya yang mengancam keselamatan masyarakat dan kekayaan negara harus dapat ditangani secara koordinatif, komprehensif, dan profesional, untuk itu Satpol PP meningkatkan profesionalitas dan disiplin pribadi dalam setiap palaksanaan tugas, dengan mengedepankan sikap etis yang HUMANIS dan BERWIBAWA namun tegas. Hindari tindakan kekerasan, junjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

Pola sikap dan perilaku serta kualitas sumber daya aparatur Satpol PP harus benar-benar diperhatikan sehingga mampu menjalankan tugas, kewajiban, serta kewenangannya yang secara tegas telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian kehadiran Satuan Polisi Pamong Praja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat benar-benar dapat dirasakan di seluruh lapisan masyarakat.

 

2. Pemberitaan Yang Tidak Berimbang

Sering kali kita melihat dan mendengar melalui pemberitaan di mass media, baik cetak maupun elektronik, dengan menampilkan aksi-aksi Satpol PP yang terkesan arogan saat menjalankan penertiban. Apalagi berita di televisi kerap menyiarkannya Satpol PP yang selalu berada digaris terdepan ketika Peraturan Daerah (Perda) ditegakkan. Namun, tak jarang, kala menjalankan tugas, personil Satpol PP dihadapkan pada situasi dilematis, di satu sisi peraturan mesti ditegakan, tapi disisi lain, pelanggar yang hendak ditertibkan kebanyakan masyarakat kelas bawah.

Sangat miris sekali kalau kita lihat tayangan televisi, mengenai sepak terjang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang selalu menjadi topik hangat untuk dibicarakan, hal ini disebabkan Satpol PP merupakan unsur terdepan dalam menjaga amanat dari Peraturan Daerah dan secara langsung selalu bersentuhan dengan masyarakat. Pemberitaan mengenai penggusuran, penindakan para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Pengemis, Gelandangan serta Orang Terlantar (PGOT) di lapangan selalu berakhir dengan pembentukan opini yang negatif pemberitaan yang tidak berimbang yaitu sebuah opini yang selalu memihak kepada pihak lemah tanpa memperhatikan duduk permasalahannya. Kondisi ini tentu harus diperbaiki dan dicermati secara seksama oleh pihak yang terkait, sehingga citra dari Satpol PP di mata masyarakat menjadi organisasi yang disegani dan di hormati bukan organisasi yang melakukan kekerasan pada saat penertiban.

Selama ini di mata sebagian masyarakat, Satpol PP identik dengan pembongkaran bangunan-bangunan liar, pengusiran dan penggusuran pedagang kecil, sehingga kesan yang didapat masyarakat bahwa keberadaan Satpol PP ini sebagai musuh masyarakat. Padahal, Satpol PP bertindak dengan berlandaskan aturan (seperti peraturan daerah) yang mana di satu sisi untuk menciptakan ketertiban yang merupakan hak masyarakat luas namun dengan terpaksa melakukan penertiban kepada masyarakat yang melanggar aturan tersebut. Dan tidak semuanya dilakukan dengan pemaksaan atau kekerasan. Banyak contoh yang telah dilaksanakan oleh Satpol PP Provinsi Sumatera Barat, seperti penertiban Fly Over Kelok Sembilan di Kabupaten Limapuluh Kota perlu jadi contoh oleh daerah lain. Dengan cara duduk bersama masyarakat disekitarnya dan sekaligus mesosialisasikan kepada 140 pedagang dengan memberikan pengertian untuk tidak berjualan disekitar atau dilingkungan jembatan kelok sembilan dengan menyampaikan sebab-akibat apabila masyarakat masih berjualan. Setelah diberikan pengertian, para pedagang sangat maklum dan bersedia membongkar warungnya sendiri asal dibantu dengan anggota Satpol PP. Secara bergotong-royong Satpol PP membantu membongkar warung pedagang sambil pendekatan dengan masyarakat dan penuh humanis. Betul-betul suasananya penuh kekeluargaan. Bahkan personil Pol PP bersedia mengantarkan barang dagangannya kerumah pedagang tersebut.

