OPTIMASI KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN TANAMAN DI LAPANGAN

Artikel () 30 Oktober 2015 20:00:43 WIB


OPTIMASI KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN TANAMAN DI LAPANGAN

 Oleh :

 Ir. Yul Agustinus,MP

Widyaiswara Madya

Badan Diklat Provinsi Sumatera Barat

 

Pencapaian produksi pertanian tidak terlepas dari gangguan-gangguan sistem produksi yang dialami di lapangan. Berbagai serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan gangguan akibat anomali iklim/bencana alam sering mengakibatkan kerugian hasil yang cukup besar.Serangan OPT menyebabkan produk rusak, berlubang, busuk, ukuran tidak optimal, maupun tampilan yang kurang optimal sangat berpengaruh terhadap mutu. Produk pertanian yang membawa OPT sangat berpengaruh terhadap pencapaian standar mutu yang diinginkan. Sementara itu, residu pestisida yang digunakan untuk pengendalian OPT, selain berbahaya juga berpengaruh terhadap pencapaian mutu yang sesuai dengan tuntutan pasar (konsumen).

Dengan pengelolaan perlindungan tanaman yang baik, diharapkan gangguan-gangguan tersebut dapat dihilangkan atau diminimalisasikan, sehingga pencapaian target produksi tidak terganggu (Biro Perencanaan Departemen Pertanian. 2006). Maka untuk mendukung peningkatan produksi padi di Sumatera Barat mencapai tiga juta ton dalam tiga tahun kedepan, Berbagai terobosan ditempuh. Salahsatu kegiatan operasionalnya adalah berupaya mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama penyakit tanaman melalui kegiatan perlindungan tanaman yaitu gerakan pengendalian hama.

Legatimasi operasionalisasi untuk mengatur dan melaksanakan upaya perlindungan tanaman harus bedasarkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini jelas merupakan kekuatan, karena syah secara hukum, maka dalam melaksanakan upaya perlindungan tanaman tidak akan ditemui kendala hukum. Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah disyahkan, yang memberikan landasan hukum dalam upaya perlindungan tanaman adalah; UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman.Dalam UU No.12 Tahun 1992 pada Pasal 20 bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan system Pengendalian Hama Terpadu dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Pencapaian produksi pertanian tidak terlepas dari gangguan-gangguan sistem produksi yang dialami di lapang. Berbagai serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan gangguan akibat anomali iklim/bencana alam sering mengakibatkan kerugian hasil yang cukup besar.Serangan OPT menyebabkan produk rusak, berlubang, busuk, ukuran tidak optimal, maupun tampilan yang kurang optimal sangat berpengaruh terhadap mutu. Produk pertanian yang membawa OPT sangat berpengaruh terhadap pencapaian standar mutu yang diinginkan. Sementara itu, residu pestisida yang digunakan untuk pengendalian OPT, selain berbahaya juga berpengaruh terhadap pencapaian mutu yang sesuai dengan tuntutan pasar (konsumen). Dengan pengelolaan perlindungan tanaman yang baik, diharapkan gangguan-gangguan tersebut dapat dihilangkan atau diminimalisasikan, sehingga pencapaian target produksi tidak terganggu (Biro Perencanaan Departemen Pertanian . 2006).

Dengan semakin berkembangnya kesadaran manusia terhadap bahaya penggunaan pestisida, terutama bagi lingkungan hidup dan kesejahteraan manusia, maka berkembanglah konsep PHT yang merupakan wujud dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Untung, 1996). PHT adalah pengendalian hama yang berusaha memaksimumkan keefektifan pengendalain alami dan pengendalian secara bercocok tanam, menggunakan penggendalian kimiawi hanya bila diperlukan dengan mempertimbangkan konsekwensi ekologi, ekonomi, teknologi dan sosial budaya.

Konsepsi dasar PHT adalah peroses pengambilan keputusan (strategis, taktis, operasional) agar pertanaman yang diusahakan menghasilkan panen yang tinggi dan berkelanjutan, dengan ongkos produksi rendah serta dengan resiko minimum terhadap produsen, konsumen dan lingkungan pada saat budidaya berlangsung (jangka pendek) maupun setelahnya (jangka panjang) Pada perinsipnya PHT adalah kegiatan untuk meningkatkan vigor tanaman, menekan perkembangan populasi OPT dan meningkatkan peran musuh alami dengan memadukan berbagai teknik pengendalian secara kompetibel sehingga dapat diperoleh kuantitas dan kualitas produksi yang obtimal secara berkelanjutan

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan perlindungan tanaman selama ini antara lain:

  • Kelembagaan

Kelembagaan perlindungan tanaman di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan tringkat petani secara umum cukup baik, walaupun keberadaannya bervariasi. Kelembagaan yang menangani perlindungan tanaman pangan di tingkat provinsi adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan , yang pelaksanaan tugasnya oleh UPTD BPTPH. Di bawah BPTPH terdapat tiga Laboratorium AH. Untuk mengantisipasi Kelembagaan perlindungan tanaman pangan di semua kabupaten/kota, kecamatan dan tingkat desa mempunyai struktur kelembagaan yang sama, yaitu terdiri dari koordinator PHP di tingkat Kabupaten, PHP dan PPL di tingkat kecamatan dan kelomok tani. Di beberapa kelompok tani juga telah terbentuk dan berkembang Pos IPAH.

