PHT Dulu Baru Organik

Pertanian RASMUNALDI, ST(Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan) 05 Januari 2015 02:04:09 WIB


Teriknya matahari yang membakar kulit dan guyuran hujan ketikamembajak, menanam dan menyiagi padi di sawah sepertinya tak dihiraukanpetani demi mendapatkan hasil panen yang berlimpah. Perjuangan tanpa lelah itu dilakoni setiap saat, agar tanaman dapat tumbuh subur dan mampu mencukupi kebutuhan hidup. Angan dan asa ditompangkan padasetiap tunas dan helaian daun yang baru muncul hingga munculnya buliryang bakal menjadi padi. Mungkin dapat dibayangkan, apabila asa tersebutterenggut oleh serangan hama atau penyakit. Petani sebagai pengelolatentu tak akan rela cucuran keringatnya bakal sia-sia akibat ulah hamadan penyakit tersebut. Segala daya dan upaya tentu mereka kerahkan agar serangan hamadan penyakit dapat diantisipasi sedini mungkin. Berbagai macam pestisida sintetis sebagai pembasmi hama dan penyakit bakal mereka beli agar tanaman yang diusahakannya selamat. Manusiawi memang, namun beranjak dari pengalaman selama ini, pengunaan pestisida pabrikan tersebut belum tentu memenuhi harapan untuk jangka panjang, sebab besar kemungkinan hama dan penyakit dalam waktu tertentu bakal kebal terhadap jenis dan dosis pestisida yang biasa mereka pakai. Akibatnya, butuh dosis dan jenis yang makin tinggi untuk membasminya, sehingga biaya dengan sendirinya makin besar dan tanpa disadari lingkungan akan rusak. Sebab racun berbahan kimia itu tidak dapat membedakan antara, hama atau makhluk hidup lain yang tidak mengaggu. Padahal, alam tercipta dengan keseimbangan, apabila salah satu komponennya terganggu maka dampak lain bakal mengancam. Seiring dengan adanya kesadaran tentang pentingnya kelestarian lingkungan serta bercermin dari pengalaman yang ada, maka di Sumbar telah mulai menerapkan pola bertani yang ramah lingkungan sejak 1985 PHT Dulu, Baru Organik lalu dalam bentuk kegiatan Pengendalian Hama Terpadu (THP) dan sebagai daerah percontohan dilaksanakan di Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padangpariaman. Sementara dalam skala nasional baru dilaksanakan pada 1999 lalu. Kegiatan yang tercakup dalam program PHT tersebut meliputi peningkatan SDM petugas dan petani, bagi petugas dilaksanakan D1 PHT sementara bagi petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dengan demikian kesamaan persepsi dan pandangan antara petugas dan petani akan memudahkan pencapaian dari tujuan PHT itu sendiri, yakni pola pendekatan yang terpadu tentang pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi serta efesiensi dari sisi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan, sehingga secara keseluruhan diperoleh hasil yang terbaik yaitu produksi dapat ditingkatkan,kelestarian lingkungan terjamin, pendapatan dan kesejahteraan petaniakan meningkat.Adapun ciri dan sifat dasar PHT yang membedakan dengan pengendalian secara konvensional diantaranya adalah tujuan utama PHT bukanlah pemusnahan hama, tetapi dikendalikan agar populasi tetap berada di bawah ambang batas yang berakibat kerugian secara ekonomi. Sebab dalam keadaan tertentu ada kemungkinan individu serangga atau binatang dapat berguna bagi manusia. Disamping itu dalam melaksanakan suatu pengendalian tidak mengenal satu cara tertentu, seperti penggunaan pestisida saja tetapi semua teknik pengendalian dikombinasikan secara terpadu.Secara teknis, PHT memiliki prinsip-prinsip diantaranya, budidaya tanaman sehat yakni mempunyai ketahanan ekologi yang tinggi terhadap gangguan hama dan meliputi, pemilihan bibit yang sehat dan varitas tahan hama serta cocok dengan kondisi setempat. Disamping itu juga ada pola melestarikan musuh alami seperti predator, parasitoid dan patogen serangga yang merupakan pengendali dan pengatur populasi hama dilapangan. Sementara prinsip lainnya adalah pengamatan secara berkala,pengamatan atau pemantauan ekosistem pertanaman yang intensif secararutin oleh petanimerupakan dasar analisis ekosistem untuk pengambilan keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Sedangkan prinsip terakhir adalah petani sebagai pengambil keputusan dan keterampilan
dalam menganalisis ekosistem serta mampu menetapkan keputusan pengendalian hama secara tepat sesuai dengan konsep PHT.