Pendidikan dan Ketahanan Keluarga

Artikel () 26 Desember 2017 23:04:14 WIB
Pada sebuah acara Kongres Keluarga Nasional ke-2 yang diadakan oleh sebuah partai politik tanggal 22 Desember 2017 lalu, Gubernur DKI dalam sambutannya menyatakan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam negara. Oleh karena itu ketika ia menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dibuatlah direktorat jenderal pendidikan keluarga.
Anies juga menyatakan bahwa Ki Hajar Dewantara yang merupakan Bapak Pendidikan Nasional saat ini lebih dikenal dengan ajarannya In Ngarso Sungttulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Padahal Ki Hajar membuat buku yang cukup tebal tentang pendidikan dengan pola pikir yang maju pada zamannya, dan justru isi buku Ki Hajar tersebut diterapkan oleh Finlandia, negara yang pendidikannya dikenal sangat maju di dunia.
Ini menjadi tantangan bagi pemuda Indonesia untuk mencari tahu apa isi kumpulan tulisan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dan sudah mulai meninggalkan keterbatasan pengetahuan tentang Ki Hajar Dewantara yang sebatas In Garso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Menurut Anies, sentra pendidikan ada tiga yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat atau lingkungan. Ditjen Pendidikan Keluarga dibentuk oleh Anies ketika menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan karena negara-negara maju justru sudah membuat kementerian tentang keluarga. Dan keluarga justru harus diperhatikan oleh negara.
Pada saat ini keberadaan keluarga adalah cerminan bagaimana kekokohan sebuah negara. Konsep ketahanan nasional yang terurai menjadi ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan lain-lain pada akhirnya juga mencakup ketahanan keluarga.
Serbuan budaya luar yang bisa masuk 24 jam melalui televisi, internet dan media lain menjadikan keluarga memegang peranan penting kekuatan sebua bangsa. Maka di sini terlihat bagaimana peran orangtua, khususnya ibu.
Sekarang zamannya orangtua harus lebih peduli kepada anaknya, terutama ibu. Karena dalam gambaran sehari-hari ayah berperan sebagai pencari nafkah dan ibu yang berdiam di rumah mengurus atau menjalankan manajemen rumah. Maka, semakin banyak ibu rumah tangga yang rela menjadi ibu rumah tangga demi mendidik anak-anaknya agar lebih baik lagi perkembangannya. Namun pernyataan ini sama sekali tidak berarti menjadikan ibu yang bekerja sebagai sosok yang kurang tanggung jawab atau peduli, karena bagaimanapun urusan rumah tangga termasuk pembagian peran harus dibicarakan oleh suami dan istri.
Maka di sini terlihat bahwa seorang ibu yang memiliki pendidikan tinggi sesungguhnya lebih siap mengelola keluarga karena secara umum memiliki pola pikir yang maju. Di samping itu ibu yang memiliki pendidikan tinggi juga secara umum lebih memiliki wawasan dan pengetahuan serta kemampuan membaca yang lebih baik.
Dengan demikian, ibu yang pendidikannya tinggi justru tidak perlu kecewa jika ilmu atau ijazahnya tidak digunakan untuk bekerja. Karena di satu sisi peran mereka dalam mengasuh anak menjadi penting dengan hasil proses pendidikan yang telah dilalui.
Jika ibu sudah berhasil mendidik anak-anaknya maka selanjutnya ia akan berhasil membangun ketahanan keluarga bersama suaminya. Hari ini kita bisa saksikan banyak pelaku tawuran, narkoba, kriminalitas yang diawali dari kurangnya pendidikan dalam keluarga dan juga tidak dibangunnya ketahanan keluarga yang menyebabkan keluarga tidak berfungsi sebagai minatur negara yang seharusnya memiliki pertahanan terhadap serangan dari luar.
Dalam ilmu ekonomi yang membahas tentang pendidikan disebutkan bahwa pendidikan adalah investasi yang akan mendatangkan return atau hasil. Dan hasil dari seorang perempuan menjalani pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi adalah terbentuknya pola pikir yang maju dan jika dinilai dengan ukuran keekonomian akan sangat tinggi. Cara seorang ibu dalam mengasuh anak akan memiliki perbedaan dengan ibu yang pendidikannya lebih rendah.
Maka orangtua yang anak perempuannya lebih memilih menjadi ibu dibanding berkarir seharusnya turut senang karena anaknya akan memberikan pendidikan kepada cucu-cucunya yang nilainya melebihi dari sekedar biaya yang sudah dikeluarkan oleh orangtua untuk pendidikan anak perempuannya.
Namun sekali lagi apa yang saya tuliskan ini tidak menjadikan perempuan yang berkarir tidak bisa memberikan anak-anaknya pendidikan dan membangun ketahanan keluarga. Karena ini adalah pilihan yang dibicarakan bersama suami sehingga akan ada plus minusnya. Kebersamaan suami dan istri dalam mendidik anak jauh lebih berharga. Di sini poin pentingnya. Karena boleh jadi banyak ibu rumah tangga yang tidak memiliki kepiawaian seperti ibu yang bekerja lantaran tidak memiliki pengalaman lebih banyak dalam hal mengelola waktu dan keuangan misalnya.
Semoga keluarga Indonesia mampu menerapkan pendidikan dalam keluarganya dan mampu membangun ketahanan keluarga sebagai bagian tak terpisahkan dari ketahanan nasional. (efs)
ilustrasi: freefoto.com