Kelembagaan diluar struktur pemerintahan masyarakat atau yang bertanggung jawab dalam perlindungan tanaman pangan adalah kelompok tani sebagai mitra pemerintah. Dari tahun 2006 sampai sekarang telah terbentuk banyak kelompok tani alumni SLPHT. Yang anggota-anggotanya terdiri dari petani, melalui program sekolah SLPHT selama 1 (satu) musim tanam . Alumni SLPHT tersebut tersebar pada beberapa kelompok tani alumni SLPHT.. Masing-masing kelompok tani terdiri dari 25- 30 orang petani. Alumni SLPHT telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik tentang PHT antara lain kemauan dan kemampuan menyiapkan, memperbanyak, menerapkan. Namun harapan untuk penyebaran informasi PHT melalui alumni SLPHT kepada petani lainnya yang belum mendapatkan program SLPH kurang berjalan. Disamping kelompok tani di tingkat petani juga dikembangkan Pos Informasi dan Pelayanan Agen Hayati (Pos IPAH), yang berfungsi memasyarakatkan penggunaan agen hayati dan pestisida nabati untuk pengendalian OPT. Di beberapa kelompok tani juga telah terbentuk dan berkembang Pos IPAH. Kelembagaan tersebut telah mampu mendukung perkembangan teknologi dan kemampuan SDM dalam perlindungan tanaman.

  • Teknologi PHT

Sebagian besar teknologi perlindungan tanaman pangan saat ini sudah tersedia, yang dihasilkan baik oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang perlindungan tanaman, perguruan tinggi, lembaga penelitian, swasta maupun masyarakat lainnya. Pemasyarakatan teknologi PHT telah dilakukan melalui SLPHT, SLI dan pos IPAH.

  • Prasarana

Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ada bidang khusus yang menangani sarana prasarana pertanian tanaman pangan termasuk prasarana perlindungan tanaman pangan. Bidang ini telah mengadakan berbagai prasarana untuk melancarkan kegiatan perlindungan tanaman pada berbagai stakeholder perlindungan tanaman seperti Brigade Perlindungan Tanaman, UPTD BPTPH, Laboratorium Agens Hayati, Koordinator PHP ditingkat Kabupaten/Kota dan PHP di tingkat Kecamatan. Pos IPAH dan Kelompok Tani alumni SLPHT di tingkat desa (petani). Selain itu juga dilengkapi dengan bangunan/ruangan yang berfungsi sebagai tempat prasarana, sarana dan aktivitas untuk mendukung kegiatan. Sedangkan peralatan minimal yang ada 1 buah incase yang dilengkapi dengan lampu ultra violet, jarum ose, 1 set aerator, dandang untuk sterilisasi, 1 set kompor gas Kelembagaan tersebut telah mampu mendukung perkembangan teknologi dan kemampuan SDM dalam perlindungan tanaman.

  • Pendanaan

Tanpa pendanaan yang memadai semua program perlindungan tanaman tidak akan jalan. Oleh karena itu penyediaan anggaran, baik anggran rutin maupun anggaran pembangunan dibidang perlindungan tanaman pangan, merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan kekuatan dan pemanfaatan sistem perlindungan tanaman pangan. Walaupun penyediaan anggaran yang relatif terbatas, secara bertahap pembangunan system pelindungan tanaman dapat ditingkatkan.

Sebagaian besar teknologi perlindungan tanaman pangan saat ini sudah tersedia, yang dihasilkan baik oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang perlindungan tanaman, perguruan tinggi, lembaga penelitian, swasta maupun masyarakat lainnya. Pemasyarakatan teknologi PHT telah dilakukan melalui SLPHT, SLI dan pos IPAH.

Sesuai dengan UU No. 12 tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman, dan PP Nomor 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dinyatakan bahwa masyarakat adalah pelaku utama dan pertama di bidang perlindungan tanaman pangan. Hampir disetiap kecamatan terdapat petuags fungsional pengamat hama dan penyakit tanaman (PHP) yang tugasnya antara lain mengamati perkembangan OPT, mengevaluasi, dan memberikan informasi dan rekomendasi pengendalian diwilayahnya. Dalam hal terjadi ekplosi maka pemerintah bertanggungjawab menanggulanginya bersama masyarakat. Pemerintah dapat melakukan melakukan atau memerintahkan dilakukannya eradikasi terhadap tanaman pangan dan benda lain yang menyebabkan tersebarnya OPT yang dianggap sangat berbahaya da mengancam keselamatan tanaman pangan secara meluas.

