Bencana Banjir

Bencana Banjir

Artikel () 18 Januari 2017 10:59:03 WIB


Bencana Banjir
Oleh Irwan Prayitno

Pada 9 Januari 2016 lalu, saya bersama Pak Nasrul Abit (Wakil Gubernur) mengunjungi daerah yang terkena bencana banjir bandang. Kami membagi daerah kunjungan, saya ke Kab. Solok dan Pak Nasrul Abit ke Kab. Agam. Daerah yang saya kunjungi di Kab. Solok di antaranya adalah Nagari Surian, Nagari Lolo, dan Nagari Air Dingin. Saya juga membawa para Kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait dalam rangka melihat langsung lokasi bencana dan langsung bisa diambil keputusan di OPD terkait penanganannya.

Terkait bencana yang terjadi di daerah tersebut, tanggap darurat yang telah dilakukan adalah melakukan evakuasi penduduk dengan diungsikan ke tempat aman serta diberikan bantuan kebutuhan sehari-hari. Sementara untuk infrastruktur, bagi jembatan yang rusak dilakukan perencanaan kegiatan pembangunan jembatan darurat, baik dengan besi maupun bahan seperti bambu. Bersamaan dengan itu, status darurat yang dinyatakan oleh pemerintah daerah setempat bisa menjadi pijakan bagi datangnya bantuan dari pusat maupun provinsi. Setelah tanggap darurat, maka akan dilakukan rehab-rekon. Rehab rekon ini membutuhkan data yang detil terkait apa saja yang dibutuhkan serta survei teknis sehingga infrastruktur yang rusak bisa dibangun kembali dengan lebih baik dan bersifat permanen.

Penanggulangan banjir perlu dilakukan secara serius karena merupakan bencana yang terjadi setiap tahun. Banjir kali ini yang menimbulkan bencana bagi masyarakat disebabkan adanya curah hujan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan volume air di sungai meningkat. Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah memberi peringatan bahwa curah hujan dengan volume yang cukup tinggi akan terus terjadi sejak Oktober 2016 hingga Februari 2017.

Terkait terjadinya banjir bandang, sejak seminggu sebelum terjadi bencana banjir, hujan tak henti-hentinya turun setiap hari sehingga menyebabkan permukaan sungai meninggi. Hal ini menimbulkan kerusakan berupa banjir, longsor dan lainnya. Peristiwa demikian terjadi berketerusan di Sumbar karena topografi Sumbar dengan alamnya yang terdiri dari pegunungan, bukit, hutan, jurang, berhadapan dengan samudera, berlokasi di ring of fire sehingga berbagai bencana akan terus terjadi di sini. Oleh karena itu, kita perlu memikirkan berbagai cara penanggulangannya.

Banjir bandang yang memunculkan lidah air adalah bahaya yang masih bisa ditanggulangi. Penanggulangan yang bisa dilakukan adalah membersihkan hulu sungai dari tumpukan kayu-kayu dan batu-batu yang membentuk bendungan alami. Bendungan alami ini di saat hujan terus menerus kelak akan bobol sehingga menimbulkan lidah air dan terjadilah banjir bandang. Berbeda dengan banjir yang terjadi akibat luapan air sungai. Pada awalnya air akan melebar karena luapan, namun surut kembali. Bahaya yang ditimbulkan adalah terendamnya daerah sekitar sungai, baik bangunan rumah, sekolah, jalan, maupun sawah. Banjir seperti ini antisipasinya adalah tidak membuat bangunan di dekat sungai.

Jika pemerintah daerah terkait rutin melakukan pembersihan di hulu sungai, dan rutin melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya membangun di sekitar sungai, insya Allah masyarakat akan terhindar dari bencana banjir. Pemerintah daerah bisa mengajak serta pihak yang berkompeten dalam hal ini, seperti pecinta alam maupun dari TNI/Polri. Di samping itu, pemerintah daerah, pemangku kepentingan dan masyarakat juga bisa melakukan pemeriksaan ketika curah hujan mulai meninggi sehingga bisa mencegah terjadinya banjir bandang.

Untuk itu, saya tak bosan-bosannya memberitahukan kepada para kepala daerah kabupaten/kota dan intansi terkait untuk melakukan berbagai antisipasi menghadapi datangnya bencana yang akan timbul, terutama bencana yang masih bisa dihindari. Banjir bukanlah gempa atau tsunami yang tidak bisa diprediksi kapan terjadinya. Banjir bisa diprediksi terjadi ketika curah hujan terjadi sangat lebat, tanpa henti berhari-hari.

Selain usaha dari pemerintah, peran masyarakat juga sangat membantu mencegah dampak banjir. Masyarakat bisa membentuk komunitas peduli banjir sehingga bisa terbentuk jejaring komunitas yang lebih luas. Wali nagari juga perlu aktif menghimbau warganya agar lebih sensitif melihat tanda-tanda alam, yaitu jika hujan terjadi terus menerus harus melakukan antisipasi yang diperlukan.

Di samping itu sosialisasi tentang banjir ini melalui media seperti radio juga perlu digencarkan. Jika selama ini sosialisasi tentang gempa dan tsunami sudah cukup rutin dilakukan di radio, maka sosialisasi banjir pun perlu dilakukan, karena intensitasnya terjadi hampir setiap tahun.

Ungkapan “Alam takambang jadi guru” mengajak kita berpikir bagaimana alam mengajari kita untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada kehidupan kita. Allah berfirman dalam surat Ar Ra’d ayat 11 yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Sebagai manusia, kita diminta memaksimalkan kekuatan kita untuk memikirkan cara mengatasi berbagai masalah yang terjadi, termasuk menanggulangi banjir. Karena tanpa aksi yang nyata, bencana banjir itu akan terus terjadi. Semoga kita semua bersama-sama bisa mengubah kondisi menjadi lebih baik dengan mencari berbagai solusi dan melakukan berbagai antisipasi menanggulangi banjir. *** (by : akral/tim egov)

Berita yang sama dimuat pada padek 18/1/17.