Milenial dan Demokrasi

Artikel () 23 November 2020 10:38:35 WIB


Koran Sindo edisi 26 Oktober 2020 di halaman utamanya menurunkan tulisan dengan judul, “Milenial Kecewa Demokrasi”. Dalam tulisan tersebut diuraikan, bahwa 57% milenial di dunia kecewa dengan demokrasi. Ketidakpuasan terjadi sejak 1995, hingga 2019. Penyebab ketidakpuasan adalah kesenjangan pendapatan dan kekayaan, krisis ekonomi yang berulang kali melanda, skandal korupsi terus merebak, dan krisis kebijakan oleh pemerintah. 

 

Tren ketidakpuasan terhadap demokrasi terjadi di berbagai wilayah seperti Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia. Hal ini diungkap oleh University of Cambridge di 160 negara di dunia. Jumlah responden sebanyak 4,8 juta orang. 

 

Koran Sindo menulis, kekecewaan mendalam diekspresikan oleh generasi milenial yang lahir pada tahun 1981 – 1996. Di mana kekecewaan seperti ini belum pernah diungkap oleh generasi sebelumnya. Yaitu generasi interwar yang lahir 1918-1943, dan generasi baby boomer yang lahir 1944 – 1964.

 

Generasi milenial di seluruh dunia kurang merasakan manfaat demokrasi dan kurang puas dengan kinerja demokrasi. Amerika Serikat, Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, Prancis, Inggris dan Australia adalah negara tempat terjadinya kekecewaan paling buruk. Karena adanya ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan. Mengapa disebut paling buruk? Sebagai contoh, jumlah generasi milenial di AS adalah seperempat penduduk AS. Namun hanya memegang 3%  total kekayaan. Perbandingannya, generasi baby boomer dulunya menguasai 21% total kekayaan. 

 

Selain itu, Koran Sindo juga menulis, moral generasi muda dalam kehidupan demokrasi juga rendah. Hampir setiap pemuda usia  18-34 tahun di berbagai negara memandang lawan politik sebagai musuh tak bermoral. 

 

Dari beberapa data di atas bisa disimpulkan bahwa generasi milenial ternyata lebih “melek politik”, yaitu mereka mengkritisi bagaimana demokrasi berjalan di negaranya. Jadi, tidak heran jika tiba-tiba di media sosial muncul trending topic yang dibuat oleh generasi milenial mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap peristiwa yang sedang terjadi. 

 

Generasi milenial juga lebih senang melihat kiprah pemerintah yang bekerja dengan jelas. Bukan dengan hal-hal yang jauh dari realitas. Generasi milenial yang bisa merasakan langsung pahit-manis kehidupan ternyata lebih bisa langsung menyatakan ketidaksukaannya terhadap suatu peristiwa yang merugikan mereka atau merugikan demokrasi. 

 

Bagi jalannya demokrasi, generasi milenial akan menjadi salah satu penopang yang sepertinya akan menjadi pahlawan baru di setiap negara untuk memperjuangkan kehidupan atau keadilan dan kesetaraan yang lebih baik di dalam kehidupan masyarakat. 

 

Dengan kata lain, generasi milenial adalah pemuda yang dengan lantang menyuarakan keadilan dan kesetaraan di tengah kehidupan demokrasi yang ternyata dianggap tidak mampu menciptakan keadilan dan kesetaraan. Ini merupakan sebuah realita yang juga harus disikapi oleh generasi selain milenial. (efs)