NGARAI SIANOK USAH DILAMPOK

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 17 Maret 2015 03:14:52 WIB


Suatu kali pandangan saya tertekan dengan sebuah bangunan yang persis di tepian ngarai Sianok. Dalam pikiran saya, Ngarai Sianok harus beban pandang; sebaiknya tak ada bangunan yang didirikan di tepi ngarai itu. Apapaun itu bentuknya, bagi mata saya, itu tetap menghambat jarak pandang ke ngarai.

               Oi sayang, ngarai sianok usah dilampok!

               Tepian ngarai semestinya harus tetap alami. Yang perlu diawasi adalah keamanan dan kenyaman pengunjung. Pagar yang harus kuat. Tapi bentuk pagar pun mesti didisain indah dalam konsep menyatu dengan alam.

               Kalaupun akan membuat sebuah pentas budaya, atau tempat berlesehan, kita cari lokasi yang agak jauh dari tepian ngarai. Yang tentu saja, tak menghambat pandangan mata. Soalnya, untuk menikmati keindahan alam, mata harus merdeka. Tak boleh sesuatu yang menjadi penghalangnya. Kalau ada semak belukar, semak boleh kita tebas, yang pondok jangan pula didirikan di sana.

               Sekalipun bangunan itu kita ukir dengan emas, perak, timbaga atau perunggu, tapi bila letaknya kurang tepat, tetap saja bangunan itu menjadi mahal di harga tapi belum tentu mempertinggi nilai mata dan rasa. Jangankan berbahan kayu, batu atau besi; berbahan kaca saja bangunan itu, bila dibangun di tepian ngarai, tetap saja—setidaknya menurut saya—mengganggu pandangan mata. Bagi saya, tepi tepian ngarai kita biarkan alami dan tak menutup pandangan mata—walau hanya sesela jari saja.

               Kalau pun alasannya adalah sebagai tempat berleha-leha, tak mesti di sana kita membangunnya. Kita cari molah sisi yang lain; sisi yang memerdekakan pemandangan ngarai dari segala tonggak hambat.

               Namun, lantaran semua sudah telanjur; ya kini terpaksa kita harus membujuk mata dan rasa sendiri, kita anggap saja bangunan kecil itu tak pernah ada di tepian ngarai.

               Semoga, pemerintah Kota Bukittinggi lebih cermat tiap mendirikan bangunan di kawasan wisata. Bagaimanapun, kepariwisataan terkini tak boleh lepas dari konsep dan tema. Kini yang harus kita rumuskan bersama; tema wisata kota Bukittinggi itu apa? Apakah wisata syariah, budaya, alam atau sejarah? (Pinto Janir)