Ojek Online dan Regulasinya

Ojek Online dan Regulasinya

Artikel () 30 Juni 2018 14:25:01 WIB


 Mahkamah Konstitusi akhirnya menolak gugatan ojek online sebagai angkutan umum pada 28 Juni 2018. Gugatan ini diajukan oleh 54 pengemudi ojek online. Meskipun mengalami penolakan, Kementerian Perhubungan mengakui eksistensi ojek online di tengah masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan ojek online sangat tinggi. 

Menteri perhubungan menganggap ojek online belum perlu dimasukkan ke dalam aturan khusus seperti undang-undang. Menteri bahkan menyerahkan pengaturan ojek online ini kepada pemerintah daerah. 

Salah satu alasan pengemudi ojek online mengajukan gugatan ke MK karena ojek online belum termasuk sebagai angkutan umum dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) pada pasal 47 ayat (3). Mereka mengajukan gugatan berupa uji materi perkara No. 41/PUU-XVI/2018. 

Daerah yang sudah mengatur tentang ojek online adalah Kota Bekasi yaitu Peraturan Wali Kota Bekasi No. 49 Tahun 2017. Ojek online tidak masuk sebagai angkutan umum, tetapi tetap harus memperhatikan ketertiban umum. 

Bagi pengemudi ojek online sendiri, ternyata tidak diaturnya ojek online dalam undang-undang memberikan dampak buruk bagi mereka. Di antaranya tentang perlakuan aplikator yang merugikan mereka (perang tarif, bonus, kesejahteraan, dll). Pengemudi selama ini dianggap sebagai mitra, padahal mereka ingin dianggap sebagai pekerja. 

Jika nantinya pemerintah daerah diserahkan untuk mengatur ojek online, maka berbagai hal atau masukan perlu diperhatikan. Karena walau bagaimanapun ada kewajiban terhadap pengendara ojek online dan juga konsumen yang harus ditaati agar ojek online bisa menjadi angkutan yang berkualitas. 

Misalnya saja masalah tertib berlalu lintas, tidak ngebut, tidak melakukan tindak kejahatan kepada penumpang, tidak bau badan atau jaket berbau, dan lainnya. Hal ini berkaca dari banyaknya pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh sopir angkot kepada penumpangnya hingga berdampak serius seperti harus kehilangan nyawa. 

Jika ojek online memilikin persatuan, maka anggotanya diwajibkan menjunjung kehormatan ojek online. Jangan sampai menghancurkan nama ojek online. Semoga keberadaan ojek online nantinya di Sumbar bisa diatur dengan seadil-adilnya sehingga tetap memperhatikan hak penumpang dan juga pengemudi ojek online. (efs)  

Referensi: Kompas, 30 Juni 2018