RATUSAN PASANG BURUNG HANTU DILEPAS SUDAH DI TENGAH SAWAH

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 22 September 2014 08:19:59 WIB


Burung Hantu yang secara ilmiah dinamai dengan Tyto alba, merupakan salah satu jenis predator (pemangsa) dari tikus dan telah dimanfaatkan sebagai pengendali hama tikus di lokasi perkebunan kelapa sawit. Melihat prilaku burung hantu dan kesesuaian ekosistim pertanian pada beberapa daerah, maka burung hantu dimanfaatkan untuk pengendalian hama tikus di Sumatera Barat.  

Perjalanan pemanfaatan burung hantu di Sumatera Barat diawali melalui kegiatan pada Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu (Program PHT) yang dibiayai Bappenas tahun anggaran 1992/1993. Pilot project pemanfaatan burung hantu untuk pengendalian hama tikus dilakukan pada Kelompok Tani Batu Ninik Nagari Tabek Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar.

Pada awal kegiatan burung hantu didatangkan dari daerah Kisaran Provinsi Sumatera Utara sebanyak 3 pasang. Sebelum burung hantu didatangkan terlebih dahulu telah disiapkan kandang buatan, yaitu kandang adaptasi, kandang kecil (gupon) dan kandang besar masing-masing 1 unit. Kemudian diikuti dengan penyediaan makanannya yakni tikus hidup secara kontinyu. Proses adaptasi dilakukan tanggal 4 – 10 Desember 1992, burung hantu masuk gupon tanggal 10 Desember 1992 - 28 Januari 1993 dan selanjutnya pada kandang besar pada tanggal   4 Desember 1992 - 4 Juni 1993. Setelah proses ini dilalui, maka burung hantu sudah menetap dan dapat berperan dalam mengendalikan hama tikus di lokasi kegiatan.

 

Pada kegiatan ini dilakukan pengamatan (obserservasi) terhadap prilaku dan keberadaan burung hantu. Parameter yang diamati antara lain (1) prilaku makan burung hantu di kandang dan (2) luas serangan tikus dilkasi kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Pengamatan prilaku makan dilaksanakan pada musim tanam (MT) 1992/1993 dan data luas serangan tikus diamati dari tahun 1995 - 1995. Dari hasil pengamatan ini terlihat bahwa kemampuan makan burung hantu adalah 2 – 4 ekor tikus per hari, sedangkan daya mangsanya mencapai 6 – 8 ekor per hari. Luas serangan tikus diamati selama 6 MT terlihat terjadi penurunan, seperti terlihat pada Grafik dibawah ini.

 

 

Setelah didorong melalui Program Nasional PHT, kegiatan pemanfaatana burung hantu terus dikembangkan pada berbagai lokasi di Sumatera Barat, seperti di Kabupaten Agam, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Pesisir Selatan, Sijunjung, Solok, Solok Selatan, Dharmasraya, Kota Solok dan Padang. Untuk mendukung pengembangan burung hantu dalam pengendalian hama tikus dibiayai melaui APBD Provinsi serta APBD Kabupaten dan Kota serta dari dana cooperate social responsibility (CSR) Bulog Sumatera Baratr dan PT. Sang Hyang Seri, sehingga sampai tahun 2006 telah dilepaskan burung hantu sebanyak 119 pasang.

 

Pengembangan burung hantu di Nagari Koto Kaciak Kecamatan Tanjung Raya mendapat perhatian dari berbagai kalangan mulai dari petani, anggota DPRD kabupaten Agam, Bupari sampai ke tingkat Nasional. Burung hantu ini selain menghudi kandang buatan juga berkembang di sekolah MTSN setempat. Pencanangan pemanfaatan burung burung hantu untuk pengendalian hama tikus secara nasional dilakukan di Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam pada tahun 2006, dengan pelepasan burung hantu ke persawahan oleh Direktur Perlindungan Tanaman Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

 

Setelah tahun 2006 memang tidak ada penambahan introduksi burung hantu, namun keberadaan burung hantu diberbagai lokasi terus dipantau. Pada tahun 2014 diintroduksi lagi burung hantu untuk dikembangkan di Tanjung Raya Kabupaten Agam dan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman. Untuk mendukung kegiatan ini telah dilatih petani di sekitar lokasi masing-masing 25 orang. Pelatihan ini meliputi pemahaman fungsi burung hantu, pemeliharaan burung hantu dan pemanfaatan burung hantu (Pinto Janir)