Susunan organisasi dan program kerja perlindungan tanaman pangan di organisasikan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sumatera Barat. Secara operasional dan teknis dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH). Di tingkat propinsi terdapat perangkat Brigade Proteksi/Perlindungan Tanaman (Brigade Lintan) yang berfungsi melaksanakan dan atau membantu pengendalian eksplosi dan sumber serangan OPT. Dalam mendukung tugas dan fungsi UPTD BPTPH Propinsi Sumatera Barat dilengkapi dengan bagian tata usaha dan kelompok fungsional yang bertugas di Laboratorium Agen Hayati (AH), koordinator PHP di tingkat kabupaten/kota dan petugas PHP di tingkat kecamatan. Di bawah UPTD BPTPH Propinsi Sumatera barat terdapat laboratorium Pengamat hama Penyakit yaitu laboratorium Agens Hayati di Solok, Bukitingi dan Padang

Pada setiap kabupaten/kota terdapat satu orang kcoordinator PHP. Sedangkan pada tingkat kecamatan terdapat satu orang petugas PHP yang wilayah kerjanya mencakup satu atau beberapa kecamatan. Di tingkat kecamatan/lapangan juga terdapat Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Mantri Tani/Kepala Cabang Dinas (KCD) yang mempunyai peran dalam menyebarkan informasi tentang OPT dan cara pengendaliannya kepada petani di wilayahnya masing-masing, serta mengkoordinasikan pelaksanaan pengendalian OPT yang dilakukan petani.

Kelembagaan diluar struktur pemerintahan yang bertanggung jawab dalam perlindungan tanaman pangan adalah kelompok tani sebagai mitra pemerintah. Dari tahun 2006 sampai sekarang telah terbentuk kelompok tani alumni SLPHT. Disamping kelompok tani di tingkat petani juga dikembangkan Pos Informasi dan Pelayanan Agen Hayati (Pos IPAH), yang berfungsi memasyarakatkan penggunaan agen hayati dan pestisida nabati untuk pengendalian OPT.

      Untuk mengantisipasi serangan hama penyakit ini, petugas lapangan Pengamat Hama Penyakit (PHP) bersama petugas Laboratorium Pengamat Hama dan Penyakit dan Pengembangan Agens Hayati (LPHP dan PAH) melakukan pemantauan serangan hama, melalui pengamatan berkala, pengamatan keliling (patrol) dan surveilans. Jika terjadi serangan hama dilaporkan ke petugas terkait secara berjenjang dan dikoordinasikan upaya upaya pengendaliannya. Pada lokasi serangan hama itu difasilitasi dan digerakan petani untuk melakukan pengendalian serangan hama. Petani dikumpulkan sekitar 100 orang. Kemudian diberikan penjelasan singkat serta dilakukan aksi pengendalian hama. Selain itu juga difasilitasi dengan bahan serta sarana pengendalian.Tetapi jika terjadi serangan secara meluas serta secara teknis dan ekonomis petani tidak sanggup mengendalikannya akan diturunkan Brigade Perlindungan Tanaman. Adapun Brigade Lintan itu sendiri terdiri dari 4 Unit yang berpangkalan di Bandar Buat (Padang), Laban (Pesisir Selatan), Sungai Dareh (Dharmasraya) dan Tapus (Pasaman) . Sedangkan untuk fasilitas Brigade, kelompok tani dapat menyurati Dinas Kabupaten/Kota terkait atau langsung ke BPTPH. Jadi Pendampingan pengendalian hama ini dilakukan Petugas PHP, Koordinator PHP, Petugas Brigade Lintan. Maka untuk lebih optimalnya kegiatan perlindungan tanaman, diperlukan sinergisitas dari kelembagaan dari pemerintah dan masyarakat serta efektifitas tehnologi, prasarana dan sarana yang mendukung

 

DAFTAR PUSTAKA

Biro Perencanaan Departemen Pertanian . 2006. Rencana Pembangunan Pertanian 2005 - 2009. Biro Perencanaan Departemen Pertanian RI. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Teknis Perjanjian Sanitasi dan Fitosanitasi Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures WTO). Barantan, Deptan. Jakarta. 55 hal.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.2013. Pos Pelayanan Agens Hayati.Jakarta

Untung, K. 2006. Pengantar Pengendalian Hama Terpadu. Gajah Mada University Press.