MARIDIN LB : DARI HASIL SAWAH BERANGKAT KE MEKAH

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 22 September 2014 08:50:46 WIB


Kemalangan bagi petani adalah ketika musim panen hampir tiba, mendadak diserang tanaman hama dan penyakit. Itulah penderitaan petani yang tak habis-habisnya. Gagal panen berarti hutang bertambah selilit pinggang. Kesusahan seperti itu menjadi identitas yang sulit lepas dari kehidupan petani.

 

   Maridin LB, tinggal di Bari Sicincin. Pak Tani kita yang satu ini sudah naik haji. Anaknya 3 orang. “ lah lepas semua. Anak-anak saya sudah kawin ketiganya”, Kata Maridin yang memiliki 1,5 hektar lahan sawah dan 1 hektar ladang pisang.

            Ketika ditanya soal ke-PHT-an, Maridin yang lahir tahun 1950 ini berbicara penuh semangat. Tak tampak di wajahnya usianya yang sudah 64 tahun itu. Ia masih seperti lelaki yang 50-an. “ Bertani membuat kita sehat!” kata Maridin yang ditemui saat asik mematut-matut sawahnya yang subur menghijau.

            Maridin sejak muda sudah turun ke sawah. Kedua orangtuanya petani. Ilmu bertanam ia dapatkan secara turun temurun.

            Maridin mengikuti Sekolah Lapangan PHT tahun 1992.

            Berikut penuturan Maridin soal kisah sukses bertaninya pasca PHT:

            Dulu, sebelum mengetahui teknologi PHT, saya ke sawah dengan cara lama saja. Maksudnya, cara orangtua kita dahulu. Kalau datang hama dan penyakit tanaman dihadapi dengan doa atau ritual tolak bala.

Kalau hama dan penyakit tanaman masih merajalela, kita semprot pakai obat atau racun yang berbahan kimia. Sehingga, biaya untuk membeli racun dan pupuk urea harus disiapkan juga. Biaya produksi bertanam itu sungguh banyak.

   Kemalangan bagi petani adalah ketika musim panen hampir tiba, mendadak diserang tanaman hama dan penyakit. Itulah penderitaan petani yang tak habis-habisnya…

            Gagal panen berarti hutang bertambah selilit pinggang. Kesusahan menjadi identitas yang sulit lepas dari kehidupan petani.

            Tapi itu, dulu. Dulu saya merasakannya begitu. Sekarang tidak lagi. Tidak begitu lagi setelah saya mengikuti Sekolah lapangan PHT pada tahun 1992.

            Banyak benar manfaat yang ia rasakan setelah mengikuti PHT itu. Meningkatnya produksi, berarti meningkatnya penghasilan kita. Dari sekian banyak manfaat yang saya rasakan adalah, manfaat kesehatan. Menggunakan racun kimia atau pestisida adalah sesuatu yang sangat tidak sehat. Terutama, tidak sehat bagi lahan kita. Dulu, bila tanaman terserang hama atau penyakit, sedikit-sedikit yang kita beli adalah “ubek”. Padahal ubek yang sering kita sebut itu aalah racun.

            Sejak mengikuti SL PHT, ubek atau racun itu sudah saya ganti dengan “ubek” buatan sendiri yang tak mengandung racun kimia. Bahan-bahannya dapat kita peroleh dari tanaman lingkungan sekitarnya. Lihatlah, betapa banyaknya tanaman yang tumbuh di sekitar kita yang dapat menghalau hama atau penyakit tanaman itu sendiri.

            Contohnya adalah jahe, lengkuwas, kunyit dan kayu-kayu yang rasa pahit itu bila diolah secara alami dapat dijadikan sebagai penawar hama dan bibit penyakit. Dengan cara ini saya tak lagi mengeluarkan biaya tambahan untuk pembeli pestisida. Karena, saya sudah dapat menggantikan pestisida dengan bahan olahan sendiri yang sangat alami sekali.

            PHT, di mata saya adalah sebuah konsep bertani yang menjaga keserasian dan keharmonisan alam. Alam harus serasi dan seimbang. Satu mata rantai tak boleh diputus. Putus satu mata rantai, rusak lingkungan. Makanya, hama bukanlah musuh. Hama bukan untuk dibasmi habis-habisan. Melainkan, hama dan bibit penyakit itu untuk dikendalikan.

            HANTU SULUH DAN PHT

            Pada tahun 1961, ketika usia saya 11 tahun, saya diajak oleh mamak saya menjaga padi yang sudah digirik dan tidur di dangau-dangau. Padi yang sudah digirik tak langsung dibawa pulang, tapi diangin-anginkan dulu di sawah.

            Ketika malam tiba, mamak saya sudah tertidur. Langit terang sekali. Bulan sedang purnama. Saya melihat ada hantu suluah yang hinggap di jerami. Kemudian ia seperti terbang. Lalu hinggap lagi. Kemudian saa hoyak pondok. Tampak kepak-kepaknya. Di kepak-kepak itu tampak cahaya seperti suluh. Mungkin karena disiram cahaya bulan, kepak itu tampak seperti mengeluarkan sinar. Setelah saya teliti benar, ternyata apa yang disangka sebagai hantu suluah itu adalah seekor burung.

            Terus saja saya amati burung tersebut. Tampak oleh saya ia memakan tikus atau ikan. Kini, saya yakin, burung yang dikenal dengan sebutan “Laki-laki Angin” itu bagus dibiarkan dan dijaga kelestariannya karena ia memakan hama di sawah, salah satunya pemakan tikus.

            Berbicara soal PHT, salah satu keuntungan nyata yang diperoleh oleh Maridin adalah pengurangan biaya produksi untuk pembeli pestisida dan merawat tanaman dengan cara natural sehingga hasil produksi meningkat. Peningkatan hasil produksi berati peningkatan pendapatan. Alhamdulillah, hidup kami cukup dan tidak sulit lagi. Dari bertanam padi dan berladang, beberapa tahun yang lalu saya sudah pergi ke Mekah menuaikan rukun Islam kelima. (Pinmto Janir)