⁣SEGELAS BERAS, HAKIKAT RIZKI

⁣SEGELAS BERAS, HAKIKAT RIZKI

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 16 Juni 2020 23:07:13 WIB


SEGELAS BERAS, HAKIKAT RIZKI

            Ada teman mengirim kisah tentang hakikat rizki yang cukup menyentuh perasaan, barangkali dengan membagikan kisah ini dapat juga hendaknya menjadi buah pelajaran bagi kita semua yang membacanya :

Alkisah, ada seorang pedagang beras yang cukup sukses di sebuah kota kecil, toko berasnya selalu ramai dikunjungi pembeli, karena selain kualitas beras yang dijual disitu bagus, harganya pun lebih murah dibanding dengan toko lainnya. Ahmad, sebutlah demikian nama pedagang beras itu, memulai usahanya dari berjualan beras secara kecil-kecilan di pasar, omsetnya hanya sekitar 50 kilogram per hari. Namun karena dia dikenal jujur dalam timbangan dan selalu menjaga kualitas beras yang dijualnya, akhirnya dia mulai punya banyak pelanggan.

Karena omset penjualan berasnya semakin meningkat, akhirnya dia menyewa toko supaya bisa melayani pembeli beras dalam jumlah yang lebih banyak. Dari hari ke hari, pelanggannya semakin banyak, namun dia tetap tidak berubah, menjaga agar timbangannya selalu pas dan akurat, serta mengatakan kondisi beras yang dia jual secara jujur kepada pelanggannya, sehingga pelangganpun merasa puas berbelanja di tokonya.

Karena keuletan dan kegigihannya dalam berusaha, akhirnya dia bisa memiliki toko sendiri yang lumayan besar, namun dia masih tetap mempertahankan usahanya hanya berjaualan beras, tidak lantas aji mumpung menjual barang-barang lainnya karena pelanggannya sudah banyak. Meski tokonya terbilang besar, tapi nyaris tidak ada tumpukan beras di tokonya, karena begitu beras datang, langsung habis diserbu pelanggan.

Suatu ketika mobil pengangkut beras tiba di tokonya, dan seperti biasa, orang-orangpun datang berebut untuk membelinya, sampai-sampai terjadi antrian panjang di depan tokonya.Diantara para pengantri itu, ada seorang perempuan tua yang dari penampilannya terlihat seperti orang yang tidak mampu. Perempuan tua itu memegang sebuah gelas plastik kosong bekas kemasan air mineral. Ketika tiba giliran perempuan tua itu, dengan tangan gemetar ia menyodorkan gelas plastik yang dibawanya kepada si penjual beras.Sambil matanya berkaca-kaca, perempuan tua itu berkata “Pak, aku tidak memiliki uang sepeserpun, tidak mampu membeli berasmu, kalau boleh berikan kepadaku segelas beras saja, sekedar untuk makanku hari ini.”

Tapi apa yang terjadi?, dengan suara keras, penjual beras berkata “Tidak, aku tidak bisa memberimu segelas beras”, semua orang yang ada disitu tercengang mendengar perkataan mendengar ucapan pedagang beras itu. Sebagian dari mereka malah sudah bisik-bisik kepada temannya, “Dasar, baru jadi pedagang beras saja sudah sombong dan pelit”, perempuan tua itu juga terlihat gemetar ketakutan mendengar ucapan sang pedagang.Tetapi kemudian para pengantri itu dibuat terkejut, penjual beras itu mengambil sekarung beras dan mendekati perempuan tua itu.

“Aku tidak akan memberi ibu segelas beras, tapi aku akan mengantarkan sekarung beras ini kerumahmu” kata pedagang itu dengan lembut, “Tunjukkan dimana rumah ibu, aku akan mengantarkannya kesana, dan kalau beras ini habis, beritahu aku,” lanjutnya.

Perempuan tua itu mengangguk, air matanya tidak tertahankan lagi, mengalir deras dipipinya yang mulai keriput. Dia ingin bersimpuh menyampaikan rasa terima kasihnya, tapi pedagang itu memegang tangannya untuk tetap berdiri.

“Terima kasih pak atas pemberian ini, tapi ini terlalu banyak buatku, karena sehari aku hanya membutuhkan segelas beras,” ucap perempuan itu lirih sambil menyeka air matanya.

