Menyikapi Media Sosial yang Kian Liar
Artikel EKO KURNIAWAN, S.Kom(Diskominfo) 18 April 2017 11:06:25 WIB
Menyikapi Media Sosial yang Kian Liar
Oleh Yal Aziz
MESKIPUN Pilwako Padang belum ditabuh KPU, namun kampanye telah dimulai oleh beberapa kandidat yang akan maju bertarung. Bahkan, timses dan tim relawan para kandidat sudah mulai melakukan berbagai manuver kampanye di media sosial.
Khusus kampanye hitam sudah sejak awal memprihatinkan banyak kalangan yang cinta demokrasi sehat, demokrasi damai, dan demokrasi yang bersih. Keberpihakan media-media konvensional, baik media televisi maupun media cetak, bermuara pada konten media sosial yang makin liar menyerang kandidat atau kubu kandidat rival. Sejauh ini, meski ada keberpihakan pada beberapa media cetak atau televisi, konten pemberitaan masih terjaga dengan etika jurnalistik.
Sangat jauh berbeda dengan informasi yang disebarkan melalui internet, baik melalui situs online organisasi atau kelompok, facebook, twitter, instagram, dan sebagainya. Informasi yang disebarluaskan melalui media sosial lebih banyak berupa informasi sepenggal-sepenggal, tidak utuh, sehingga mengaburkan makna dan konteks informasi yang sesungguhnya. Bahkan, banyak informasi disebarkan tanpa proses verifikasi alias bernada fitnah.
Media online memberikan manfaat bagi persebaran informasi secara cepat dan efisien dibandingkan mediamedia konvensional. Namun, ketika media online, terutama media sosial, hanya memindahkan kekerasan verbal dan perilaku primitif dari lapangan kehidupan nyata, maka sesungguhnya keberadaan media online tidak berkontribusi positif bagi kehidupan demokrasi. Bahkan sebaliknya, etika demokrasi semakin memburuk dan pilkada dan pilwako menjadi ternoda.
Dalam diskursus riil dan tatap muka secara nyata, seorang pejabat politik atau tokoh tidak akan begitu mudah melontarkan kecaman, makian, atau hujatan. Rambu-rambu kesantunan ternyata tidak berlaku di media sosial sehingga berbagai lontaran verbal yang kasar bermunculan, keluar dari kesantunan dan keadaban sosial, menabrak etika dan etiket komunikasi. Media sosial seolah berlomba dengan segala cara memanfaatkan sisa waktu yang tersedia.
Pemerintah semestinya tidak membiarkan itu terjadi. Bahwa ketidakpatutan kampanye itu terjadi di dunia maya tidak berarti hal itu tidak berbahaya. Dalam dunia yang saling terkait saat ini, fenomena demokrasi buruk di dunia maya sangat mungkin berpengaruh timbal-balik pada perilaku demokrasi di lapangan. Etika media sosial perlu ditegakkan dengan peraturan dan koridor yang jelas agar memberi berkah bagi kualitas demokrasi dan etika politik.
Kini, sebagai manusia yang bijak, tentu kita harus pandai dalam mengolah informasi dan mengetahui dampak serta pengaruh media sosial kepada diri kita. Salah satunya adalah informasi mengenai gerakan radikalisme yang beredar luas dikalangan kita. Lalu, bagaimana sikap kita dalam menghadapi informasi-informasi yang bersifat membelok di dalam media sosial tersebut?
Cara yang bijak, sebaiknya memilah informasi yang didapat, mencari kebenaran mengenai informasi yang diperoleh, serta membandingkan isi berita atau informasi yang di dapat dengan informasi yang ada di sumber berita lainnya. Kemudian, jangan sampai terpengaruh dengan judul atau isi berita yang didapat dan berdiskusi dengan lingkungan sekitar (terutama keluarga) agar tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif. (Penulis adalah wartawan tabloid bijak.com)