Namun sayangnya, sampai saat ini image yang terbentuk di benak masyarakat adalah Satpol PP sering melakukan pelanggaran dan tidak perpihak pada masyarakat, sehingga menimbulkan kebencian bagi masyarakat. “Stigma ini yang harus kita hilangkan, dengan melalui peran media massa sebagai jembatan informasi dapat memberikan informasi yang benar-benar eksistensi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satpol PP”. Karena sampai saat sekarang masih banyak masyarakat yang belum memahami keberadaan Satpol PP terkait peran, tugas pokok, dan fungsinya. Apalagi banyak media eletronik menyiarkan gambaran aparat Pol PP melakukan Pembongkaran bangunan liar, penangkapan Pekerja Seks Komersial (PSK), penertiban pedagang kaki lima, penertiban pengemis dan gelandangan dijalanan, yang sering berujung bentrokan fisik. Sehingga masyarakat mencap aparat Pol PP sebagai aparat yang kasar dan arogan serta penindas masyarakat kecil. Yang lebih parahnya masyarakat tahu bahwa “Pol PP adalah tukang gusur dan menangkap PSK saja”, sehingga, kondisi ini perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan. Padahal banyak lagi tugas-tugas Satpol PP yang belum melekat dihati masyarakat, seperti menjaga ketertiban, kenyamanan dan melindungi warga, dan dalam menegakan Perda serta penyelamatan korban bencana alam. Ke depan, citra itu harus dihilangkan. Dalam melaksanakan penertiban Satpol PP harus “Profesional, tidak arogan, dapat mengendalikan diri dan lebih mengedepankan sentuhan kemanusiaan yang humanis dalam melayani masyarakat dengan penuh kewibawaan”.

 

3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi

Dalam melaksanakan tugas menjaga, melindungi, menciptakan dan memelihara ketertiban umum dan ketentraman masyarakat tersebut, Satpol PP Provinsi Sumatera Barat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan dukungan dari Pemerintah Daerah. Peran aktif masyarakat maupun lembaga sosial politik, LSM dan media massa juga berpengaruh dalam upaya pemeliharaan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Hal ini dikarenakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat merupakan kondisi dimana terciptanya suatu keadaan yang dinamis dan merupakan kebutuhan pokok masyarakat dalam berkehidupan yang damai. Sehingga masyarakat bisa merasakan keadaan yang aman dan nyaman dalam melakukan aktifitas sehari-hari guna mewujudkan pembangunan dalam kerangka ketertiban umum dan ketentraman masyarakat ada beberapa permasalahan yang menjadi tantangan Satpol PP Provinsi Sumatera Barat untuk memberikan pelayanan terhadap warga masyarakat. Berbagai faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya sosial, budaya, hukum, politik dan ekonomi. Agar masalah-masalah tersebut tidak berpeluang menjadi pemicu konflik dan mengganggu ketertiban, maka perlu diintensifkan sumber daya yang ada di Satpol PP Provinsi Sumatera Barat, sehingga bisa menciptakan situasi yang kondusif di Provinsi Sumatera Barat.

Selain mengedepankan sisi humanis, dalam bertugas Satpol PP juga harus tetap tegas dan disiplin berdasarkan dengan undang-undang yang berlaku. Bukan atas dasar kemauan sendiri dengan mengedepankan 3S (Salam, Sapa, dan Senyum) untuk menunjukan Satpol PP memiliki pribadi-pribadi yang ramah. Kemudian, Satpol PP juga dituntut memiliki kompetensi sehingga dalam melaksanakan tugas sebagai penegak peraturan daerah (perda) tidak mengandalkan kekuatan otot atau bersikap paksaaan.

 

4. Satpol PP Yang Humanis dan Berwibawa

Sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri  Satpol PP dalam menjalankan tugasnya sebagai penegakan peraturan daerah-Perda dilapangan, harus bersikap humanis, berwibawa dan tegas, terutama berhadapan dengan masyarakat kecil, Satpol PP dalam menjalankan tugasnya harus selalu mengedepankan mekanisme preventif dalam setiap penegakan perda, dan proses-proses pembinaan dan penertiban kepada masyarakat, agar paradigma dari Satpol PP sekarang dapat bekerja dengan pola sikap dan pola tindakan yang humanis, dan selalu meningkatkan profesionalisme dan dalam setiap melaksanakan tugas, diharapkan akan mampu mengubah wajah Satpol PP, yang selama ini dikenal garang, menjadi sosok pelindung masyarakat.

"Satpol PP harus mampu senantiasa mendekatkan diri kepada masyarakat, membangun jejaring dan komunikasi dengan anggota lainnya, menjaga kedisiplinan diri dan ketegasan dalam bertindak agar kewibawaan Polisi Pamong Praja dapat terjaga”.

Satuan Polisi Pamong Praja semakin strategis dengan dimasukannya urusan ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat dalam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja,tambah UU merupakan salah satu potensi sumber daya aparatur yang sangat penting dalam pemerintahan daerah, dimana pada Era keterbukaan informasi saat ini, masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi serta dapat membandingkan kualitas pelayanan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah. 

Tantangan yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Sumatera Barat dalam pelayanan SKPD diantaranya bertambahnya jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat yang heterogen. Dengan bertambahnya jumlah masyarakat yang heterogen berarti menjadi bertambahnya kebutuhan terhadap ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Dan hal ini akan bertambahnya beban kerja Satuan Polisi Pamong Praja untuk mewujudkan daerah yang aman, nyaman, tertib dan tentram sehingga menjadi tantangan kerja Satuan Polisi Pamong Praja.

