IA KENYATAAN RINDU

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 11 Desember 2015 11:04:35 WIB


catatan PINTO JANIR

Dia adalah ‘radar’ jiwa yang menjalar, ia adalah sosok yang ‘lain’. Ia pribadi yang berbeda. Dia bukanlah sebuah kelaziman di tengah makin galaunya dunia kehidupan yang fana. Pikirannya, bukan fatamorgana tapi adalah telaga di atas bukit yang tidak pernah kering. Ia bagai kenyataan rindu bagi para pengelana yang haus dan lapar di padang tandus, yang mengimpikan kehidupan yang benar.

Ia adalah telaga yang dikelimuni lebatnya hutan belantara di tengah ganasnya kehidupan dunia. Telaga indah itu seakan diupayakan untuk ditutup. Bila perlu, ditutup dengan asap. Kapan perlu, tanami ilalang di sekeliling telaga itu. Seakan-akan ada tangan dengki yang sengaja menutupinya. Namun, alam yang benar tak akan mungkin membiarkan kekeliruan-kekeliruan, kesalahan-kesalahan terlalu menjadi besar dan raja di atas kehidupan.

Selalu saja ada kebenaran yang tak tertolak.

Ia anak muda yang baik itu dan pikirannya dan cita-citanya adalah telaga yang mencerminkan keindahan dengan benar!

Lalu dalam bayang-bayang pikiran di tengah kepatahatian orang untuk berpikir dan berbuat untuk adil dan benar dan kebenaran saya menyimak mimpinya. Di saat negeri ini seakan frustrasi untuk bermimpi, frustrasi untuk berpikir, frustrasi untuk menyampaikan kebenaran, lalu muncul spirit berpikir yang menyala-nyala. Apinya besar. Tapi tidak untuk memanggang atau menghancurkan, tapi adalah untuk memberi cahaya dan kehidupan. Asapnya, tak membuat pengap namun menciptakan oksigen baru bagi kehidupan kita yang damai.

Bagi orang-orang berpikir dan berbuat dengan hati, saya tidak pernah pelit untuk menuliskan imajinasi sosok yang memberi inspirasi.

Dan saya, terlalu banyak menulis tentang hati dan pikiran serta segala sesuatu yang seperti nyata, tapi persemayamannya dalam harapan yang disiram pikiran yang rindu. Saya merasa tertekan bila apa yang terlintas dalam pikiran tak saya tuliskan. Itu beban yang sangat membuat mata saya enggan berpicing sebelum menulis.

Saya yakin, tiap zaman memiliki dan melahirkan ‘tokoh’yang kelak dicatat zaman dalam sejarah dan tertulis di prasasti bertinta emas di atas musim yang kian tak terdeteksi.

Saya, atau barangkali kita, mungkin tak rela-rela amat bila seseorang yang berpikir dan berbuat untuk segala kebaikan dan kebenaran, tersingkir di tengah buasnya kepentingan dan serakahnya kekuasaan. Kita merindukan sosok. Sosok baik yang bersemayam dalam pikiran yang saya hayalkan, lalu saya tuliskan di malam setenang ini.

Pada sis lain saya muak dan menggugat orang-orang baik yang terlalu banyak diam atau mendiamkan diri karena patah hati dan tak punya nyali menyaksikan keadaan begini.

Saya geram sendiri ketika para pendusta mendapat tempat dan justru disanjung-sanjung untuk hidup. Ini senewen sekali namanya.

Keyakinan saya adalah ‘niscaya’. Sama dengan keniscayaan kematian yang pasti tiba. Dan saya yakin, suatu hari nanti nagari ini akan melahirkan sosok pemimpin berkharisma untuk menegakkan keadilan dan memberi nafas serta warna pada kehidupan untuk kesejahteraan dan kemuliaan bersama; bukan kenistaan.

Sosok yang berpikir kreatif. Itu yang kita nanti. Sosok petarung yang tak pudur sekalipun ditiup ramai-ramai oleh pembunuh karakter, itu yang kita harap.

Negeri ini butuh pemimpin yang tangguh.