Yok BerInvestasi Pahala Selama Hidup di Dunia
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 12 April 2020 20:54:48 WIB
Oleh Yal Aziz
KINI sudah saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Kenapa? Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal dan untuk masa yang lebih abadi setelah wafat atau meninggal dunia.
Bila kita kaji secara ilmiah, mengajarkan ilmu pengetahuan kepada sesama manusia, sehingga seseorang tersebut mengenal agama dan Rabbnya sudah bisa dikatakan sebuah investasi pahala , karena ilmu yang menjadi petunjuk seseorang ke jalan yang lurus. Bahkan ilmu membimbing seseorang terhindar dari jalan kesesatan. Kemudian ilmu juga mengajarkan mana yang haq dan mana yang batil. Mana yang halal dan mana yang haram.
Untuk itu betapa mulianya kedudukan seorang ulama yang memberi nasihat kepada umat. Begitu juga dengan para dai yang ikhlas memberika pencerahan bagi umat. Wajar saja jika Imam Ahmad pernah memuji ulama seperti orang yang menghidupkan masyarakat yang telah mati hatinya.
Ketika orang yang berilmu wafat, maka ilmu mereka pun tetap kekal di tengah-tengah masyarakat. Di saat jasad mereka tertanam di tanah kuburan, pahala mereka tetap bermunculan.
Pekejaan lainnya, seperti orang yang berhasil mengalirkan air sungai yang mati. Maksudnya adalah membuat aliran pada sungai yang tertahan airnya, agar air tersebut bisa mengalir ke tempat-tempat pemukiman masyarakat, sehingga orang lain bisa memanfaatkannya.
Betapa besar kebaikan dari amalan yang mulia ini, memudahkan manusia memperoleh air yang merupakan kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan manusia. Sebagaimaa dikatakan Syaikh Dr. Abdurrazaq, serupa dengan amalan ini adalah membangun penampungan air di tempat-tempat yang dibutuhkan manusia.
Selanjutnya perbuatan menggali sumur sesuai dengan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Suatu ketika ada seorang lelaki yang merasakan sangat kehausan, lalu ia menjumpai sebuah sumur. Dipun turun, lalu meminum airnya. Setelah itu ia naik lagi. Sesampainya di atas, dia melihat seekor anjing yang menjulur-julurkan lidahnya memakan tanah yang lembab saking hausnya. Lelaki itu mengatakan, ‘Anjing ini pasti merasa sangat kehausan sebagaimana hausku tadi’.
Lalu ia kembali turun ke dalam sumur dan memenuhi sepatunya dengan air. Setelah itu ia beri minum anjing tersebut. (Oleh karena perbuatannya) Allah pun bersyukur kepadanya dan mengampuninya.”
Para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah perbuatan baik kita terhadap hewan mendapat ganjaran pahala?” Rasulullah menjawab, “Pada setiap Ya, pada setiap nyawa itu ada ganjaran pahala.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Jika hanya dengan memberi minum seekor anjing bisa menyebabkan semua dosanya terampuni, bagaimana pula dengan orang yang membuat sebuah sumur, yang bisa dimanfaatkan banyak orang?! Tentu pahalanya sangat besar.
Kemudian dengan menanam pohon kurma. Mengapa kurma? Karena kurma adalah pohon yang paling utama dan paling bermanfaat untuk manusia, barangsiapa yang menanam kurma lalu membagikan buahnya kepada kaum muslimin, maka pahalanya akan ia dapatkan dari setiap butir kurma yang dimakan. Dan setiap orang ataupun hewan bisa memperoleh manfaat dari buah kurma.
Sama halnya dengan orang yang menanam pohon yang bermanfaat lainnya, baik bermanfaat karena buahnya atau bermanfaat karena teduhnya atau karena lainnya. Dia juga akan memperoleh pahala. Dalam hadis ini disebutkan kurma, karenakan keutamaan dan keistimewaan kurma yang tidak dimiliki pohon lainnya.
Selanjutnya membangun masjid.Masjid adalah tempat yang paling dicintai Allah. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim 1560)
Karena di masjid, nama Allah diagungkan dan ditinggikan. Tempat ditegakkan shalat, ayat-ayat al-Quran dibacakan, ilmu agama disebarkan, umat Islam berkumpul, untuk maslahat agung lainnya. Allah memuji masjid dalam al-Quran,
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.” (QS. an-Nur: 36).
Karena itu, orang yang membangun masjid, dia akan memperoleh pahala dari setiap aktivitas kebaikan yang dilakukan di masjid tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membangun sebuah masjid karena mengharap wajah Allah, maka Allah akan bangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Berikutnya anak soleh. Anak soleh, harta yang paling tidak ternilai. Ketika orang tua mendidik anaknya, maka dia akan mendapatkan pahala dari amal soleh yang dilakukan anaknya. Karena setiap orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, dia akan mendapatkan pahala selama orang itu mengamalkan ilmunya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Siapa yang mengajak ke jalan petunjuk, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya siapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR. Muslim 2674).
Sehingga tidak semua orang tua mendapatkan pahala dari amal anaknya. Kecuali jika orang tua yang mengajarkan kebaikan atau mengarahkan anak itu untuk belajar kebaikan.
Diantara pahala amal mukmin yang akan tetap mengalir setelah kematiannya adalah ilmu yang dia sebarkan, anak soleh yang dia tinggalkan, mushaf yang dia wariskan, masjid yang dia bangun, rumah untuk Ibnu Sabil (orang yang di perjalanan), atau sungai yang dia alirkan, sedekah hartanya yang dia keluarkan ketika masih sehat dan kuat, yang masih dimanfaatkan setelah dia meninggal. (HR. Ibnu Majah 249 dan dihasankan al-Albani)
Fakta ini menjelaskan tentang keutamaan membangun rumah yang diwakafkan untuk kepentingan umat Islam, baik itu untuk musafir, atau untuk penuntut ilmu, atau untuk anak yatim, atau untuk para janda, dan fakir miskin. “Apabila anak Adam meninggal, maka terputus darinya semua amalan kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim 4310)
Para ulama menafsirkan sedekah jariyah dengan wakaf, karena fisiknya tetap dan manfaatnya berkelanjutan.“Sedekah jariyah dipahami sebagai wakaf menurut para ulama, sebagaimana keterangan ar-Rafi’i. Karena sedekah lainnya bukan sedekah jariyah.” (Mughni al-Muhtaj, 3/522).
Selain beberapa amalan yang di atas, masih ada amalan lainnya yang pahalanya tetap mengalir ketika pelakunya sudah meninggal. Amalan tersebut adalah berjihad di jalan Allah, menghadang musuh dan melindungi kaum muslimin.
“Berjaga di daerah perbatasan sehari semalam, lebih baik dari pada puasa dan tahajud selama satu bulan. Apabila ia wafat dalam perang tersebut, pahala dari amalnya ini tetap mengalir, demikian juga rezekinya, dan dia aman dari fitnah.” (HR. Muslim 5047). (Berbagai sumber dan penulis wartawan tabloidbijak.com)