INDUSTRI COKLAT SUMATERA BARAT PERLU BERBENAH

Artikel BUDI SETIAWAN, ST, M.Si(Dinas Perindustrian dan Perdagangan) 06 Oktober 2014 03:24:27 WIB


INDUSTRI COKLAT SUMATERA BARAT PERLU BERBENAH

Menghadapi pasar bebas ( Masyarakat Ekonomi Asean ) 2015 mendatang, industri coklat rumahan (IKM) perlu berbenah dan beberapa diantaranya adalah dalam hal diversifikasi produk, kemasan, inovasi rasa dan bentuk, sehingga dengan demikian industri coklat diharapkan dapat menjadi ciri khas produk unggulan daerah dan dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Industri Agro Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumbar, Irsyad, SE, MM, yang mewakili Kepala Dinas Perindag Propinsi Sumatera Barat dalam sambutan pada acara penutupan Focus Group Discussion (FGD) dan Gelar Industri Berbasis Coklat di Hotel Royal Denai Bukittinggi pada hari Jumat tanggal 12 September 2014.

Pertemuan ini membicarakan permasalahan atau hambatan apa yang dihadapi industri kecil pengolah coklat di Sumatera Barat, serta hal-hal lainnya yang terkait dengan pengolahan, pendistribusian serta pemasaran produk olahan coklat yang dihasilkan IKM.

“Sebaiknya antara IKM satu dengan yang lainnya saling mendukung, seperti IKM satu hanya membuat bubuk coklat saja, sementara IKM lainnya dapat menggunakan bubuk ini sebagai olahan produksi coklatnya, sehingga antara IKM satu dengan yang lainnya saling mendukung dan tidak berebut untuk membuat produk yang sama, “ ungkap Irsyad.

Forum diskusi tersebut dihadiri oleh IKM coklat dari 10 kabupaten/kota di Sumbar, PHRI, Perbankan dan Dinas terkait. Sebagai motivator atau pemateri adalah Kiki Gumelar, seorang pengusaha coklat terkenal dari Garut Jawa Barat dengan label Chokodot.

Dikatakan Kiki, untuk kemasan sebaiknya disesuaikan dengan kualitas isi. “Jangan isi bintang lima, tapi kemasan melati,” ungkap Kiki. Selanjutnya beliau mengatakan, produk Chokodot bisa berkembang seperti saat ini karena didukung oleh semua pihak yang terkait, mulai dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Perkebunan, Dinas Pariwisata, PHRI dan lainnya, kemudian coklat itu harus dibuat unik, atraktif dan berbeda sehingga menjadi perhatian dan menggoda wisatawan untuk membeli sebagai oleh-oleh.

Dalam pengelolaan usaha IKM, pengendalian mutu produk sangat penting diperhatikan, disamping disain kemasan,   pengetahuan tentang pembukuan, harga jual dan pengaturan tenaga kerja di perusahaan. Sumbar memiliki potensi untuk pengembangan industri kecil coklat karena memiliki potensi sumber bahan baku dan hal ini bisa terus digali dan dikembangkan secara maksimal, demikian kata Kiki Gumelar yang didampingi oleh panitia pelaksanan Yassirli dan Gusriati.

Sementara Ketua PHRI Bukittinggi, Roni Falian menyebutkan, hotel juga bisa bekerjasama dengan IKM Coklat, seperti meletakkan produk mereka yang layak untuk dijual di hotel sehingga wisatawan atau pengunjung hotel tidak perlu lagi berbelanja jauh dari lingkungan hotel.

Masukan dan saran dari peserta dalam FGD tersebut akan dijadikan bahan rekomendasi bagi Dinas Perindag Sumbar dalam mengevaluasi serta dalam rangka menyusun program dan kegiatan di tahun 2015 yang akan datang. Disamping kegiatan FGD, juga dilaksanakan gelar potensi produk olahan coklat yang diproduksi oleh IKM di lobby Hotel Royal Denay Bukittinggi dan kegiatan ini berlangsung selama empat hari.