Sekolah Vokasi Oleh: Irwan Prayitno

Sekolah Vokasi Oleh: Irwan Prayitno

Artikel Drs. AKRAL, MM(Badan Pemberdayaan Masyarakat) 31 Juli 2018 11:40:17 WIB


 

Pada 19 Juli 2018 lalu saya menerima tamu rombongan Komisi X DPR RI. Mereka melakukan kunjungan kerja untuk mengetahui perkembangan sekolah vokasi, khususnya SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) di Padang. Di Gubernuran saya dan OPD terkait bersama Komisi X DPR mengadakan rapat. Selama ini pendidikan vokasi identik dengan pendidikan diploma di perguruan tinggi. Namun sebenarnya sekolah kejuruan seperti SMK juga bisa dikategorikan sebagai sekolah vokasi.

Dalam pertemuan saya dengan Komisi X tersebut, kami mendapat informasi bahwa pemerintah sedang menggiatkan sekolah vokasi seperti SMK agar diperbanyak jumlahnya dibanding jumlah SMA. Bahkan ditargetkan untuk ke depannya jumlah SMK 70% dan SMA 30%.  Sedangkan saat ini jumlahnya masih 50% : 50% antara SMA dengan SMK. Dalam kunjungan ke Padang, sekolah yang didatangi oleh rombongan Komisi X DPR RI  adalah SMAKPA (Sekolah Menengah Analis Kimia Padang) dan SMTI (Sekolah Menengah Teknologi Industri).

Salah satu keunggulan sekolah vokasi adalah peluang tamatannya untuk masuk ke dunia kerja sangat besar. Sehingga bisa mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Tamatan sekolah vokasi akan mampu mengisi peluang kerja yang jumlahnya banyak. Di mana ini berbeda dengan tamatan SMA yang peluang kerjanya tidak sebanyak tamatan sekolah vokasi.

Tamatan SMA diarahkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Sehingga jika ada yang tamat SMA ingin masuk ke dunia kerja, ia tidak memiliki keahlian seperti halnya tamatan SMK. Tamatan SMA diarahkan untuk melanjutkan ke jenjang sarjana, pascasarjana. Setelah tamat sarjana atau pascasarjana baru bisa masuk ke dunia kerja.

Dalam pemaparannya kepada kami, Komisi X DPR RI menekankan agar sekolah vokasi yang ada di Sumbar dalam membuat kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan yang ada di wilayahnya. Jika di suatu wilayah kontribusi terbesarnya terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) ada di bidang pertanian maka kurikulum sekolah vokasi menitikberatkan kepada pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan.  

Jika wilayah lainnya banyak terdapat industri, maka kurikulum sekolah vokasi tersebut menitikberatkan kepada industri. Di Sumbar sendiri, ada beberapa sektor yang menjadi kontributor besar PDRB selain pertanian yaitu bidang jasa seperti Pariwisata. SMK bidang pariwisata juga amat diperlukan pasar di Sumbar. Kurikulum SMK mesti disesuaikan dengan wilayah agar bisa memenuhi kebutuhan tenaga terampil yang dibutuhkan. Sehingga terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja.

Maka, sekolah vokasi harus menghasilkan lulusan yang berkualitas agar setelah tamat bisa langsung bekerja. Untuk menghasilkan lulusan berkualitas, selain kurikulum yang sesuai dan bagus, juga dibutuhkan guru yang bagus. Dalam pertemuan kami dengan Komisi X DPR RI juga disampaikan tentang pentingnya guru sekolah vokasi ikut magang di industri. Dengan demikian para guru bisa mengetahui perkembangan terkini dari industri dan bisa memberikan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki kepada siswanya dengan lebih baik lagi.

Jika guru mengajarkan kepada siswanya hal yang bukan terkini maka siswa yang lulus akan menemukan hal yang tertinggal dengan kemajuan yang ada. Misalnya sekolah vokasi yang mengajarkan tentang komputer, harus mengajarkan perkembangn terkini terkait kemajuan komputer. Jika yang diajarkan adalah kemajuan komputer beberapa tahun sebelumnya maka ketika lulus dan masuk dunia kerja tidak bisa menyesuaikan diri dengan kemajuan dunia komputer.

Maka dengan demikian, guru perlu ikut magang di industri agar tidak ketinggalan perkembangan terkini.  Di samping itu, guru juga perlu memberikan waktu yang lebih banyak kepada siswanya untuk praktik dari yang sudah ada selama ini. Sehingga siswa memiliki keterampilan yang lebih baik. Dan dengan waktu praktik yang lebih banyak diharapkan ketika tamat siswa juga menerima sertifikat keahlian, tidak hanya ijazah. Dengan demikian perusahaan atau dunia kerja bisa menerima tamatan tersebut dalam kondisi siap kerja dan sudah punya keahlian. Maka perusahaan atau industri tidak perlu lagi melatih lulusan SMK karena ketika sekolah sudah mengikuti latihan yang intensif. Apalagi jika industri yang akan menerima lulusan SMK tersebut memberikan kesempatan magang kepada mereka. Sehingga lebih tersambung proses perekrutan tenaga kerja di industri tersebut.

Pemerintah menginginkan jumlah SMK diperbanyak lagi. Karena kebutuhan industri akan tenaga kerja terampil justru banyak ada di lulusan SMK, bukan lulusan SMA ataupun sarjana. Maka bagi orangtua, jika anaknya diinginkan untuk cepat mendapat pekerjaan, sebaiknya diarahkan untuk masuk SMK, bukan SMA.

Orangtua ada juga yang memiliki keterbatasan menyiapkan dana pendidikan untuk anaknya jika harus melanjutkan ke perguruan tinggi atau anak tidak memiliki kemampuan akademis untuk kuliah. Maka SMK adalah tempat yang tepat. Di sisi lain, ada juga anak yang tidak menginginkan kuliah karena waktu terlalu lama, dan lebih memilih agar cepat kerja. Maka SMK adalah pilihan yang tepat. Dan ada juga anak yang sudah lama berminat terhadap suatu hal (kejuruan) yang bisa menghasilkan pendapatan untuk dirinya. Maka SMK adalah pilihannya.  

Jika orangtua dan anak sudah memiliki kesamaan pandangan dan wawasan bahwa tamat kuliah belum tentu kerja dan bahkan menganggur, maka SMK adalah pilihan yang tepat.

Dan bagi SMK sendiri perlu semakin berbenah diri ketika semakin banyak orang yang lebih memilih masuk SMK dibanding SMA. Di antaranya, harus menyiapkan sarana dan prasarana untuk latihan keterampilan siswa. Sehingga apa yang dilatih di SMK mencerminkan kebutuhan riil industri.
Tulisan yang sama (Padek 3172018) (by. Akral)