Yok Bersihkan Objek Wisata di Kota Padang dari Pengamen dan Pemalak
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 03 April 2019 08:39:58 WIB
Bicara objek wisata, so pasti Denpasar Bali sebagai acuan dan tolak ukurnya. Bahkan khusus membahas objek wisata di Bali, ada anekdot yang menarik juga disimak, dianalisa, dibaca dan dijadikan pedoman.
Apa anekdotnya itu;"Jika menampar orang Bali, paling-paling yang akan marah dan jengkel satu keluarga. Tapi jika menampar bule di Bali, maka se Denpasar Bali yang akan marah dan mencaci maki."
Anekdot itu memperlihatkan begitu besar perhatian dan penghargaan masyarakat Bali terhadap para turis dari Erofa dan Australia. Kenapa? Karena kehadiran bule di Bali, secara langsung menjadi pendapatan bagi provinsi tersebut. Maksudnya, jika bule enggan ke Bali, jelas secara hitungan bisnis akan merugikan pendapatan Bali dan masyarakatnya.
Diakui, masalah penghargaan dan perhatian masyarakat Bali terhadap turis dengan masyarakat Kota Padang yang berdomisili di sekitar objek wisata memang bak siang dan malam.Kenapa? Karena masyarakat yang berdomisili di sekitar objek wisata masih suka memperlakukan turis atau pengunjung objek wisata dengan cara yang kalamak dek weee se. Selain tak ada karcis, harganya pun berpariasi, mulai dari rp 3.000 rupiah sampai rp 5.000 dan 7.000. Bahkan ada yang sampai rp 10.000. Begitu juga dengan harga satuan minuman dan makanan. Tergantung situasi dan kondisi dan plat nomor kendaraan.
Selain direpotkan tukang parkir, para turis atau pelancong juga dibikin pusing dan sewot dengan tingkah polah para pengamen dan pengemis yang tanpa malu dan sungkam mengadahkan tangannya dengan gaya suara beriba-iba. Begitu juga dengan para pengamen yang hanya bermodalkan gitar kecil dan gendang.
Kemudian, terdengar juga bisik-bisik dan kejengkelan pengunjung objek wisata masalah harga makanan yang terlalu jauh dari harga standar. Pokoknya masalah pengemis dan pengamen termasuk yang "menodai" objek wisata di Taplau atau pinggir laut Kota Padang.
Dulu konon khabarnya sebelum Walikota Padang Mahyeldi, suasana di patai pingir laut dikawasan Purus, terkenal dengan tenda warung kelambu. Maksudnya, si penjual berbagai makanan dan minuman di lokasi, sengaja membuat tenda ceper, sehingga pengunjung yang memanfaatkan fasilitas tenda ceper tersebut tak terlihat dengan jelas, karena keberadaannya yang berpasangan tak terlihat dengan jelas, karena tenda ceper tersebut. Tapi kini, semenjak Walikota Padang, Mahyeldi, semua tenda ceper dilarang. Tapi masalah parkir dan pengemen masih saja lelauasa memainkan peranannya.
Kedepan kita tentu berharap kepada Dinas Pariwisata lebih seirus memperhatikan kondisi pengamen dan pengemis. Bila perlu keberadaan pengamen dan pengemis tersebut dilarang memasuki areal objek wisata Taplau tersebut. Kenapa? Karena keberadaan pengamen dan pengemis tersebut, selain membuat suasana tak nyaman, juga merusak citra Kota Padang yang identik dengan masyarakat beragama dan berbudaya.
Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan dengan menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang sedang kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
Berdasarkan pandangan agama Islam mengemis termasuk perbuatan yang dliarang atau diharamkan. Di antara dalil-dalil;"Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.” Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar.
“Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api. Maka hendaknya dia mempersedikit ataukah memperbanyak.” Diriwayatkan dari Abu Hurairah.
Kedepannya, tentu kita berharap kepada Walikota Padang melalui DInas Pariwisata untuk menertibkan para pengamen dan pengemis di objek wisata. Soalnya, bagaimanapun keberadaan pengemis dan pangamen akan mengusik kenyamanan masyarakat atau turis yang berkunjung ke objek wisata.
Selanjutnya, tak ada salahnya juga Kepala Dinas Pariwisata melakukan survei ke objek wisata di Bali, apakah ada pengemis atau pengamen di objek wisatanya. Soalnya, keberadaan pengamen dan pengemis di objek di wasata, selain membuat pengunjung tak aman dan nyaman, juga merusak citra Kota Padang sebagai salah satu daerah di Sumatera Barat. Bahkan Kota Padang merupakan kota yang berada di p ibukota provinsi. Semoga. (Penulis wartawan tabloidbijak.com)