Menyelematkan Hutan Bakau untuk Kesejahteraan Nelayan

Artikel EKO KURNIAWAN, S.Kom(Diskominfo) 20 Februari 2017 11:07:13 WIB


Menyelematkan Hutan Bakau untuk Kesejahteraan Nelayan

Oleh Yal Aziz

PROVINSI  Sumatera Barat memiliki wilayah Pesisir di tujuh Kabupaten dan Kota yaitu Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, Agam, Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Padang dan Pesisir Selatan dengan luas laut kurang lebih 37.363,75 kilometer persegi, Panjang garis pantai 1973,24 Km, jumlah pulau 185 pulau. Namun sayangnya, potensi laut tersebut belum dapat menciptakan kesejahteraan bagi para nelayan yang jumlahnya cukup banyak. Bahkan, profesi sebagai penangkap ikan yang sukses sepertinya masih jauh dari harapan dan cita-cita sebagian besar nelayan tradisional kita.

Kemudian, kerusakan pesisir pantai dari tahun ke tahun, diakui atau tidak, juga semakin meningkat. Khususnya , kerusakan wilayah pantai selalu mengancam mereka yang tinggal di pinggiran laut. Bahkan, warga yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan selalu terancam keselamatan akibat terjadinya abrasi pantai ataupun rob. Sebagai contoh, nelayan di Pesisir Selatan, Pasaman dan Kota Padang. Bahkan kini,  bisa dikatakan sebagian besar potensi hutan bakau atau mengrove di Sumatera Barat telah rusak, karena terjadi alih fungi lahan. Bahkan tingkat kerusakan hutan mangrove di Sumatera Barat telah mencapai 22,67 persen dari 39.832 hektare luasnya. Bila kita kaji dari sisi prosentase, kerusakan hutan bakau itu tersebar di Kabupaten Pasaman sekitar 30 persen, Pesisir Selatan 70 persen, Padang Pariaman 80 persen, Kab. Agam 50 persen, Kota Padang 34,5 persen dan Kep. Mentawai 20 persen.

Sementara itu, luas hutan mangrove di Sumatera Barat sekitar 39.832 hektare tersebar di Kabupaten. Mentawai 32.600 hektare, Pasaman 6.273, 5 hektare, Pesisir Selatan 325 hektare, Agam 313, 5 hektare, Padang Pariaman, 200 hektare, dan Padang 120 hektare. Kalau menurut Pakar Ekosistem Laut Universitas Bung Hatta, Eni Kamal menegaskan, pengalihan fungsi lahan, seperti untuk usaha tambak menjadi penyumbang terbesar kerusakan hutan mangrove Sumbar. Kini kata Eni Kamal, pemerintah daerah Sumbar harus tanggap untuk memperbaiki kerusakan hutan mangrove itu mengingat topografi wilayah tersebut yang rawan bencana alam. Kenapa? Karena hutan mangrove berperan besar dalam pengendalian erosi pantai, mempertahankan stabilitas sedimen, dan melindungi terumbu karang. Hutan manggrove bahkan dapat dijadikan pelindung alami dari ancaman bencana tsunami.

Kemudian, hutan mangrove juga memiliki fungsi penting, diantaranya menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari gempuran ombak dan abrasi, habitat biota laut terutama ikan, kepiting dan udang. Selain itu, juga dilaksanakan penanaman kembali bibit mangrove pada sejumlah lokasi yang tingkat kerusakannya cukup parah, seperti di Kepulauan Mentawai. Untuk memulihkan kembali kehidupan ekologi pulau dan pantai ini diperlukan waktu 7 hingga 10 tahun. Setelah perbaikan ekologi dilakukan baru tanaman Mangrove bisa ditanam kembali. Kenapa? Karena tanaman ini berfungsi untuk mencegah dan menanggulangi tergerusnya pesisir dari gelombang air laut. Kemudian, magrove termasuk tanaman yang  tidak membutuhkan perawatan khusus dan mudah tumbuh di pesisir laut mana pun. Untuk membudidayakan mangrove tidak memerlukan penanganan khusus. Bibit bisa langsung ditanam dengan memberi kayu tegakan di sebelahnya agar tidak mudah rusak. Pemberian tali pada kayu ikatan di sebelahnya bertujuan agar tanaman tidak mudah lepas. Semakin banyak bibit mangrove yang ditanam, akan memberi rasa aman bagi mereka yang tinggal di pesisir pantai, karena setelah besar, pohon mangrove dapat menjaga lingkungan pantai dari bahaya gelombang tinggi dan ancaman abrasi.

Di samping dapat menekan dan mencegah abrasi pantai, keuntungan lain dari mangrove adalah banyak ikan yang suka hidup di sekitar tanaman tersebut. Nelayan akan lebih mudah mendapatkan ikan daripada harus ke tengah samudra nan luas. Bagi nelayan tradisonal yang merupakan sebagian besar pencari ikan yang ada, untuk mendapatkan ikan tidak harus berlayar sampai ke tengah lautan. Diakui, untuk menciptakan kesadaran untuk mewujudkan pesisir pantai yang aman dari abrasi, perlu kerja keras semua pihak. Para nelayan yang tinggal di pesisir pantai harus menjadi orang pertama dalam penyelamatan pantai. Merekalah yang lebih banyak tahu tentang kondisi alam sebenarnya. Dengan melakukan penanaman mangrove secara berkesinambungan, diharapkan nelayan tidak harus berpindah tempat karena rumah sudah bebas dari bencana air laut. Melakukan aktivitas mencari ikan juga tidak terlalu jauh, karena semua yang diperlukan sudah tersedia di sekitar pantai.

Begitu juga dengan berbagai pihak yang semestinya peduli adalah instansi terkait dalam penyelamatan pantai. Banyak instansi yang berkecimpung dan berkaitan dalam pelestarian pantai. Kerja sama dan koordinasi antar pihak tentunya akan lebih memudahkan dalam penyelamatan dan pelestarian kawasan pantai. Satu hal yang tidak bisa dimungkiri adalah dana yang dibutuhkan. Kepedulian bisa juga dilakukan LSM dan media. Wujud aktivits LSM peduli lingkungan dengan turut serta mendukung penyelamatan pantai akan mempercepat kondisi wilayah pantai yang bebas dari abrasi. Koordinasi lintas sektoral yang padu akan mempercepat terwujudnya wilayah pantai yang didukung dengan tanaman pelindung pantai, mangrove. Yang tak kalah pentingnya kepedulian media dan wartawan yang peduli lingkungan, sangat dibutuhkan untuk mencegah kerusakan hutan bakau dari kehancuran. (penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com)