Hari Mematikan

Artikel () 09 Mei 2020 00:05:56 WIB


Akun instagram @tempodotco pada 5 Mei 2020 memuat grafis yang berjudul Hari Mematikan. Di grafis tersebut disebutkan bahwa akibat Amerika melonggarkan karantina ribuan orang meninggal. Pada 1 Mei 2020 2.909 orang meninggal akibat infeksi virus Corona. Kematian tersebut bukan tanpa sebab. Karena orang berduyun-duyun pergi ke taman dan pantai setelah kebijakan pelonggaran dikeluarkan.  

Tempo lebih lanjut menjelaskan bahwa ada 30 negara bagian yang melonggarkan karantina sambil mengingatkan agar tetap mengikuti pedoman pembatasan sosial. Sejauh ini sudah 1,16 juta yang dinyatakan positif Covid-19 dan 67.000 orang lebih meninggal di AS. Dengan angka ini tempodotco menyebut AS masih menjadi urutan teratas pandemi global.  

Lalu apa yang bisa dijadikan pelajaran bagi masyarakat Indonesia melihat hal demikian? Seluruh elemen masyarakat harus saling mengingatkan akan bahaya yang mengancam jika mereka lengah. Sebagian masyarakat masih enggan memakai masker dan menjaga jarak. Belum lagi jika dicek apakah mereka rajin cuci tangan.  

Mungkin membosankan berada di rumah. Atau bagi yang harus mencari nafkah, abai terhadap pedoman Covid-19 lalu seenaknya keluar rumah tanpa dibekali pengamanan diri seperti masker, mencuci tangan dan jaga jarak. Padahal dengan tetap di rumah, sudah berperan besar mengurangi penularan wabah Covid-19.  

Bahkan ada hadis yang menyebutkan bahwa orang yang bertahan di rumah ketika terjadi wabah akan mendapatkan pahala syahid meskipun dia masih hidup. Ini artinya bahwa diam di rumah itu adalah upaya yang luar biasa. Karena harus mengalahkan hawa nafsu untuk keluar rumah yang potensi penularannya besar. Dan sebagian orang terkesan seperti di AS yang beramai-ramai keluar tanpa pengamanan diri sehingga banyak yang mati.  

Saya pribadi sangat berharap tidak akan pernah terjadi hari mematikan seperti di AS. Karena jelas akan memukul psikologi sebagian masyarakat. Ini memang perang, makanya pahala syahid jika bertahan di rumah. Karena ini perang maka yang digunakan adalah akal, bukan perasaan. Akal yang rasional sangat penting untuk memenangkan perang. Oleh sebab itu, jika kita masih bisa rasional, sangat bagus untuk bertahan di rumah. Lebih baik fokus bersama keluarga di rumah, dan hindari termakan hoaks tentang Covid-19 yang bisa bikin stres bagi sebagian orang.  

Saat ini memang terasa berat untuk diam saja di rumah. Godaan untuk berkumpul tetap saja datang. Salah satu contohnya adalah melakukan salat berjamaah di masjid, termasuk salat Jumat. Di Padang, bisa dibilang sudah semakin banyak daerah merah, yang tadinya di kecamatan kemudian turun ke kelurahan. Sedangkan Solok Selatan yang tadinya daerah paling aman, kini sudah ada warganya yang positif Covid-19.

Selain itu transmisi lokal atau penularan oleh warga lokal semakin mendominasi mereka yang positif Covid-19. Maka upaya untuk berpikir dan berperilaku rasional harus semakin menjadi agenda yang ada dalam upaya saling mengingatkan sesama warga. Saat ini kita masih ada waktu untuk mencegah karena belum mencapai waktu puncak penularan yang sudah diprediksi oleh para ahli.  

Dengan melihat kasus di Amerika, sudah seharusnya kita mengambil pelajaran agar tidak terjadi di sini. Semoga kita bisa melakukannya bersama-sama. (efs)