Bisa Jadi Miras dan Narkoba Rusak Kerukunan di Wamena Papua

Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 07 Oktober 2019 15:35:04 WIB



Oleh Yal Aziz

Tragedi berdarah di Wamena, yang pernah terjadi, 6 Oktober 2000, 4 April 2003 dan 1 Otober, 2019 lalu menjadi catatan sejarah hitam bagi bangsa Indonesia. Begitu juga dengan tragedi  Biak berdarah, 6 Juli 1998; Abepura berdarah, 7 Desember 2000,  Wasior berdarah, 13 Juni 2001 lalu.  

Kini sejak, Minggu, 6 Oktober, 2019, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah berhasil memulangkan sebanyak 433 orang perantau Minang di Wamena Papua tersebut. Bahkan, 185 perantau lainya masih dalam perjalanan.

Rasanya, kita setuju dengan apa yang dikatakan Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit. Katanya, untuk sementara biarkanlah warga Wamena asal Sumbar yang memang minta pulang kita fasilitasi. Kemudian untuk sementara, biarkan mereka menenangkan diri terlebih dahulu pasca kerusuhan di Wamena tersebut.  Selanjutnya, apakah mereka akan bertahan di Sumbar atau kembali ke Wamena. 

Bertitik talak dengan tragedi kemanusian di Wamena, rasanya sudah saatnya lagi kita kembali mengingat dan mengamalkan Sumpah Pemuda. Kenapa? Karena Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak sejarah yang penting bagi bangsa Indonesia. Seperti kita ketahui, ada tiga butir penting Sumpah Pemuda, yaitu bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Tiga hal ini merupakan faktor penting bagi negara kita. Bahkan, secara historis,  Sumpah Pemuda yang diikrarkan, 20 Oktober, 1928 merupakan bukti otentik,  kelahiran Bangsa Indonesia. 

Sesuai namanya, Sumpah Pemuda dirumuskan oleh para pemuda. Mereka kemudian menjadikannya sebagai dasar untuk membangkitkan rasa nasionalisme. Para pemuda tidak lagi berjuang sendiri, melainkan bersamasama.

Perlu kita ketahui, Sumpah Pemuda tidak lahir begitu saja. Banyak hal yang melandasi para pemuda bertekad untuk bersatu. Mereka berpikir tidak akan bisa membuat Indonesia merdeka jika berjuang di kelompok sendiri.

Semangat persatuan para pemuda dulu itu harus diikuti pemuda masa kini. Yaitu, mengisi kemerdekaan dengan hal positif yang berguna bagi nusa dan bangsa. Hindari perpecahan yang bernuansa syara dan ras. 

Khusus kasus tragedi Wamena, meskipun belum ada hasil riset dan penelitian tentang pemicu tragedi berdarah tersebut, akibat minuman keras atau narkoba, yang jelas tragedi tersebut telah membuat bangsa  ini berduka. 

Di Kota Wamena, konon kabarnya, menimuan keras dijual bebas atau sangat mudah untuk mendapatkannya, Bahkan, aksi penjualan minuman keras ini dibeking aparat dan masuknya menimuan keras ini juga mempergunakan pesawat angkatan udara, sebagaimana dilansir media online tirto.id."Kepolisian Daerah Papua mengamankan sebanyak 797 botol minuman beralkohol merk Vodka yang diangkut oleh pesawat Hercules TNI AU di Bandara Wamena, Papua. Tujuh ratusan botol vodka tersebut dimasukkan ke dalam 32 ember cat."

Kedepannya, kita tentu berharap agar pemerintah Wamena membuat aturan dan kebijakan yang ketat untuk melindungi generasi mudanya dari dampak peredaran bebas minuman keras  dan narkoba. 

Kalau dari kajian agama Islam, minuman keras merupakan salah satu minuman yang diharamkan, sebagaimana Rasulullah SAW mengartikan miras (khamr) sebagai sesuatu yang memabukkan sehingga mengakibatkan hilangnya akal. Sementara itu, akal adalah organ mulia yang dianugerahkan oleh Allah SWT  untuk mengendalikan gerak-gerik anggota tubuh. Selain itu, Rasulullah saw. pernah bersabda: "Minuman apapun itu kalau banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun adalah haram." (HR. Ahmad, Abu Daud, dan AT Tirmidzi).

Minuman keras atau minuman beralkohol merupakan minuman yang di dalamnya terkandung etanol. Etanol merupakan bahan psikoaktif dan apabila mengonsumsinya mengakibatkan penurunan kesadaran. Etanol sendiri dapat diproduksi dari proses permentasian gandum, buah, atau ragi. Selain itu, etanol merupakan macam alkohol yang dapat diciptakan secara alami.

Miras bisa menyebabkan kecanduan yang luar biasa karena di dalam miras terkandung zat aditif. Apabila dikonsumsi secara kontinu, akan memicu kerusakan saraf otak yang mengakibatkan pengonsumsinya dengan gampang hilang akalnya, kesetimbangan, dan indera perabanya akan semakin berkurang sensitivitasnya.

Kedepan kita berharap kepada aparat untuk "berperang" dengan pengedar atau penjual miras dan narkoba untuk kuutuhan berbagngsa dan benagara. Sudah saatnya kini kita mengatakan, "No Narkoba dan Miras." (Penulis wartawan tabloidbijak.com dan Ketua SMSI Sumbar)