Nilai Tukar Petani Sumatera Barat Meningkat

Berita Utama EKO KURNIAWAN, S.Kom(Diskominfo) 11 Maret 2019 08:58:12 WIB


Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam presentase), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan.

NTP juga menunjukan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikomsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.

Demikian disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, Sukardi dalam pers releasenya di Padang, Jumat (1/3).

Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga dipedesaan pada 11 kabupaten di Sumatera Barat pada bulan Februari 2019, NTP mengalami peningkatan dibanding Bulan Januari 2019 sebesar 0,68%, yaitu dari 97,10 menjadi 97,75.

"Hal ini disebabkan oleh peningkatan indeks harga yang diterima petani sebesar 0,26% dan indeks harga pada kelompok barang dan jasa yang dikomsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian mengalami penurunan sebesar 0,41%," jelas Sukardi.

NTP Sumatera Barat bulan Februari 2019 tercatat sebesar 97,75 atau naik 0,68% dibanding bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 97,10 (Januari 2019). Indeks harga yang diterima petani mengalami peningkatan sebesar 0,26% dan indeks harga yang dibayar petani mengalami penurunan sebesar 0,41%.

Pada bulan Februari 2019 NTP masing-masing subsektor tercatat sebesar 98,52 untuk subsektor tanaman pangan (NTPP), 79,66 untuk subsektor hortikultural (NTPH), 103,43 untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR), 102,31 untuk subsektor peternakan (NTPT), dan 107,55 untuk subsektor perikanan (NTPN).

Subsektor perikanan terbagi menjadi dua, yaitu subsektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya dengan NTP masing-masing sebesar 110,99 dan 106,71.

Secara regional, di Sumatera Barat pada bulan Februari 2019 terjadi deflasi di daerah perdesaan sebesar 0,70% yang disebabkan terjadinya deflasi pada kelompok pengeluaran makanan sebesar 1,91%.

Sedangkan inflasi terjadi pada 6 kelompok pengeluaran: kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (0,40%), kelompok perumahan (0,19%), kelompok sandang (0,03%), kelompok kesehatan (0,05%), kelompok pendidikan, rekreasi & olahraga (0,03%) dan kelompok transportasi & komunikasi (0,21%).