NEGARA DAN KUCING DALAM KARUNG

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 25 Maret 2014 04:10:24 WIB


Sebagian ulama mengharamkan memperjualbelikan kucing, sebagian lagi membolehkan. Namun demikian, dapat kita simpulkan, pepatah "membeli kucing

dalam karung" dipastikan tidak berakar dari pikiran dan kebudayaan Minangkabau. Mengapa? Karena, berjual-beli kucing tidak lazim bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau. Tak ada "pasar" kucing, yang ada hanya pasar ternak seperti jawi, ayam dll.

Peribahasa membeli kucing dalam karung itu artinya sebuah kiasan untuk mengingatkan kita supaya berhati-hati dalam membeli sesuatu. Adat membeli itu harus tampak dan jelas. Bila perlu, jelas 'jantan" betinanya. Jelas jenis dan bentuknya. Orang Minangkabau itu orang arif, orang bijak, orang cerdas dan orang yang tak gampang dialur-alur. Begitulah kebanyakan karateristik orang Minang yang terkenal pintar dan arif. Oleh orang minang, biasanya, tampak sedikit, terkilat sedikit, jelas olehnya itu. Bukankah 'kearifan lokal' kita berkata, takilek ikan dalam tabek, lah jaleh jantan batinonyo.

 

Wow...luar biasa.

 

Kita meyakini, pribahasa membeli kucing dalam karung, besar kemungkinan bukan berakar dari "alam" Minangkabau. Kecuali, bila peribahasa itu berubah menjadi " tabali mintimun dalam karuang" nan indak jaleh luruih jo

bungkuknyo. Menanam mintimun bagi masyarakat Minang, cukup membudaya. Soal "permintimunan" yang paling top dalam pepatah awak adalah " cando mintimun bungkuak, masuak karuang lai, masuak etongan indak!". Mintimun bungkuak merupakan mintimun malang, di mana ia ada tapi tidak diakui eksistensinya.

Apa hubungan membeli kucing dalam karung, mintimun bungkuak dan pemilu pada 9 April 2014?

Baiklah, dalam teori trias politica terdapat tiga lembaga kekuasaan yang terpisah. Yakni lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Legislatif lembaga pembuat undang-undang; Eksekutif lembaga pelaksana undang-undang;dan Yudikatif lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.

Dalam sistem pemrintahan di Indonesia, lembaga legislatif itu berbentuk (DPRD,DPR,DPD), ekeskutif (presiden, gubernur, walikota/bupati), yudikatif (lembaga peradilan).

Indonesia mengenal demokrasi perwakilan. Masyarakat memilih wakilnya untuk duduk menjadi anggota dewan. Pemilu 9 April April adalah pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif DPRD II,DPRD I dan DPR RI serta DPD. Bila kita bertanya, negara itu apa, ya negara itu sebuah organisasi. Organisasi yang bagaimana? Ya organisasi yang memiliki peraturan atau aturan tertentu atau yang ditentukan. Negara itu 'abstrak' namun 3 lembaganya 'nyata".

Kata Shang Hyang, bila negara kuat-rakyat lemah, sebaliknya; bila rakyat kuat-negara lemah. Guna menyeimbangkan antara kekuatan rakyat dan negara-Indonesia tidak mengenal teori pemisahan kekuasaan, namun adalah pembagian kekuasaan dalam demokrasi yang berasaskan permusyawaratan 'berpanglima' hukum. Begitulah adanya.

Di negara-negara berdemokrasi 'cerdas', rakyat dan negara sama-sama 'kuat' karena hukum tegak di nan bana dalam kebenaran yang benar.

       Baiklah, kita tidak dalam konteks mengupas negara lebih dalam. Tidak.

Kita dalam konteks, memilih wakil rakyat.

 

Berubah atau tidaknya nasib awak secara bersama-sama, sangat bergantung pada 'kapasitas pikiran dan hati serta perbuatan para wakil rakyat kita. Makin cerdas dan makin hebat, serta makin 'berperasaan'nya para wakil rakyat kita maka besar harapan akan makin colok kehidupan bersama. Peran DPRD dan DPR serta DPD itu sangat penting bagi kemajuan bangsa. APBD, APBN itu tersusun karena pikiran bersama antara legislatif dan eksekutif dan disepakti oleh wakil rakyat kita. Pemerintah menjalankan kesepakatan yang tersusun itu. Sekali lagi, peran wakil rakyat itu; penting bagi kemajuan bangsa Indonesia. Wakil rakyat itu harus orang hebat.Hebat pikiran, hebat perbuatan, kuat perasaan, dan memiliki pandangan serta cita-cita dan idealisme yang jelas bagi kemajuan orang banyak.

Benar adanya, bahwa satu suara yang kita miliki dalam menggunakan hak pilih sangat berarti bagi kemajuan negara kita. Satu suara akan eksis, dan tak akan pernah seumpama mintimun bungkuk asal cara mencoblosnya benar atau sesuai aturan.

