Mewaspadai Renternir Online
Artikel () 13 Desember 2018 19:09:46 WIB
Selama ini renternir beroperasi secara offline atau di dunia nyata. Mereka menyasar orang-orang yang dianggap lemah. Sehingga mudah ditekan dengan bunga yang mencekik leher. Para petani dan pedagang kecil sudah sering menjadi korbannya. Tetapi seiring perkembangan zaman yang kian bersenyawa dengan dunia maya (online), renternir online pun bermunculan mencari korbannya.
Majalah Tempo edisi 26 November – 2 Desember 2018 dalam salah satu halamannya menurunkan tulisan yang berjudul “Jebakan Batman Renternir Online”. Di awal tulisannya Tempo menulis “Mereka diam-diam melipatgandakan nilai pinjaman dan menyalahgunakan data konsumen”.
Dari kalimat tersebut saja sudah bisa dibayangkan bagaimana kejamnya renternir online ini. Awalnya calon korban dikirimi pesan singkat tentang pinjaman yang mudah, cepat, tanpa jaminan, dan bisa dicairkan dalam waktu singkat. Kemudian calon korban diinformasikan alamat website atau aplikasinya. Lalu calon korban mulai mendatangi atau mengunduh aplikasi tersebut di ponselnya.
Di ponsel aplikasi android, aplikasi renternir online ini memang tersedia. Dan jika calon korban sudah mengunduh dan mulai mengklik aplikasi untuk diisi maka aplikasi tersbeut bisa mengetahui daftar nama kontak yang ada di dalam ponsel calon korbannya.
Ada calon korban yang meminjam 1 juta, kemudian ditransfer ke rekeningnya hanya 900.000 rupiah. Yang 100.000 rupiah untuk biaya administrasi. Dan dalam sebulan harus mengembalikan uang sejumlah 1.180.000 rupiah.
Ada pula calon korban yang meminjam 2 juta rupiah dan dalam dua bulan menunggak harus mengembalikan sebesar 3,8 juta rupiah. Bagi yang gagal tepat waktu mengembalikan pinjaman maka nomor kontak yang ada di ponsel korban dikirimi pesan singkat memberitahukan bahwa korban berhutang, menunggak, dan diminta menginfokan ke korban untuk melunasi pinjamannya. Mereka yang menjadi korban ini kemudian ada yang melaporkan ke lembaga bantuan hukum.
Akibat mudahnya meminjam dari renternir online, ada orang yang justru ketagihan meminjam tanpa takut diteror oleh penagih hutang atau debt collector. Bahkan ada juga yang sekedar iseng karena menganggap jumlahnya tidak besar.
Namun demikian, para korban renternir online yang sudah berjatuhan ini jumlahnya semakin banyak. Dari pihak masyarakat maupun otoritas terkait seperti OJK sebenarnya sudah melakukan tindakan untuk melindungi agar tidak jatuh korban. Tidak sedikit renternir online yang ternyata tidak terdaftar di OJK. Sementara dari sisi penyedia atau fasilitator aplikasi seperti Google belum memberikan respon positif terhadap apa yang terjadi di Indonesia ini.
Mudah-mudahan dari Sumatra Barat tidak jatuh korban akibat aplikasi renternir online ini. Jika ada yang menjadi korban, maka sebaiknya melaporkannya kepada polisi untuk aplikasi yang tidak terdaftar di OJK. Dan jika aplikasi tersebut terdaftar di OJK, maka masyarakat yang menjadi korban bisa mengadukannya ke OJK. (efs)
Referensi: Majalah Tempo, 26 November – 2 Desember 2018
ilustrasi: freefoto.com