Sabtu Bersama Bapak

Sabtu Bersama Bapak

Artikel () 20 Agustus 2016 18:11:07 WIB


Sebuah film Indonesia yang diangkat dari sebuah novel terkenal diluncurkan pada saat Idul Fitri 1437 H lalu. Judulnya sama dengan judul novelnya, Sabtu Bersama Bapak. Film ini sarat dengan pesan moral yang patut disimak oleh kaum lelaki, baik anak maupun bapak.

Film ini diawali dengan adegan bapak dan anaknya bermain kemudian bapak menyampaikan kepada anaknya bahwa mungkin beberapa waktu lagi bapak akan pergi dan tidak bertemu dengan anak-anak. Anak-anaknya menangis sedih.

Bapak menyampaikan demikian karena telah menerima surat dari rumah sakit mengenai sakitnya dan perkiraan waktu hidupnya. Agar bapak tetap bisa memberikan perhatian kepada anak-anaknya setelah meninggal, maka bapak membuat rekaman video yang kelak diputar oleh ibu.

Setelah meninggal, anak-anak seperti berkomunikasi dengan bapaknya melalui media video yang mereka tonton. Bapak banyak memberikan pesan-pesan untuk kehidupan anaknya. Anak-anaknya yang berjumlah dua orang laki-laki ini kelak menjadi orang yang berhasil secara materi dan tetap berbakti kepada ibunya yang masih hidup.

Suatu ketika, ibu menerima kabar dari rumah sakit tentang perlunya operasi pengangkatan tumor dari tubuhnya. Ibu yang tidak ingin menyusahkan anaknya berbohong kepada anaknya bahwa ia akan pergi bersama teman-temannya sebentar. Namun akhirnya anaknya tahu kondisi sebenarnya.

Isi film ini sangat relevan di tengah kehidupan sosial masyarakat yang semakin kompleks dan menerima banyak informasi dari luar yang sering diterima mentah-mentah sehingga bertabrakan dengan budaya lokal yang ada, termasuk nilai-nilai ajaran agama.

Film ini mengajak pemirsanya, terutama oraqngtua untuk lebih mempedulikan anak-anak mereka. Jangan biarkan anak-anak mereka hidup tanpa bimbingan orangtua. Dalam film tersebut, meskipun anak-anak telah mapan dan ada yang hidup di Prancis, tapi mereka tidak lupa dengan menghormati orangtua dan menyayangi anak dan istri. Bimbingan orangtua mereka terekam dengan baik sehingga bertumbuh menjadi anak yang berbakti dan sayang kepada orangtua.

Saat ini tingkat kenakalan anak dan remaja akibat salah pergaulan maupun pengaruh lingkungan menunjukkan peningkatan. Tidak sedikit anak yang mampu mengelabui orangtuanya dalam masalah pergaulan, baik anak laki maupun anak perempuan. Dan kemudian merasa bangga bisa mengelabui orangtua mereka.

Beberapa pemerhati dan pegiat parenting sudah memberikan sinyal akan ketiadaan peran orangtua dalam kehidupan anak-anak mereka. Orangtua sibuk dengan urusannya, baik dalam mencari nafkah maupun kegiatan lainnya. Mereka abai dengan tugas utamanya mendidik anak. Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Bukhari Muslim).

Tidak sedikit orangtua yang menganggap peran guru di sekolah mampu menggantikan tugas mereka dalam mendidik anak. Padahal bagaiamanapun bagusnya anak di sekolah, jika di rumah tidak mendapatkan perhatian yang baik dari orangtua maka anak akan mengalami disorientasi. Sehingga apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW tersebut benar adanya.

Saat ini negeri ini adalah negeri borderless country. Negeri yang tidak memiliki batas terhadap arus informasi dan budaya dari luar. Anak kadang lebih maju dalam mengakses informasi dan budaya luar yang sifatnya destruktif namun mengasikkan. Maka tugas orangtuanyalah untuk menjadikan anak sesuai dengan tuntunan adat, budaya dan juga agama.

Ada pula pegiat parenting yang menyatakan bahwa negeri ini mengarah kepada fatherless country, yaitu ketiadaan peran ayah di sebuah negara sehingga anak-anaknya tidak mendapat contoh yang baik dari bapaknya. Bapak tidak lagi bisa menjadi sumber inspirasi anak, tidak lagi bisa menjadi tempat berlindung anak, tidak lagi bisa mencontohkan bagaimana menjadi seorang laki-laki yang baik dalam posisi bapak, teman maupun laki-laki secara umum. Para lelaki semakin berani dan terang-terangan memperkosa, bahkan dilakukan secara keroyokan.

Maka ayat Al Quran ini bisa menjadi renungan bagi kaum lelaki yang berposisi sebagai kepala keluarga, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu” (QS. At Tahrim:6)

Baik hadits maupun ayat Al Quran yang sudah saya cuplikan memperlihatkan tanggung jawa orangtua terhadap keluarganya, termasuk anak-anaknya. Orangtua yang harus berperan dalam mengarahkan keluarganya. Peran sekolah maupun lembaga lainnya hanyalah peran sekunder dalam membentuk karakter anak. Belum lagi peran lingkungan luar seperti teman, maupun kelompok lainnya. Jangan sampai peran orangtua kalah oleh mereka ini.

Sabtu Bersama Bapak yang merupakan judul film ini memberi pesan kuat bahwa peran bapak dalam mendidik anak sudah seharusnya diperkuat karena dalam ajaran Islam bapak adalah pemimpin keluarga, teladan keluarga, dan pelindung keluarga.

Penguatan keluarga sangatlah penting, karena keluarga yang kuat akan membentuk masyarakat yang kuat dan seterusnya negara menjadi kuat. Ketahanan nasional dimulai dari ketahanan keluarga. Dan kuatnya sebuah keluarga diawali dari kuatnya peran bapak.

Mengakhiri tulisan ini saya kembali teringat sebuah bank swasta yang menganjurkan kepada karyawannya pulang sesuai jam kantor agar bisa meluangkan waktu bersama keluarga. Filosofi bank ini menyatakan bahwa karyawan yang memiliki interaksi keluarga yang baik akan berkorelasi positif dengan kinerjanya di kantor. Semakin sayang dengan keluarga, maka karyawan akan semakin bekerja dengan baik. Sebuah kebijakan yang nampaknya bisa menjadi inpirasi bagi kita. (efs)