Penjualan Rokok Menurun
Artikel () 25 Juni 2019 09:19:32 WIB
Tabloid Mingguan Kontan edisi 24-30 Juni 2019 dalam halaman Data&Grafik membuat tulisan dengan judul, “Penjualan Rokok dalam Tren Menurun”. Dalam tersebut dimunculkan grafik volume penjualan rokok di Indonesia selama 2014-2018 dalam miliar batang. Angkanya adalah: 344 (2014), 348 (2015), 342 (2016), 340 (2017), 332 (2018).
Masalah rokok ini memang sesuatu yang sering menjadi perdebatan pro dan kontra di masyarakat. Dan baru-baru ini Kementerian Kominfo atas permintaan Kementerian Kesehatan berencana akan menutup iklan rokok yang beredar di internet. Tujuannya adalah mencegah anak-anak dan remaja terpengaruh iklan rokok tersebut.
Indonesia adalah konsumen rokok terbesar di dunia setelah China. Hal ini dilansir oleh Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA). Jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 85 juta orang, dan penjualan rata-rata rokok di Indonesia setiap tahun berjumlah 341 miliar batang.
Sementara itu, jumlah perokok aktif di negara Asean lainnya dalam juta orang adalah sebagai berikut: Malaysia (6,8), Thailand (12,5), Vietnam (17,6), Filipina (22,5). Dan untuk penjualan rokok di negara lain dalam miliar batang, adalah sebagai berikut: Amerika Serikat (263,4), Rusia (278,4), Jepang (173,9), China (2.351), Indonesia (332). Indonesia adalah satu-satunya yang bukan negara maju tapi volume penjualan rokoknya nomor 2 setelah China.
Kemudian, jika melihat tempat orang Indonesia membeli rokok, 17,6% di supermarket, 79,8% di kios, warung, dan minimarket.
Penjualan rokok yang menurun dalam tiga tahun terakhir di Indonesia ternyata bukan karena kesadaran yang muncul dari masyarakat. Akan tetapi karena menurunnya daya beli yang diikuti kenaikan tarif cukai rokok. Inilah penyebab utamanya penurunan penjualan rokok di Indonesia.
Maka, upaya Kementerian Kominfo untuk melarang iklan rokok di internet seperti yang diminta oleh Kementerian Kesehatan ini merupakan langkah positif. Karena jangan sampai, sudahlah daya beli menurun, tapi tetap mengkonsumsi rokok. Sehingga prioritas pengeluaran seseorang atau keluarga bukan kepada hal yang lebih substansi, seperti biaya sekolah anak, biaya kesehatan keluarga, dan lainnya.
Namun, jika banyak masyarakat mengurangi pengeluarannya untuk membeli rokok karena berkurangnya pendapatan, perlu diapresiasi. Karena telah mengurangi pengeluaran yang bukan prioritas.
Sudah beberapa kajian yang dipublikasikan di media menyebut bahwa rokok dan kemiskinan adalah sesuatu yang beriringan. Terkesan bahwa orang miskin lebih mementingkan rokok dibanding yang lain. Boleh jadi, hal semacam ini akibat adanya pemahaman yang salah. Karena mungkin saja rokok dianggap bisa menenangkan pikiran. Meski belum tentu menjadi jalan keluar yang positif untuk keluar dari kemiskinan.
Dan, mengajak orang yang sudah merokok untuk berhenti adalah sebuah hal yang sukar. Karena itu adaah hak mereka untuk membeli rokok. Namun jika kondisi ekonomi menyebabkan mereka mengurangi konsumsi rokoknya, mudah-mudahan bisa menjadi jalan keluar agar tidak terjebak dalam kondisi yang lebih buruk. (efs)
Referensi: Tabloid Mingguan Kontan edisi 24-30 Juni 2019