LATAR BELAKANG SEJARAH HKI
Artikel BUDI SETIAWAN, ST, M.Si(Dinas Perindustrian dan Perdagangan) 25 Januari 2018 12:39:04 WIB
Secara substantif pengertian HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual yang dimaksud di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (Property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai assets perusahaan.
Pengenalan HKI sebagai hak milik perorangan yang tidak berwujud dan penjabarannya secara lugas dalam tatanan hukum positif terutama dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di Indonesia. Dari sudut pandang HKI, aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan dan perlindungan tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan karya-karya inovatif, inventif dan produktif.
Sebagai dampak dari globalisasi dan liberalisasi perdagangan, pembangunan industri dan perdagangan di Indonesia dihadapkan pada suatu tantangan yaitu persaingan yang semakin tajam. Dengan adanya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), liberalisasi perdagangan dalam APEC pada tahun 2010 untuk Negara maju dan tahun 2020 untuk Negara berkembang, dan skema CEPT dalam rangka AFTA-ASEAN pada tahun 2003, maka gerak perdagangan dunia akan semakin dinamis dan cepat.
HKI tidak hanya semata-mata masalah teknis hukum tapi juga menyangkut kepentingan ekonomi. Pelanggaran HKI di samping dapat menimbulkan kerugian terhadap Negara, penemu, masyarakat juga membawa dampak terhadap hubungan ekonomi, sosial budaya, hukum dan bahkan dapat menimbulkan ketegangan politik antar Negara.
Sejak berdirinya WTO, banyak kasus sengketa perdagangan yang diadukan karena melanggar ketentuan GATT/WTO. Kasus yang banyak dipersengketakan adalah masalah pembatasan impor, pelanggaran HKI, subsidi, diskriminasi pasar domestik dan diskriminasi standar barang. Selain masalah dalam ketentuan GATT/WTO tersebut terdapat kecenderungan pada Negara-negara maju menggunakan kebijakan unilateral dan praktekpraktek perdagangan yang bersifat anti persaingan dalam menghambat impor dan melakukan proteksi domestik secara tidak wajar.
Hal ini dilakukan dengan mengkaitkan antara perdagangan dengan masalah lain. Kasus-kasus HKI khususnya Hak Cipta telah menjadi salah satu alasan beberapa Negara untuk menghentikan fasilitas Sistem Preferensi Umum (GSP), sehingga menghambat ekspor produk Indonesia.
Sumber: Panduan pengenalan HKI, Klinik Konsultasi HKI Direktorat Jendral Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian