BENARKAH DEMOKRASI DI SUMATERA BARAT RENDAH ?

BENARKAH DEMOKRASI DI SUMATERA BARAT RENDAH ?

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 28 Juni 2018 16:14:19 WIB


BENARKAH DEMOKRASI DI SUMATERA BARAT RENDAH ?

Senin, 25 Juni 2918 yang lalu, saya menghadiri Focus Group Discusion (FGD) tentang Indeks Demokrasi Indonesia di Provinsi Sumatera Barat, di Hotel Pangeran Beach.Acara dibuka oleh Kepala BPS Provinsi Sumatera Barat,Dr.Ir.Sukardi,M.Si, yang memaparkan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia Sumatera Barat Tahun 2016 lalu hanya mencapai angka 54,41 ; turun 13,05 poin dibandingkan Tahun 2015. Dan sekarang sedang proses menetapkan Indeks Demokrasi Indonesia Sumatera Barat Tahun 2017, akankah bernasib sama dengan Tahun sebelumnya?

Penentuan Indeks Demokrasi Indonesia oleh BPS berdasarkan 3 Aspek penilaian yakni : Kebebasan Sipil ( civil liberties), Hak-hak Politik ( political rights) dan Lembaga Demokrasi (institutions of democracy). Dimana masing-masing aspek juga dijabarkan melalui 11 variabel dan 28 indikator.

Dari aspek Lembaga Demokrasi, 5 dari 11 indikator mengalami penurunan, yakni : Skor alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan, presentase jumlah perda yang berasal dari hak inisiatif DPRD terhadap jumlah total perda yang dihasilkan, rekomendasi DPRD kepada eksekutif, kegiatan kaderisasi yang dilakukan parpol peserta pemilu, dan upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah.Kelima indikator ini termasuk kategori “buruk”.Karena berada diangka <60. Jika Tahun berikutnya bisa diupayakan meningkat di angka 60-80, masuk kategori sedang dan >80, baru masuk kategori baik.

Sementara aspek lain yang menyebabkan rendahnya Indeks Demokrasi di Sumatera Barat, menurut BPS karena aspek kebebasan sipil yang juga buruk, yakni indikator : aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan masyarakat dalam menjalankan agamanya, dan ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender, etnis atau terhadap kelompok rentan lainnya.

Sayang sekali, cara pandang penilaian terhadap indikator ini, menurut BPS sudah baku secara Nasional. Dimana anggapannya semua peraturan daerah, ada 21 Perda, yang berkaitan dengan pengamalan nilai-nilai agama itu adalah kewenangan pusat, dan menghambat hak privasi warga negara dalam menjalankan keyakinannya.Inilah yang disebut oleh ’pusat’ perda syari’ah, yang menghambat kebebasan sipil warga masyarakat di Sumatera Barat.

Pertanyaan kita, apakah benar ada protes dari masyarakat Sumbar tentang Perda-Perda ini? Padahal untuk sampai tahap disahkannya sebuah Perda dalam Sidang Paripurna DPRD, tentu sudah melalui tahapan rapat dengar pendapat dari kalangan masyarakat. Aneh, kenapa justru menjadi penyebab nilai buruk demokrasi di Sumatera Barat?ini logikanya sudah terbalik.

Dimana letaknya pengamalan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandikan Kitabullah, jika memang semua Perda ini dibatalkan, demi untuk mendapatkan nilai Indeks Demokrasi Indonesia Sumbar yang tinggi? Apakah kita harus meniru budaya Barat yang menganut kebebasan disemua hal?

Silahkan pembaca mencerna sendiri, mau berpihak kemana yang terbaik untuk Ranah Minang Nan Tacinto....