Sehingga mempengaruhi tugas Satpol PP dalam peningkatan tugas dan fungsi Satpol PP Sumbar yang kondisi saat ini masih mengalami kekurangan jumlah personil Satpol PP Sumbar yang sesuai Permendagri Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Jumlah Polisi Pamong Praja, sementara Satpol PP Sumbar saat ini didukung oleh 170 orang personil yang terdiri dari 111 PNS, 8 orang pegawai PTT dan serta 51 orang tenaga kontrak. Sesuai dengan luas wilayah Provinsi Sumatera Barat adalah 42.012,89 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 5.383.988 jiwa. Dibandingkan dengan jumlah Satpol PP Provinsi Sumatera Barat sangat tidak sebanding dengan jumlah penduduk dan dan luas wilayah Provinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan Permendagri Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Jumlah Polisi Pamong Praja, yang mengatur cara perhitungan berdasarkan Indikator yang memiliki skala nilai dan presentase bobot. Dengan kriteria umum dan kriteria teknis, seharusnya jumlah total skor 633, maka jumlah Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Sumatera Barat masih membutuhkan tambahan sebanyak 300 personil lagi untuk idealnya,sehingga perlu pemenuhan personil melalui Tenaga Kontrak.

Kendala lainnya adalah luas wilayah administrative Provinsi Sumatera Barat 42.012,89 km2 terdiri dari 19 Kabupaten dan Kota yang jumlah pelanggaran Peraturan daerahnya berbeda – beda sesuai dengan tingkat kemajemukan latar belakang penduduknya, pada hal tugas Satpol PP lebih banyak berada dilapangan dalam kondisi apapun tampa mengenal cuaca, siang maupun malam serta tingkat resiko kerja yang sangat tinggi terhadap keselamatannya.

Apalagi minimnya alokasi dana untuk melaksanakan tugas operasional dilapangan juga menjadi kendala bagi Satpol PP. Dalam melaksanakan tugas penertiban razia/penertiban biasanya melibatkan satuan TNI, Polri dan SKPD terkait lainnya. Hal ini dilakukan mengingat tingkat kerawanan suatu lokasi untuk meminimalisir terjadinya perlawanan dari usaha masyarakat itu sendiri ataupun oknum-oknum tertentu yang membacking suatu tempat atau orang yang diduga melakukan pelanggaran Peraturan Daerah.

Kemudian tantangan lainnya adalah kebebasan dalam berpendapat yang sering disalah arti serta gaya hidup yang individualisme. Hal ini akan dapat memicu gangguan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Karena masing-masing pihak merasa benar dan menyinggung fihak lainnya serta dengan gaya hidup individualisme tersebut mengakibatkan tidak jalannya sistem keamanan lingkungan. Tantangan selanjutnya adalah pergeseran zaman ke era globalilasi yang disalah gunakan. Hal tersebut dapat menggeser norma-norma agama, adat dan hukum. Sehingga dapat meningkatnya perbuatan maksiat. Dengan demikian menjadi tantangan bagi Satuan Polisi Pamong Praja untuk memberantas perbuatan maksiat. Walaupun begitu beratnya tantangan yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja, terdapat peluang diantaranya peningkatan kerjasama antar instansi baik pemerintah dan non pemerintah.

 

5. Kesimpulan

Pada dasarnya Pol PP harus mengedepankan humanis, simpatik, dilaksanakan sesuai dengan Kemendagri No 54 tahun 11 tentang Standar Operasional Prosedur Satpol PP, pada saat melakukan penertiban, dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit masyarakat itu sikap humanis dan simpatik amat penting.

Dalam melakukan tugas penertiban perlu dilakukan pendekatan preventif harus menjadi hal yang pertama mesti dilakukan oleh Satpol PP ketika hendak menertibkan pelanggaran terhadap sebuah Perda. Misalnya, ketika akan menertibkan PKL dibahu jalan atau trotoar. “Berikan pemahaman dulu tentang Perda itu ke para pedagang, lakukan dialog, jangan langsung represif, kontraproduktif. Oleh karena itu, Mendagri pun meminta kepada para Gubernur dan Pimpinan DPRD agar selalu  melibatkan Kepala Satpol PP dalam setiap pembahasan Perda didaerahnya. Agar Satpol PP bisa memahami isi dari Perda yang akan ditegakan di lapangan nantinya.

Di tengah derasnya arus globalisasi, peran media massa menjadi sangat penting dan strategis di tengah-tengah kehidupan masyarakat, tak terkecuali di daerah. Oleh sebab itu, sebagai penjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat serta menjaga penegakan Perda, Satpol PP perlu menjalin kemitraan strategis dengan media massa. Sehingga citra Satpol PP yang masih cenderung dipandang arogan dan represif saat bersinggungan dengan masyarakat dapat diubah dan diperbaiki.

“Stigma atau cap buruk seperti itu, tentu harus kita hilangkan, antara lain melalui peran media massa sebagai jembatan informasi kepada masyarakat luas, dengan cara memberikan informasi yang sebenar-benarnya mengenai eksistensi serta tugas pokok dan fungsi Satpol PP,”.