Prediksi Bank Dunia

Artikel () 24 Agustus 2020 09:56:47 WIB


Harian Investor Daily edisi 22-23 Agustus 2020 dalam salah satu halamannya memuat tulisan dengan judul, “Bank Dunia: 100 juta orang jatuh miskin lagi”. Hal ini dinyatakan oleh Presiden Bank Dunia David Malpass yang mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 kemungkinan telah mendorong 100 juta orang di seluruh dunia telah kembali jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem. 

 

Jumlah ini akan semakin bertambah menurut bank dunia jika pandemi semakin memburuk. Sebagai bank dunia atau kreditor global, bank dunia juga memiliki perhatian terhadap utang luar negeri negara-negara miskin yang mengalami pandemi. Selain itu kelompok G-20 juga memiliki komitmen menunda penerimaan pembayaran utang dari negara-negara miskin yang terkena pandemi.

 

Bank dunia akan memberikan dana bantuan kepada 100 negara dengan total 160 miliar dolar AS hingga Juni 2021. Namun di sisi lain, hal ini nampaknya belum bisa mengurangi kemiskinan ekstrem sehingga diprediksi akan meningkat. Definisi sederhana orang yang mengalami kemiskinan ekstrem adalah yang penghasilannya kurang dari 1,90 dolar AS per hari atau sekitar 26.600 rupiah jika kurs sebesar 14.000 rupiah per dolar AS. Kemiskinan ekstrem diprediksi akan meningkat karena hancurnya lapangan pekerjaan dan   gangguan pasokan yang menyebabkan akses mendapatkan makanan semakin sulit. 

 

Jika dilihat secara mikroekonomi Indonesia, maka kaitannya dengan prediksi bank dunia tersebut adalah perlunya masyarakat memiliki pemahaman bagaimana bisa menghadapi krisis atau pandemi dan merencanakan antisipasi pandemi di masa mendatang. 

 

Misalnya saja, di bangku sekolah nantinya para siswa diajarkan bagaimana menghadapi datangnya krisis atau pandemi. Bagaimana menyiapkan masalah kesehatan, dan juga menyiapkan masalah ekonomi. Karena seperti kita lihat hari ini, pandemi adalah krisis kesehatan sekaligus menyebabkan krisis ekonomi di berbagai negara. 

 

Jika dalam menghadapi ancaman tsunami sudah ada kearifan lokal yang diwarisi hingga kini di berbagai tempat di dunia, termasuk Indonesia, maka tidak salah juga bila muncul kearifan lokal yang bisa diwarisi turun temurun dalam menghadapi krisis ekonomi dan pandemi. Dan bangku sekolah atau kurikulum adalah salah satu jalannya. 

 

Dari sisi krisis kesehatan atau pandemi Covid-19, terlihat masyarakat masih enggan menggunakan masker. Padahal untuk bertahan hidup sekaligus mencari nafkah, menggunakan masker adalah suatu keharusan. Di samping rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, menjaga kesehatan dan kebersihan. 

 

Perlu dirumuskan bagaimana cara yang efektif agar di masa berikutnya masyarakat sudah siap menghadapi pandemi dengan prosedur operasional tersistem, dan tidak harus memerintahkan atau menghukum mereka.

 

Selain itu, perlu juga dirumuskan agar di masa mendatang masyarakat memiliki kesadaran perencanaan keuangan sejak muda, sebagai salah satu cara menghadapi krisis ekonomi maupun krisis kesehatan. Sehingga mereka sudah memiliki dana cadangan untuk bertahan hidup. (Erwin FS)