“Sudahlah bu tidak apa-apa, sekarung beras ini mungkin bisa memenuhi kebutuhan ibu dalam beberapa hari,” kata pedagang itu.

Kemudian dia pamit sebentar kepada pelanggan yang belum sempat dilayaninya. “Maaf saya tinggal sebentar ya, Insya Allah saya segera kembali,” kata pedagang itu, kemudian dia mengantar pulang perempuan tua itu ke rumahnya sambil memanggul sekarung beras.

Tidak lama berselang, pedagang itu sudah kembali ke tokonya, dan kembali melayani pelanggannya. Pelanggan yang tadi sempat berburuk sangka, merasa menyesal dan meminta ma’af  kepada pedagang itu.

“Maaf ya Pak, tadi saya sempat menduga hal yang buruk ketika Bapak berkata keras kepada perempuan itu,” katanya penuh penyesalan.

“Oh, tidak apa-apa bu, saya tadi juga spontan bicara jadi kedengarannya agak keras,” jawab pedagang beras itu.Pembeli itu semakin kagum akan kemurahan hati sang pedagang, dia sangat menyesal sudah punya prasangka buruk kepadanya, tapi dia penasaran juga dengan apa yang dilakukan oleh pedagang itu

“Pak, ma’af saya cuma penasaran saja, bukankah yang diminta perempuan tua itu hanya segelas beras, mengapa Bapak memberinya sekarung beras?” tanyanya.

“Begini bu, bukannya saya mau menggurui atau mengajari, tadi ibu itu meminta segelas beras karena dia meminta sesuai dengan kebutuhannya saat ini, sedangkan saya memberi sesuai kemampuan saya,” jawab padagang itu, semua orang yang ada di toko itu semakin kagum dengan Ahmad, selain jujur ternyata dia juga murah hati.

“Saya melakukan itu karena begitu pula yang Allah lakukan kepada saya selama ini, setiap kali saya meminta kepadaNya sesuai keinginanku, tapi Allah selalu memberikan kepada saya berdasarkan kuasaNya,” lanjut pedagang itu, semua orang terkesima, bahkan sebagian terlihat terharu mendengarnya.

“Dan yang saya rasakan selama ini, pemberianNya bukan hanya sekedar cukup untuk saya, melainkan selalu lebih dari cukup, Allah telah memberi apa yang saya butuhkan, lebih dari dari sekedar apa yang saya inginkan,” lanjutnya.

“Sebenarnya saya malu kepada Allah, sudah melakukan ini dihadapan bapak ibu, saya takut timbul riya’ dalam hati saya, tapi mau bagaimana lagi, ibu tadi datang ketika toko ini ramai pengunjung, semoga Allah mengampuni saya,” pungkasnya.

Ternyata, tanpa sepengetahuan siapapun selain Allah dan dirinya, Ahmad sering melakukan hal serupa kepada orang-orang tidak mampu yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Begitulah cara dia mensyukuri nikmat Allah yang sudah dia terima, dan tidak mengherankan jika semakin hari, usahanya semakin maju. Tak banyak orang yang tau apa yang sudah dia lakukan, karena dia sangat takut jika sedekahnya tercampur riya’, meski hanya sedikit.

Begitulah hakikat dari rizki kita adalah apa yang kita konsumsi dan yang kita manfaatkan. Sementara yang kita kumpulkan belum tentu menjadi jatah rizki kita.⁣

Dalam hadis Rasul SAW , dari Abdullah bin Sikhir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,⁣”Manusia selalu mengatakan, “Hartaku… hartaku…” padahal hakekat dari hartamu – wahai manusia – hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kami gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat. (HR. Ahmad 16305, Muslim 7609 dan yang lainnya).⁣

Karena itu, sekaya apapun manusia, sebanyak apapun penghasilannya, dia tidak akan mampu melampaui jatah rizkinya.⁣Orang yang punya 1 ton beras, dia hanya akan makan sepiring saja. Orang yang memiliki 100 mobil, dia hanya akan memanfaatkan 1 mobil saja. Orang yang memiliki 100 rumah, dia hanya akan menempati 1 ruangan saja kelak dalam kuburnya ketika sudah wafat.Padahal semua yang kita kumpulkan, sudah pasti akan dihisab oleh Allah SWT.

Wallahu a’lam , semoga ada hikmah yang bisa menjadi tauladan untuk di’amalkan.(SZ)

⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣⁣