TDS, Sepakbola dan Pilpres
Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 23 Juni 2014 08:34:49 WIB
Tuhan telah anugerahkan alam Sumatera Barat dengan segala keindahan. Karunia Ilahi ini wajib kita syukuri. Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Apapun yang Allah adakan baik di langit maupun di bumi, pasti ada hikmah di balik semua penciptaanNya itu.
Sebuah karunia Ilahi bila tak dimanfaatkan untuk kebaikan, maka kita termasuk dalam golongan yang sia-sia atau mubazir. Kemubaziran adalah mendekati perangai setan. Kita, tak boleh kufur nikmat. Itu celaka namanya.
Alam Sumatera Barat itu indah dan kaya. Kita punya gunung yang gagah, mulai dari Marapi, Singgalang, Tandikek, Talamau hingga Gunung Sago. Kita punya danau, mulai dari Danau Maninjau, Singkarak, danau Diateh hingga danau dibawah. Indah semua.
Kita punya ngarai, Ngarai Sianok. Kita punya lembah, lembah Harau. Kita punya laut yang permai. Dan semua itu delengkapi oleh budaya Minangkabau yang unik.
Nyaris sempurna kekayaan alam kita!
Tapi, sepotong “surga” di tengah pulau perca ini adakah sudah menggema hingga ke berbagai belahan dunia?
Keindahan alam Sumatera Barat dan keunikan kebudayaannya harus kita akui belum keras-keras amat gaung dan gemanya sampai “ketelinga” wisatawan dunia.
Sekalipun sudah bertahun-tahun kita melakukan promosi wisata dan hal lain yang sejenisnya, namun belum cukiup keras untuk menangguk wisatawan dunia. Tapi untung ketika sejak 6 tahun belakangan ini, keindahan alam Sumatera barat mulai menggaung ke berbagai pelosok nusantara dan merambat hingga belahan dunia manakala di sini digelar event bertaraf international yakni Tour de Singkarak.
Potret keindahan alam Sumbar menghiasi berbagai halaman surat kabar nasional dan international dan berbagai televisi dalam dan luar negeri.
TdS, yang sudah berakhir pada 15 Juni yang lalu itu sukses memberi kabar “wisata” Sumbar ke dunia.
Pada TdS 2014 yang baru saja berakhir itu pelaksanaannya di tengah hiruk pikuk masyarakat Indonesia yang sedang khusuk menghadapi kampanye Pilpres dan kejuaraan sepakbola dunia yang berlangsung di Brazil.
Apakah TdS tenggelam dengan dua isu “besar” itu?
Tenggelam? Ah, tidak juga. Buktinya, televisi kita, surat kabar kita, dan bahkan “media” dunia tetap mengabari keberlangsungan TdS di Sumatera Barat.
Dalam pada itu, kita masyarakat Sumatera Barat berharap pada Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI supaya TdS tak pernah berhenti. Mimpi kita, TdS di Indonesia bagaikan Tour de France yang sudah berlangsung lebih sejak 100 tahun.
Dan “nikmat” TdS tak bisa kita pungkiri, bahwa TdS adalah pembawa kabar keindahan alam Sumbar untuk disampaikan pada dunia, karena kita merasa “saluang” dan “rabab” ternyata belum mampu-mampu amat meniupkan nada “keindahan” Minangkabau pada dunia. Dan semoga TdS tak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas garang; ia menjadi bagian dari tradisi kita! (PintoJanir)