Listrik di Mentawai Oleh: Irwan Prayitno
Artikel Drs. AKRAL, MM(Badan Pemberdayaan Masyarakat) 27 September 2019 09:14:45 WIB
Pada 17 September 2019, bertempat di Bandara Internasional Minangkabau kami bersama Wagub Nasrul Abit menyambut kedatangan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan Ketua Bappenas Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro.
Kedatangan Menteri PPN adalah dalam rangka meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) di Mentawai, yang juga pertama di Asia Pasifik. Ketersediaan listrik di Mentawai jika melihat dari rasio elektifikasi adalah yang paling rendah di Sumbar. Untuk itu, adanya PLTBm insya Allah akan menambah ketersediaan listrik di Mentawai dan meningkatkan rasio elektrifikasi.
Rasio elektrifikasi adalah persentase angka yang menggambarkan jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibanding jumlah rumah tangga seluruhnya. Rasio elektrifikasi di Mentawai adalah sebesar 56,41%. Peresmian PLTBm di tiga titik di Pulau Siberut, Mentawai oleh Menteri PPN menambah persentase rasio elektrifikasi sehingga totalnya menjadi 61,48%.
Namun untuk rasio elektrifikasi desa di Mentawai, angkanya sudah mencapai 100%. Yang artinya, seluruh desa di Mentawai sudah berlistrik. Pengertian rasio elektrifikasi desa adalah jumlah desa yang sudah berlistrik dibanding total desa yang ada. Dan perlu dibedakan, bahwa desa yang sudah berlistrik bukan berarti seluruh rumah tangga yang ada di desa tersebut sudah berlistrik.
Rendahnya rasio elektrifikasi dalam konteks rumah tangga dikarenakan Kabupaten Mentawai terdiri dari pulau-pulau, dan terpisah dengan pulau Sumatera yang dilewati jaringan transmisi nasional.
Kondisi ketersediaan listrik di Sumbar sesungguhnya dalam keadaan surplus energi. Energi surplus ini dialirkan ke provinsi tetangga yang masih dalam lingkup pulau Sumatera. Sedangkan Mentawai yang terpisah dengan lautan, untuk saat ini tidak bisa dialiri listrik dari sumber energi listrik Sumbar.
Sumber energi listrik di Sumbar berasal dari pembangkit listrik tenaga air dan juga pembangkit listrik tenaga mini hidro dan mikro hidro. Selama persediaan air di danau Singkarak dan Maninjau serta sungai-sungai cukup, maka listrik di Sumbar dalam keadaan surplus. Kecuali jika di musim kemarau, ada hubungan antara ketersediaan air dengan produksi listrik. Namun ini jarang terjadi. Produksi listrik di Sumbar mencapai sekitar 700 Mega Watt (MW). Pada saat beban puncak jumlahnya mencapai hampir 600 MW. Sehingga ada surplus tenaga listrik. Sumbar juga mendapat pasokan listrik dari sistem interkoneksi 150 kV.
Jika terjadi pemadaman listrik di Sumbar, maka itu bukan masalah ketersediaan listrik. Tetapi lebih kepada adanya gangguan seperti putusnya kabel transmisi oleh pohon, petir, atau bencana alam seperti longsor. Serta masalah teknis lainnya. Namun itu bisa diatasi segera sehingga listrik bisa menyala kembali.
Kembali ke Mentawai, selama ini untuk penyediaan listrik sudah dicoba beberapa cara. Seperti membangun transmisi untuk menyalurkan listrik dari pulau ke pulau. Namun ternyata biayanya mahal. Kemudian pembuatan solar cell, yaitu listrik dari cahaya matahari. Dalam perjalanannya juga tidak berhasil karena masalah teknis dan pemeliharaan. Kemudian dicoba dengan menggunakan BBM sebagai sumber listrik (diesel). Tapi ini pun mahal.
Maka, alternatif yang ada saat ini dan lebih murah adalah menggunakan energi terbarukan lainnya, seperti biomass. Kedatangan Menteri PPN ke Mentawai untuk meresmikan pembangkit listrik yang menggunakan bambu sebagai bahannya (biomass). Di mana pada saat ini baru ada 3 titik. Ketersediaan bambu, ada di Mentawai. Ditanam di kebun-kebun milik masyarakat. Bambu dibeli dari masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan manfaat. Dan untuk operasional pembangkit juga menyerap tenaga kerja lokal.
Maka ke depannya direncanakan akan ada 36 titik pembangkit listrik yang menggunakan bambu sebagai bahannya. Semoga keberadaan PLTBm bisa semakin meningkatkan rasio elektrifikasi di Mentawai. Jika semakin banyak rumah tangga yang berlistrik, maka akan mendorong masyarakat untuk semakin baik kualitas hidupnya. Anak-anak bisa belajar di malam hari, dan juga menonton siaran televisi yang sesungguhnya punya banyak program positif. Serta mampu mengakses dunia luar atau dunia maya melalui internet yang semakin banyak membantu pekerjaan maupun juga dalam masalah pendidikan dan lainnya.
Saat ini hanya tinggal Mentawai yang masih di posisi kabupaten tertinggal. Ke depannya, perlahan-lahan pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana insya Allah akan semakin ditingkatkan. Selain masalah listrik, pembangunan jalan Mentawai juga sedang berjalan.
Dari tiga kabupaten tertinggal yang ada di Sumbar, dua kabupaten tertinggal telah melepaskan diri dari status tertinggal di tahun 2019 sesuai dengan surat keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Yaitu Solok Selatan dan Pasaman Barat.
Untuk itu kami mohon dukungan dan masukan dari seluruh masyarakat dan juga pemangku kepentingan, agar Mentawai bisa terlistriki lebih baik lagi dan pembangunan bisa berjalan baik guna meningkatkan kesejahteraan. (Padek 27919) (by. Akral)