Dampak Penghentian Ekspor Sapi ke Indonesia Masih Dirasakan Peternak di Australia
Artikel YUNI ERLITA, S.Pt(Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan) 24 April 2015 02:54:08 WIB
Jakarta - Kebijakan Pemerintah Australia yang menghentikan sementara ekspor ternak sapi ke Indonesia pada 2011, hingga kini masih dirasakan dampaknya oleh peternak di Australia utara. Tapi kalangan peternak dan eksportir tetap optimis bahwa industri ini akan terus membaik.
Ratusan peternak dan eksportir sapi dari Kawasan Australia Utara berkumpul di Darwin untuk acara konferensi asosiasi peternak sapi.
Dalam konferensi ini disebutkan bahwa keadaan produksi ternak cukup baik, dengan harga sapi yang sedang tinggi, terbukanya akses pasar baru, dan dukungan dari pemerintah yang meningkat.
Tapi dalam pertemuan ini pun dibahas bagaimana penghentian sementara ekspor ternak sapi ke Indonesia di tahun 2011 yang masih memberikan dampak bagi industri peternakan di Australia utara.
"Kita masih merasakan dampaknya hingga hari ini," ujar David Stoate, pemilik peternakan di Kimberley, Australia Barat bagian utara.
"Beberapa tahun setelah ekspor dihentikan terasa cukup sulit, dengan jumlah ternak yang diekspor berkurang, sehingga perdagangan pun ; menjadi terbatas," tambahnya. ;
Stoate juga merasa kondisi cuaca kering di Queensland dan meningkatnya nilai tukar Australia sempat membuat kondisi harga ternak menjadi tidak terlalu bagus. Tapi ia berharap di tahun 2015 ini situasi yang stabil telah dimulai, sehingga bisa lebih banyak menjual ternak.
Sementara itu Ashley James, eksportir sapi ke Indonesia dari Frontier International Agri mengatakan setelah penghentian sementara empat tahun lalu, kini bisnis sapi ternak mulai membaik.
"Tapi bagaimana pun masih sulit untuk merencanakan saat izin impor dikeluarkan setiap tiga bulan," ujar James. "Hal ini menyebabkan para eksportir dan importir bermain di pasaran yang tidak pasti, sementara pemerintah Indonesia mencari konsistensi di pasar biasa."
James mengaku Indonesia sudah lama menjadi mitra perdagangan ekspor ternak dari Australia utara.
"Australia bisa menggembangbiakkan ternak di Kawasan Utara, tetapi tidak bisa menggemukkan. Indonesia kesulitan untuk menggembangbiakkan, tetapi mampu menggemukkan. Jadi kemitraan kita sempurna," jelas James.
Jo Bloomfield, peternak dari Kawasan Utara Australia, tetap yakin masa depan ekspor ternak hidup dari Australia akan berangsur meningkat di masa mendatang.
Menurutnya kebutuhan proterin, baik dari konsumen yang sudah ada maupun dari negara-negara sebagai potensi konsumen baru, akan terus meningkat di saat sumber lahan dan ketahanan pangan mereka yang menurun. ;
"Pasar di Indonesia untuk ekspor ternak hidup akan selalu signifikan, tetapi juga bisa terpengaruh dengan masalah nilai tukar mata uang dan situasi politik," jelas Bloomfield.
Menurutnya para peternak dan produsen perlu meningkatkan efisiensi produksi dan sistem lahan secara signifikan, dengan menjaga keseimbangan hasil produk melalui manajemen lahan yang berkesinambungan untuk jangka panjang.
Berita Terkait Lainnya :
- Daftar Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) di Sumbar
- Kampung Ternak, Dua Truk Sapi Mendarat di Dharmasraya
- 20 Mahasiswa Indonesia Magang Jadi Peternak di Australia
- Sarana Infrastruktur Penentu Geliat Ekonomi Masyarakat Petani
- 'Biaya Angkut Sapi dari NTB Lebih Mahal Ketimbang dari Australia'