Covid dan Putus Sekolah

Artikel () 22 Oktober 2020 10:41:52 WIB


Harian Kontan edisi 21 September 2020 dalam salah satu halamannya memuat tulisan yang berjudul, “Pandemi Covid-19 Memperlebar Potensi Kenaikan Anak Putus Sekolah”. Kemudian di paragraph awal tulisan tertulis, “Satu lagi efek negative pandemi covid-19 yang menyerang perekonomian dunia. Kemiskinan akan meningkat tajam dan anak-anak di keluarga miskin berpotensi putus sekolah karena harus ikut mencari uang”.

Kontan menulis bahwa pandemi berpotensi membawa 100 juta orang ke kemiskinan ekstrem. Kontan mengutip Bloomberg(20/9) bahwa pandemi memicu kenaikan angka putus sekolah anak perempuan di negara-negara miskin. 

Kontan juga menyebut, Malala Fund menyebut 20 juta anak perempuan usia sekolah menengah bisa putus sekolah secara global. Ini akan menambah 35 juta anak perempuan dan laki-laki di Asia Pasifik yang sudah tidak bersekolah.

Selain itu, Kontan juga menulis, Room to Read yang merupakan organisasi non profit melakukan survei kepada 28.000 anak perempuan di Kamboja, Nepal, India, Laos, Bangladesh, Sri Lanka, Vietnam dan Tanzania. Di mana hasilnya, 42% melaporkan mengalami penurunan pendapatan keluarga selama pandemi.

Melihat uraian di atas, maka beruntunglah anak-anak yang masih melakukan kegiatan pembeljaran jarak jauh dengan memanfaatkan internet. Karena ada sebagian orang tua yang ingin anaknya masuk ke sekolah, belajar di sekolah, di saat pandemi. Padahal risiko anak masuk sekolah adalah, mereka tidak bisa dikendalikan seperti orang dewasa yang kerja di kantor. Sedangkan orang dewasa saja banyak yang kena covid ketika di kantor. Apalagi anak-anak yang masuk sekolah. 

Pembelajaran jarak jauh sebenarnya juga memunculkan masalah bagi mereka yang tidak punya ponsel. Bahkan sebuah produsen ponsel membuat iklan tentang seorang anak yang dibelikan ponsel oleh ayahnya dari hasil tabungan. Ponsel bagi sebagian masyarakat memang merupakan barang mewah. Ponsel yang harganya mendekati 1 juta rupiah bagia sebagian orang adalah barang sangat mahal. Tak heran jika ada anak-anak yang kesulitan melakukan pembelajaran jarak jauh karena tidak punya ponsel. Apalagi orang tua yang memiliki anak 2 atau 3 yang semuanya melakukan pembelajaran jarak jauh. 

Maka, yang paling baik saat ini adalah, bersyukur jika anak masih bisa sekolah dari rumah. Karena saat ini bukan situasi normal, tetapi new normal. Di mana ketika keluar rumah harus memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan. Dengan segala kekurangannya, pembelajaran jarak jauh masih bisa mengisi hari-hari anak dengan belajar bersama gurunya. 

Setidaknya, setiap kita yang sudah memiliki anak, bisa memastikan bahwa anak-anak masih bisa belajar. Sehingga masa depannya masih bisa diraih di tengah kondisi pandemi yang telah menyebabkan banyak orang di dunia jatuh miskin dan tidak bisa melanjutkan pendidikan. (efs)