Dilematis yang Tidak Populis

Artikel () 27 Juni 2016 08:37:27 WIB


Perikanan Sumbar Menunggu Pengecualian

Oleh : Arzil

Padang, --Baru-baru ini, ratusan nelayan di Kota Padang mengadukan nasib mereka kepada DPRD dan juga Pemprov Sumbar. Ini terkait Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 43/Permen-KP/2014 tentang Larangan Mengeluarkan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) kapal bagan 30 GT dan juga Permen Kelautan Nomor 42/2014 tentang jalur penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan.

Bukan tidak mungkin aksi yang dilakukan nelayan di Kota Padang itu bisa saja menjalar ke kepada nelayan lainnya yang ada di daerah pesisir lainnya di Sumbar, seperti Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kabupaten Padangpariaman, Nelayan Tiku Kabupaten Agam, pesisir pantai Pasaman Barat serta nelayan yang ada di Kepulauan Mentawai.

Untuk diketahui Sumbar juga menjadikan kawasan laut menjadi lahan yang potensial untuk meningkatkan PDRB. Misalnya, pada 2014 produksi total perikanan tangkap mencapai 227.278,8 ton. Dari jumlah ini untuk pemenuhan kebutuhan ekspor 2.379,5 ton atau 1,1 persen dan pemenuhan kebutuhan ketersediaan pangan lokal 224.899,3 ton atau 98,9 persen.

Seperti kita tahu, Sumbar dengan luas wilayah laut 186.580 Km2, luas zona teritoral 57.880 Km2, Luas zona ekonomi eksklusif 128.700 Km2 dengan jumlah pulau 185 pulau. Potensi perikanan laut Sumbar 289.936 ton, saat ini telah dimanfaatkan 216.651,8 ton (74,72 persen).

Dapat dibayangkan, jika saja dari para nelayan itu tidak melaut, ketersediaan pangan local akan ikan segar tidak bisa terpenuhi. Lebih dari itu Sumbar akan merugi cukup besar bila mogok melaut dilakukan para nelayan Bagan.

Kemudian data yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan di Sumbar setidaknya ada sekitar ribuan nelayan yang ada di Sumbar. Dari sebanyak itu, 250 kapal nelayan diantaranya pada tujuh daerah pesisir Sumbar memiliki kapal berukuran di atas 30 GT. 

Misalnya di Pasia Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah Untuk Kota Padang saja ada sekitar 70 kapal bagan, dan 56 di antaranya beroperasi, Jika satu kapal saja memuat 15 orang nelayan dengan tanggungan beberapa anggota keluarga, tentu sangat banyak yang menggantungkan hidup dari sana.

Dilihat dari tuntutan atau penolakan nelayan itu, memang untuk nelayan di Kota Padang dan Sumbar khususnya kebanyakan nelayan Bagan, namun dari segi kapasitas mesin yang mereka gunakan di kapal Bagan itu bisa mencapai diatas 30 gross ton (GT). Tetapi di segi aturan atau regulasi yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, justru mengatur pembatasan kapasitas nelayan.

Dari aturan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, hanya membolehkan kapal nelayan dibawah 30 GT yang bisa beroperasi melaut. Tidak itu saja, aturan SIPI dari KKP itu juga menegaskan selain pembatasan, pengurusan izin SIPI itu pun dilakukan oleh kementerian, bukan lagi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan provisi setempat. 

Melihat patron yang ada pada aturan SIPI itu, bisa dimaklumi rasa kekecewaan nelayan di Sumbar. Sebab bisa dikatakan sebagian besar dari nelayan Bagan Sumbar itu, rata-rata memiliki kapasitas 30 GZ bahkan lebih.

Dan konsekuensinya, mereka para nelayan harus memperbahuri izin ke pusat, bukan lagi ke provinsi. Apabila urusanya hingga ke pusat, tentu butuh waktu dan dana lebih banyak, ketimbang mengurusnya di provinsi. Untuk itu para nelayan itu meminta pengurusan SIPI kapal Bagan bisa dilakukan secara lokal, berikut juga dengan pembatasan tonase kapal.   

Namun kita pun diminta mengerti dan faham bahwa aturan SIPI yang dikeluarkan KKP itu juga punya fungsi untuk menertipkan secara admistrasi proses perizinan kapal tangkap yang ada di seluruh tanah air itu.

Sebenarnya, KKP tidak hanya mengeluarkan aturan tentang SIPI saja, akan tetapi juga mengeluarkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

Sebab selama ini, nelayan Indonesia kalah bersaing mendapatkan ikan dengan kapal-kapal besar dan kapal-kapal asing bertonase 30 GT yang menangkap ikan di perairan Indonesia, secara legal maupun ilegal.

Namun  dari kondisi yang berkembang saat ini, setidaknya perlu sosialisasi dari Pemprov Sumbar kepada para nelayan. Karena, hingga saat ini masih ada nelayan yang trauma melaut serta masih ada sejumlah ABK Bagan serta bagan tidak bisa melaut, bahkan ada yang ditangkap oleh patroli dari KKP, karena SIPI kabal Bagan mereka sudah mati atau kedaluarsa. 

Melalui pemerintah Provinsi Sumbar, nelayan itu menyuarakan keinginan atau permintaan mereka agar aturan bagi para nelayan seperti SIPI, SIUP dan SIKPI yang dikeluarkan KKP bisa ada kelonggarannya.

Meski Permen dari KKP ini sifatnya nasional, dan harus ada mekanisme bila ingin mencabutnya. Jadi penerapannya dibuat pengecualian untuk wilayah Sumbar. Sebab, Begitu yang disuarakan nelayan Sumbar itu. (***)