Sekolah Kembali Dibuka?

Artikel () 23 November 2020 14:17:07 WIB


Ada kabar baik sepertinya, untuk pelajar dan orang tua, dari Mas Menteri Nadiem Makarim. Bahwa pada semester depan di 2021 sekolah pertemuan tatap muka akan kembali dibuka dengan syarat ada izin berjenjang. Hal ini seolah-olah menginformasikan, tahun depan sudah aman dari covid. 

 

Padahal hingga saat ini, klaster-klaster baru terus bermunculan akibat adanya kerumunan. Dan rumah sakit pun ada yang sudah penuh dengan pasien covid dengan kondisi berat. Sebagian masyarakat memang masih ada yang abai dengan aturan memakai masker ketika di luar rumah. Belum lagi budaya mencuci tangan yang juga belum bisa dirasakan sudah semakin membaik. 

 

Situs berita topsatu dotcom pada 21 November 2020 menurunkan sebuah berita dengan judul, “Sejumlah Santri Positif, Diniyyah Puteri Akan Swab Seluruh Santri”. Dalam berita tersebut disebutkan bahwa sejumlah santri kehilangan penciuman dan rasa. Kemudian mereka diisolasi karena pihak sekolah melihat adanya gejala terkena covid. 

 

Salah seorang santri yang diisolasi dijemput orang tuanya, lalu dites usap (swab). Hasilnya positif covid. Dinas kesehatan Padang Panjang yang tahu tentang hal ini meminta pihak sekolah melakukan tes swab kepada 20 orang santri yang diisolasi. 

 

Berdasarkan saran dr. Andani, maka seluruh santri rencananya akan dites usap. Santri yang hasilnya negatif, berdasarkan kesepakatan dengan orang tua akan dibawa pulang ke rumah. Santri yang positif akan diisolasi di sekolah (Diniyyah Puteri).

 

Melihat hal di atas, maka membuka sekolah untuk belajar tatap muka memiliki risiko. Bagi orang tua yang anaknya masih PJJ (belajar jarak jauh), di mana orang tua mengalami kebosanan, termasuk juga anaknya, membuka sekolah adalah sebuah kabar gembira.

 

Tapi bagaimana jika sekolah sudah dibuka untuk tatap muka kemudian ada yang terkena covid? Apakah akan terulang seperti yang terjadi di Diniyyah Puteri? Di mana orang tua ada yang mungkin panik, dan ada juga yang bisa menerima realita.

 

Berdasar berita di topsatu dotcom, ada juga orang tua yang tetap mengizinkan atau meminta anaknya berada di sekolah ketika hasil tes menunjukkan negatif covid. Namun ada juga orang tua yang ketika anaknya dinyatakan positif covid dan harus diisolasi di sekolah meminta agar diisolasi mandiri di rumah.  

 

Ketika sekolah dibuka untuk tatap muka dan terlihat aman-aman saja, alhamdulillah. Tapi ketika sekolah dibuka lalu ditemui ada yang positif covid, dengan memakan waktu yang cukup lama untuk tahu ada yang positif, seluruh orang tua bisa  saja was-was apakah anaknya juga terkena. 

 

Inilah yang harus dipikirkan matang-matang oleh orang tua dan siswa. Jangan sampai kejenuhan mengalahkan rasionalitas melihat kenyataan yang ada. Saat ini negara-negara Eropa kembali menerapkan lockdown karena khawatir covid akan menyebar. Meskipun berbeda cuaca dengan Indonesia, apa yang dilakukan negara-negara Eropa bisa menjadi semacam acuan, bahwa rasionalitas lebih baik dikedepankan dalam menghadapi pandemi. Dibanding emosionalitas yang cenderung akan menjadi penyesalan di kemudian hari. 

 

Saat ini Sumbar atau Indonesia tidak menerapkan kebijakan lock down atau sejenisnya. Tetapi new normal atau kebiasaan baru. Orang boleh berlalu-lalang, berusaha, berkegiatan, dengan syarat memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Sayangnya syarat ini ada yang belum melaksanakan, sehingga orang yang positif covid semakin bertambah. Dan ini setahu saya adalah orang dewasa. Bagaimana nantinya jika sekolah dibuka untuk tatap muka? Apakah kemudian jumlah orang yang positif covid didominasi oleh para siswa? (efs)