Empat Kali Amandemen UUD 1945
Artikel () 22 Mei 2015 04:29:14 WIB
Empat Kali Amandemen UUD 1945
- 1.Perubahan Pertama UUD 1945
Perubahan terhadap Undang-Undang 1945 terjadi setelah berkumandangnya tuntutan reformasi, yang diantaranya berkenaan dengan reformasi konstitusi (constitusional reform). Sebagaimana diketahui sebelum terjadinya amandemen terhadap UUD 1945, kedudukan dan kekuasaan Presiden RI sangat dominan, lebih-lebih dalam praktek penyelenggaraan negara. Parameter yang terlihat dalam kurun waktu demokrasi terpimpin 1959 sampai 1967, MPR (S) yang menurut UUD merupakan lembaga tertinggi dikendalikan oleh presiden. Sehingga dengan amandemen UUD 1945 dilakukan upaya: Pertama, mengurangi/ mengendalikan kekuasaan presiden; Kedua, hak legislasi dikembalikan ke DPR, sedangkan presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR.
- 2.Perubahan Kedua UUD 1945
Perubahan kedua terhadap UUD 1945 dilakukan pada substansi yang meliputi: 1). pemerintahan daerah, 2). wilayah negara, 3). warga negara dan penduduk, 4). hak azasi manusia, 5). pertahanan dan keamanan negara,6). Bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan dan 7). Lembaga DPR, Khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak, maupun tentang cara pengisianya.
Pada amandemen kedua ini, substansi mendasar yang menjadi mendasar titik tumpu adalah dimuatnya ketentuan tentang hak azasi manusia (HAM) yang lebih luas dan dalam bab tersendiri, yaitu Bab XA tentang Hak Azasi Manusia yang terdiri dari Pasal 28 A hingga Pasal 28 J.Substansi perubahan juga menyangkut keberadaan lembaga DPR dipilih secara langsung oleh rakyat.
- 3.Perubahan Ketiga UUD 1945
Perubahan ketiga UUD diputuskan pada rapat paripurna MPR-RI ke 7, tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan MPR-RI. Perubahan substansi amendemen ketiga meliputi: 1) kedudukan dan kekuasaan MPR; 2). Eksistensi negara hukum Indonesia; 3) jabatan presiden dan wakil presiden termasuk mekanisme pemilihan; 4) pembentukan lembaga baru dalam sitem ketatanegaraan RI; 5) pengaturan tambahan bagi lembaga DPK; 6) pemilu.
Melihat materi perubahan ketiga terhadap UUD 1945, jelaslah bahwa perubahan ketiga ini menyangkut substansi yang lebih mendasar. Dari perubahan ketiga ini secara nyata dapat kita lihat, bahwa sistem pemerintahan yang dianut benar-benar sistem pemerintahan presidensial. Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial terlihat antara lain: 1). Prosedur dan mekanisme pemelihan presiden dan wakil presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat; 2). Sistem pertanggungjawaban presiden dan wakil presiden atas kinerjanya, sebagai lembaga eksekutif yang tidak lagi kepada MPR. Karena MPR tidak lagi dimanifestasikan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
Selain itu, pada amandemen ketiga ini juga dilakukan perubahan yang cukup mendasar terhadap terhadap kekuasaan kehakiman. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 mendapatkan bahwa:
“Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan: pertama, kekuasaan kehakiman tidak lagi dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan di bawahnya dalam keempat lingkungan peradilan, tetapi dilakukan pula oleh sebuah MK. Kedua, kedudukan MK setara dengan setara dengan MA serta berdiri sendiri, tidak merupakan bagian dari struktur MA dan badan peradilan di bawahnya. Ketiga, MA merupakan pengadilan tertinggi dari badan peradilan di bawahnya.
- 4.Perubahan Keempat UUD 1945
Perubahan keempat terhadap UUD 1945 ini merupakan perubahan terakhir yang menggunakan Pasal 37 UUD 1945 pra-amandemen yang dilakukan oleh MPR. Ada sembilan item substansial pada perubahan keempat UUD 1945, antara lain: 1). Keanggotaan MPR, 2) pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua, 3) kemungkinan presiden dan wakil presiden berhalangan tetap, 4). Tentang kewenangan presiden, 5) hal keuangan dan bank sentral, 6) pendidikan dan kebudayaan, 7) perekonomian dan kesejahteraan sosial, 8) aturan tambahan dan aturan peralihan, dan 9). Kedudukan penjelasan UUD 1945.
Berkaitan dengan keanggotaan MPR dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini berarti tidak ada satupun anggota MPR yang keberadaanya diangkat sebagaimana yang terjadi sebelum amandemen, dimana anggota MPR yang berasal dari unsur utusan daerah dan ABRI melalui proses pengangkatan bukan pemilihan.
Kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara terjadi perubahan yang mendasar, dimana setiap kebijakan presiden harus mendapat persetujuan atau sepengetahuan DPR. Dengan kata lain, perubahan keempat ini “membatasi” kewenangan presiden yang sebelumnya “mutlak” menjadi kewenangan dalam pengawasan rakyat melalui wakilnya, yaitu DPR. (sumber: Konstruksi Hukum HTN Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 karangan Titik Triwulan, SH, MH. tahun 2010).