Mengajarkan Jujur pada Siswa

Artikel () 27 Juni 2016 08:38:27 WIB


Oleh : Arzil

 

Masalah pendidikan bagaikan mata rantai yang tidak putus-putusnya. Tinggi rendahnya kualitas pendidkan , bukan hanya tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan, akan tetapi, merupakan tanggung jawab semua komponen yang terkait dalam pendidikan.

 

Salah satunya ,  guru sebagai motivator bagi siswa, memberikan ruang gerak bagi siswa dalam mengekpsresikandirinya.Harapan sekolah tertumpu nantinya, pada peserta didik, untuk menjadi insan yang berakhlak mulia dan berkarakter.

 

Pendidikan karakter sangat mutlak ditanamkan kepada diri siswa, terutama nilai karakter jujur,dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) bagiSekolahTingkat Menengahpertama(SMP),danMandrasahTsanawiyah(MTsN).

 

Apakah pelaksanaan UN selama ini sudah dianggap jujur secara garis besarnya?Jawabanya, belum. Kenyataannya, berdasarkan penilaian integritas pelaksanaan UN tahun lalu hanya503 SMP, SMA, danSMK yang memiliki nilai UN tertinggi, dan berintegritas. Hal ini menunjukkan betapa masih minimnya, kejujuran  pelaksanaan UN di sekolah.

 

Ironisnya, dalam praktek di lapangan masih ada kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan UN.Beredarnya kunci-kunci jawaban UN menimbulkan plagiat dalam pelaksaan UN itu sendiri,sehingga menyebabkan siswa malas mengikuti belajar tambahan di sekolah.Siswa yang menggunakan kunci-kunci jawaban dalam UN menunjukan budaya jujur sudah “bergeser”di sekolah.

 

Kejujuran adalah sikap yang mencerminkan keselarasan ucapaan dengan perkataan.Kejujuran dipertaruhkan dalam ujian UN.Mulai UN diberlakukan pada tahun 2013lalu,, banyak  permasalahan yang  terjadi. Misalnya UN yang mengerdilkan peran guru di sekolah,karena  dianggap tidak mampu memberikan kelulusan.

 

Juga  moral siswa, serta anggapan yang meremehkan mata pelajaran lain yang tidak  ikut diujikan.Ujian Nasional bukan sekadar mengukur tingkat pemahaman siswa, akan tetapi kualitas juga dipertaruhkan,artinya sederhana sekali,mengukur kejujuran.

 

Untuk mengatasi persoalan yang mendasar di atas, perlu kiranya peranan guru membangun nilai-nilai karakter pada siswa, karena guru memberikan inpsirasi bagi siswa ,dalam menuntunnya menjadi manusia yang lebih baik.Apakah guru sudah berperan penuh dalam memberikan nilai-nilai karakter kepada siswa?.

 

Menuru Ali Mudlofir (211:119 ) mengatakan, “Guru  merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur formal.

 

Guru bukan hanya mengajar saja, juga mendidik siswa , memberikan contoh yang baik pada siswa, untuk menanamkan nilai kejujuran.Misalnya, membiasakan diri berkata apa adanya.Guru bukan hanya sekedar berbicara saja, akan tetapi juga tercermin dalam setiap sikap, dan tindakan guru tersebut.

Penerapan kejujuran kepada siswa bukan PR guru satu mata pelajaran saja,semua guru bidang studi juga berperan dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran”.Nilai-nilai kejujuran perlu ditanamkan sejak usia dini pada peserta didik.

 

Anak yang terlatih jujur akan nampak dari perilaku anak tersebut ,seperti rasa tanggung jawab,percaya diri dan  disiplin diri sendiri. Untuk mewujudkan kejujuran perlu peranan guru selaku pendidik di sekolah,maupun orang tua, karena mereka  adalah orang paling dekat memengaruhi perkembangan peserta didik. 

 

Jika karakter jujur telah mendarah daging pada diri siswa,maka dapat meningkatkan integritas  dalam pelaksanaan UN. Ujian  Nasional bukanlah “petakut” bagi peserta didik untuk lulus  atau tidak.Tetapi jadikanlah bagi peserta didik UN tersebut sebagai tolak ukur untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam belajar.

 

Untuk itu guru ditantang lagi,  memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa.Disiniperlu peranan guru BK dalam menuntun perilaku siswa ke arah yang lebih baik.

 

Jika sekiranya semua guru bahu membahu dalam mendidik karakter  peserta didik ,tentu memberi pengaruh yang  besar terhadap integritas  suatu bangsa,karena peserta didik adalah generasi  penerus suatu bangsa.

 

Menanamkan kejujuran  pada diri siswa bukan  hanya sekadar “kampanye”saja,tetapi diterapkan dalam  kehidupan sehari-hari.Penanaman nilai kejujuran dapat dilakukan melalui

kegiatan seharian yang sederhana dan sebagai suatu kebiasaan ,yaitu perilaku yang dapat membedakan milik pribadi  dan  milik orang lain.

 

Kemampuan dasar untuk membedakan merupakan dasar untuk bersikap jujur.Misalnya,Guru mengajarkan kepada peserta didik,sopan-santun dalam hal pinjam meminjam.Apabila mau menggunakan barang hak milik orang lain,selalu memohon  izin,dan setelah selesai harus mengembalikannya,dan  selalu mengucapkan terima kasih atas budi baiknya.

 

Begitu juga apabila menemukan barang  milik orang lain selalu mengumumkannya atau  menyerahkannya kepada guru.Sikap-sikap sederhana ini perlu ditanamkan pada diri peserta didik,sehingga ketika ujian dilaksanakan,iamerasa malu untuk menyontek punya temannya,karena sudah tertanam pada dirinya perilakujujur tadi.

 

Disamping itu,  guru juga memperhatikan proses pembelajaran yang sedang berlangsung,pengawasan yang ketat saat ulangan,membuat soal berbeda, sehinggameredam plagiat. Memberikan penekanan pada siswa, bahwa menyontek punya teman, akan diberi sanksi nantinya.

 

Inti dari persoalan ketidakjujuran peserta didik dalam melaksanakan Ujiann Nasional(UN) berakar dari kurangnya karakter peserta didik  terhadap penanaman  nilai-nilai fundamental dalam aspek kehidupan.

 

Pendidikan karakter sudah dimasukkan dalam kurikulum,khususnya  melalui mata pelajaran PPKn, pelajaran  agama, pelajaran kewarganegaraan, dan lain-lain.Akan tetapi pendidikan nilai atau  karakter baru sampai wacana, slogan saja, dalam kenyataannya baru sampai pendidikan kognitif tentang nilai atau karakter.Persoalannya,sudahkah nilai-nilai tersebut dilaksankan oleh peserta didik  sebagai sifat dan sikap hidupnya serta menjadikan landasan bertingkah laku?

 

Kemudian satu hal lagi yang perlu kita ketahui, yakni faktor keteladanan guru juga dapat memberi contoh yang  baik terhadap diri siswa.Guru  merupakan  figur  yang diidolakan bagi siswa.Hal ini dapat membangkitkan semangat peserta didik untuk belajar.Menurut Nurul Zuriah (2007:92)mengatakan,guru bukanlah pemberi informasi saja,tetapi  juga  berperan sebagai penjaga  garis  atau koridor dalam penemuan nilai hidup bagi siswa.

 

Disamping penanaman karakter, guru juga memperhatikan aspek kognitifnya yang menunjang keberhasilan UN nantinya.Guru juga harus jelidalam memberikan materi yang akan diujikan. Materi ataupun soal harus memenuhi standar dan berkualitas, mengajarkan konsep-konsep yang tepat dalam pembelajaran, sehingga siswa mampu memahami materi dan mengerjakan soal dengan baik.

 

Sejatinya guru memberikan materi yang diajarkan diperkirakan masuk dalam UN, sehingga relevan antara materi ajar dengan ujian akhir nantinya.(***)