Yok Dukung Budidaya Ikan Puyu di Sumbar

Yok Dukung Budidaya Ikan Puyu di Sumbar

Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 23 Juni 2020 16:20:29 WIB


Oleh Yal Aziz

Tampaknya untuk program, 2020 ini, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Barat yang dipimpin Yosmeri, sengaja mengembangkan atau membudidayakan ikan puyu atau ikan betok yang telah disebarkan di berbagai tempat seperti Danau CImpago, Kota Padang dan kolam-kolam ikan milik masyarakat, salah satunya di Jalan DPR, gang Cendana 7 Kelurahan Air Pacah, Kecamatan Koto Tengah.

Secara ilmiah, ikan betok adalah nama sejenis ikan yang umumnya hidup liar di perairan tawar. Ikan ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti bethok atau bethik (Jawa), puyu (Sumbar) atau pepuyu (bahasa Banjar). Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai climbing gouramy atau climbing perch, merujuk pada kemampuannya memanjat ke daratan. Nama ilmiahnya adalah Anabas testudineus (Bloch, 1792).

Secara fakta, ikan puyu berukuran kecil, panjang hingga sekitar 25 cm, tetapi kebanyakan lebih kecil. Berkepala besar dan bersisik keras kaku. Kemudian, sisi atas tubuh (dorsal) gelap kehitaman agak kecoklatan atau kehijauan. Sisi samping (lateral) kekuningan, terutama di sebelah bawah, dengan garis-garis gelap melintang yang samar dan tak beraturan. Sebuah bintik hitam (kadang-kadang tak jelas kelihatan) terdapat di ujung belakang tutup insang. Sisi belakang tutup insang bergerigi tajam seperti duri.

Ikan puyu ini umumnya ditemukan di rawa-rawa, sawah, sungai kecil dan parit-parit, juga pada kolam-kolam yang mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran air terbuka. Kemudian ikan puyu ini  memangsa aneka serangga dan hewan-hewan air yang berukuran kecil. Dulu, ikan puyu sangat jarang  dipelihara masyarakat  dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar.

Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan umumnya, ikan puyu bernapas dalam air dengan insang. Akan tetapi seperti ikan gabus dan lele, puyu  juga memiliki kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan ini memiliki organ labirin (labyrinth organ) di kepalanya, yang memungkinkan hal itu. Alat ini sangat berguna manakala ikan mengalami kekeringan dan harus berpindah ke tempat lain yang masih berair. Betok mampu merayap naik dan berjalan di daratan dengan menggunakan tutup insang yang dapat dimekarkan, dan berlaku sebagai semacam ‘kaki depan’. Namun tentu saja ikan ini tidak dapat terlalu lama bertahan di daratan, dan harus mendapatkan air dalam beberapa jam atau ia akan mati.

Dari berbagai data, ternyata ikan puyu ini sudah dikenal dan menyebar luas, mulai dari India, Tiongkok hingga Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara di sebelah barat Garis Wallace.

Kemudian cara untuk mendapatkan ikan ini pada kebanyakan daerah dengan dipancing berumpan cacing, akan tetapi ada juga dengan menggunakan jangkrik, cilung (ulat bambu). Di Kalimantan Tengah dan Banjarmasin, penduduk setempat mempunya cara tersendiri, yakni dengan mencampur telur semut (kroto) dengan getah karet dan dimasak dengan cara dikukus. Selain untuk ikan betok, umpan ini juga dapat sebagai umpan ikan seluang.

Bahkan bagi masyarakat Banjar dan pesisir Kalimantan Tengah, masyarakatnya sudah atau telah menjadikan  ikan puyu sebagai menu khas. Mereka menyebut ikan ini dengan nama papuyu, serta telah menjadikan papuyu sebagai masakan yang enak. Kemudian dikenal juga dengan nama wadi papuyu, yakni ikan betok yang dibuang sisik, jerohan, dan insangnya. Wadi papuyu dimasak sesuai selera, digoreng atau disayur.

Di Kota Padang pun sudah ada warung nasi yang menyajikan menu khusus puyu. Bahkan bagi masyaraat pinggir Kota Padang, ikan puyu sudah tak asing lagi, karena ikan puyu ini hidup di aliran sawah atau irigasi persawahan. Bahkan setiap mereka mengadakan acara balanjung (makan bersama-sama anak muda), menunya selalu ada ikan puyu dan belut sawah.

Kedepan tentu kita berharap, agar ikan puyu juga menjadi santapan favorit bagi masyarakat Kota Padang dan masyarakat Sumatera Barat, sebagaimana telah menjadi santapan favorit masyarakat Banjar dan pesisir Kalimantan Tengah. Semoga. (penulis wartawan tabloidbijak.com dan Ketua JMSI Sumbar)