Path dan Facebook
Artikel () 23 September 2018 08:52:46 WIB
Di bulan September 2018 ini media ramai memberitakan ditutupnya sebuah aplikasi media sosial dengan merek “Path”. Penutupan Path ini mungkin bagi sebagian orang yang akrab dengan jejaring pertemanan, mengingatkan dengan “Friendster”. Sebelum Facebook muncul atau popular, Friendster sudah muncul dan menjadi salah satu favorit orang Indonesia yang hobi berinternet.
Path, Facebook, dan Friendster adalah jejaring pertemanan di dunia maya. Hanya saja Path membatasi jumlah pertemanan sebanyak 150 orang. Karena membatasi jumlah pengguna dan membuka aplikasinya cukup lambat, saya termasuk yang sudah lama meninggalkan Path. Terakhir saya dengar Path sudah menambah batas jumlah pertemanan menjadi 500 orang.
Tutupnya Path ini mengingatkan saya kepada Facebook. Harian Kontan dalam salah satu beritanya menulis terjadinya penurunan jumlah pemakai Facebook di Amerika Serikat dengan persentase yang cukup besar. Alasan banyak yang menutup akun Facebook tersebut adalah setelah terjadinya skandal Cambridge Analytica yang mengambil data pengguna Facebook untuk kepentingan tertentu. Orang Amerika yang merupakan penduduk negara maju, memang lebih kritis terhadap hal demikian. Maka wajar jika mereka menutup akun Facebooknya.
Lalu bagaimana halnya dengan pengguna Facebook di Indonesia? Memang pernah ada kabar bahwa data pengguna Facebook di Indonesia juga ada yang diambil dalam skandal Cambridge Analytica ini. Tapi setelah itu kabar demikian tidak lagi berlanjut kepada gerakan menutup akun Facebook.
Satu hal yang penting untuk dijadikan pelajaran adalah, lemahnya sebagian pengguna Facebook di Indonesia dalam mengatur akun Facebook mereka agar aman dari bahaya yang mengancam. Salah satu contohnya adalah banyaknya akun Facebook yang dipakai untuk melakukan penipuan seperti meminta uang kepada teman Facebook melalui pesan Facebook Mesenger. Tidak sedikit yang tertipu dan jadi korban.
Di samping itu, banyak pengguna Facebook yang tidak mengatur postingan mereka sehingga bisa dibaca oleh seluruh orang. Dan juga banyak yang tidak mengatur informasi pribadi yang disimpan di Facebook, sehingga banyak yang bisa tahu data-data pribadi pengguna Facebook.
Akun Facebook juga banyak digandakan orang tak bertanggung jawab. Contoh nyatanya, teman saya berinisial A yang sudah berteman di Facebook tiba-tiba mengirim lagi permintaan pertemanan. Maka saya patut curiga bahwa yang menambah satu lagi akun pertemanan dengan nama yang sama adalah akun ganda yang akan dipakai berbuat jahat oleh pihak tertentu. Saya pun tidak mau menerima permintaan pertemanan semacam ini.
Aplikasi Facebook merupakan jejaring pertemanan media sosial yang paling banyak dipakai di Indonesia. Maka penyalahgunaannya juga bisa sangat banyak. Oleh karena itu kesadaran pengguna Facebook harus ditingkatkan. Karena jika mereka tetap lengah, akan menjadi santapan para kelompok jahat.
Selain itu, pengguna Facebook juga harus tahu mana akun palsu dan akun asli. Karena masih sangat banyak orang mudah tertipu akun palsu sehingga ringan sekali menyebarkan info hoaks dari akun palsu tanpa melihat dulu isi pesan dan siapa yang menyebar pesan pertama kali.
Tidak sedikit orang yang mudah ditipu akun palsu untuk menyebar hoaks namun kepada teman mereka di dunia nyata tidak percaya. Ini adalah sebuah paradoks yang terjadi pada saat ini. (efs)
ilustrasi: freefoto.com