Lalu, kita tak boleh terjebak dalam adat "tabali kuciang dalam karuang".

Untuk memilih dan menetukan calon anggota legislatif yang "hebat" kita harus memakai asas membuat berita yakni 5W+1H. Yaitu; 5W=1H singkatan dari "what, who, when, where, why, how atau "apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana." Semua unsur inilah yang harus terkandung dalam menentukan pilihan yang tepat yang kita percayai akan mampu mendatangkan kebaikan bagi kita semua.

Ayo kita mempertanyakannya sbelum menentukan pilihan pada mereka;

 

1)   Apa. Perlu kita bertanya apa pada mereka. Misalnya, sebelum ini " apa yang telah mereka lakukan untuk orang banyak. Kontribusi mereka selama ini untuk dan pada masyarakat serta lingkungan apa? Apakah mereka seorang tokoh masyarakat yang senantiasa berbuat bagi kebaikan orang banyak. Apakah mereka pemberi solusi bagi persoalan sosial. Apakah mereka punya pikiran bagi kepentingan orang banyak, bukan bagi kepentingan kelompok atau keluarga saja. Apakah mereka benar-benar menjadikan dirinya untuk "kepentngan" bagi semua.

       Pertanyaan apa ini digunakan untuk menghindari "pengaburan" rekam jejak yang seakan-akan mereka adalah orang-orang hebat yang diciptakan oleh kekuatan mesin uang dari media "pencitraan". Sebab, uang mampu menciptakan popularitas. Seorang yang populer, belum tentu seorang tokoh di tengah kehidupan masyarakat. Poster yang banyak bukan jaminan atas ketokohan mereka. Apa targetnya, apa yang ia kejar? Apakah kekuasaan untuk kepentingan "lain" atau kekuasaan benar-benar untuk kepentingan umat?

       Terkadang karena ia sukses di bidang usaha, namun tergerak hatinya untuk mencaleg---bisa dengan motif bermacam-macam seperti bermotif untuk mengembangkan dan mengamankan usaha dengan kekuasaan, bermotif gila status sosial, atau mungin juga bermotif ingin berbuat bagi orang banyak.

 

     2) Siapa. Ini pertanyaan yang paling penting. Siapa dan apa yang akan kita pilih harus kita pahami, kita ketahui dan kita mengerti. Jangan asal coblos. Siapa ia? Apakah ia mencaleg hanya karena "iseng-iseng berhadiah" yakni dapat "jadi" indak dapat "tidak apa-apa". Apakah ia mencaleg karena menganggap bahwa lembaga "legislatif" adalah lembaga "lowongan pekerjaan terhormat' yang dibuka sekali 5 tahun. Apakah ia mencaleg karena keinginan dunsanak, orangtua dan bukan atas keinginan sendiri? Unsur siapa sangat penting sebelum menentukan pilihan. Sia-nyo? Maksudnya bukan sinis? Sianyo ini adalah pertanyaan yang harus diungkapkan sebelum mencoblos. Misalkan, rekam jejaknya tak berhubungan dengan "kelegislatifan" itu akan membuat keadaan kacau. Bila unsur-unsur "ketokohan"nya teruji dan pikiran serta perbuatannya tampak serta manfaatnya terasa di kurun waktu yang lalu, mungkin saja ia adalah pilihan yang tepat. Tapi awas, jangan pilih orang yang mendadak jadi tokoh atau tokoh-tokohan akibat poster dan gambarnya ada di mana-mana, baik di udara, maupun di pohon atau di sudut-sudut kedai dan di dinding rumah orang.

 

3) Kapan.Pertanyaan ini harus lekas dimunculkan, kapan ia muncul. Apakah ia muncul hanya dalam waktu menjelang pemilu saja?

 

4) Dimana. ya, selama ini dia di mana? Apakah dulu dia sudah ada di tengah kita di saat mana kita membutuhkan mereka? Dima nyo dulu, ba-a kok kini baru muncul?

 

5) Mengapa? ya, kita tanyakan pada 'keadaan' mengapa ia mencaleg? Apa kepentingannya? Urut satu-satu. Dan mengapa ia begitu ngotot? Mengapa ia begitu 'royal' menghambur-hamburkan duitnya sehingga seakan-akan 'asal ia duduk' duitnya pun ta bernomor seri. Apa benar yang ia kejar dengan menjadi anggota dewan? Apa kepentingannya sehingga ia mau habis-habisan?

 

6) Bagaimana. Ya, tanyakan dan uji calon pilihan anda dengan pertanyaan "bagaimana'...ya bagaimana ia selama ini. Bagaimana lekat tangannya untuk orang banyak, adakah? Bagaimana perbuatannya selama ini. Pertanyaan 'bagaimana' adalah sebuah kunci penutup sebelum menentukan pilihan.(Pinto Janir)